Chereads / MINE [Arabelle] / Chapter 3 - Mine| 03

Chapter 3 - Mine| 03

Ina termenung dengan menyandarkan tubuhnya ke dinding. Kenyataan yang baru saja diterimanya bahwa Andrew sering berkunjung ke rumah ini dengan membawa teman wanita membuatnya terluka. Ia merasa kedatangannya ke Negara ini sia-sia saja.

Satu tahun tidak ada komunikasi. Seharusnya hal itu membuat Ina sadar bahwa hubungannya dengan sang kekasih sedang tidak baik-baik saja. Namun, ia seorang gadis yang sedang dimabuk cinta jadi menepis semua anggapan itu.

"Ina, kemarilah. Bantu aku menuangkan teh ini ke dalam gelas."

"Apakah kau terbiasa menyiapkan segala sesuatunya sendiri?"

"Ya, dan aku senang melakukannya."

Dom mematung dengan kehadiran wanita asing di rumahnya. 'Siapa wanita itu? Apa mungkin wanita itu teman, Maria?' Pikirnya.

"Hai, Dom. Tumben jam segini sudah sampai di rumah." Sapa Maria dibelakangnya kemudian memberinya kecupan di pipi. "Siapa wanita di sana itu?" Tunjuknya dengan dagunya. Maria ikut menolehkan wajahnya. "Dia sahabatku." Menyeret lengan kekar mendekati Ina. "Hai, Ina. Aku ingin memperkenalkanku dengan lelaki super menyebalkan ini."

Ketika Ina memutar tubuh, Dom terkesiap. "Kau."

Maria tercengang. "Kalian sudah saling kenal?"

"Iya, secara tidak sengaja." Dom menjelaskan kemudian menatap Ina. "Apakah kedatanganmu ke sini untuk menuntut pertanggung jawabanku?"

"Pertanggung jawaban apa? Oh, jangan-jangan kalian terlibat kencan one night stand?"

"Tidak." Jawab keduanya serempak.

Maria terkekeh kecil. "Aku hanya bercanda." Menyentuhkan bahunya ke bahu Ina. "Kalau pun itu benar … aku tidak keberatan." Mengerling genit. Ina mendesis. "Maria … " sial, sahabatnya itu malah berlalu begitu saja meninggalkannya berduaan saja dengan Dom.

"Kita belum sempat berkenalan. Siapa namamu, Nona?"

Ina menyambut uluran tangan Dom. "Carrina Arabelle, kau bisa memanggilku, Ina."

"Nama yang cantik." Mengecup lembut punggung jemari. Ina langsung menariknya kasar. Tanpa rasa bersalah Dom langsung mengaitkan lengannya ke sepanjang pinggang ramping. "Lebih baik kita ke ruang santai sambil menikmati teh hangat, bagaimana?" Mengerling genit.

Ina menepis kasar lengan Dom. "Jauhkan tanganmu, dr. Dom."

Mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Aku tidak suka wanita yang sok jual mahal." Setelah melontarkan kalimat bernada ejekan, dia berlalu begitu saja meninggalkan Ina yang berdiri mematung. 'Kalau bukan untuk menggali informasi mengenai keberadaan, Andrew. Tidak sudi aku berbicara dengannya.'

"Jangan hanya berdiri seperti itu. Kau merusak pemandanganku, duduklah." Menepuk sofa kosong di sebelahnya berharap Ina duduk bersebelahan dengannya. Sial, wanita itu memilih tempat duduk yang berseberangan. Dom membuang tatapannya ke arah lain. "Menyebalkan."

"Kau mengatakan sesuatu?"

Mata Dom menahan mata Ina. "Tidak. Katakan sejak kapan kau berteman dengan, Maria."

"Kau menginterogasiku?"

Mengedikkan bahu acuh tak acuh kemudian merentangkan tangannya pada sandaran sofa dengan sebelah kaki menyilang. "Terserah kau menafsirkannya seperti apa?"

Ina tersenyum tipis. "Aku dan dia teman kuliah sewaktu sama-sama menempuh pendidikan di Jerman. Sekarang gantian aku yang bertanya tentangmu-"

"Menarik." Potong Dom cepat lalu mencondongkan wajahnya ke depan. "Apa yang ingin kau ketahui tentangku? Katakan."

"Kudengar bahwa teman kuliahmu ada yang bernama, Andrew. Apakah itu benar?"

Mengangkat sudut bibirnya. "Ya. Tapi aku tidak tahu Andrew siapa yang kau maksudkan?"

Mata Ina mengunci mata Dom. "Andrew Hutson."

Dom terkesiap. "Kau mengenalnya?"

'Dia kekasihku.' Jawabnya dalam hati.

Dom semakin mencondongkan wajahnya. "Nona, katakan. Kau mengenal, Andrew Hutson, di mana?"

Jarak yang sangat dekat membuat napas hangat saling bersahutan dan hal itu membuat darahnya berdesir. Ina dibuat menelan kasar saliva tatkala tatapan Dom memporak-porandakkan akal sehat. "Aku tahu bagaimana cara membuatmu berbicara, Nona." Mengecup singkat bibir ranum. Ina mematung.

Dan malapetaka terjadi!

"Oh, jadi seperti ini kelakuanmu dibelakangku, Carrina Arabelle." Andrew berdiri dihadapannya, memandanginya dengan tatapan jijik. Semua orang yang ada di sana dibuat terperenyak.

"Jadi kalian sudah saling kenal?" Maria bertanya.

Sorot mata Andrew menggelap kemudian menyeret paksa tangan Ina. Saat ini ia dibawa pergi dari kediaman keluarga Dom.

"Turun!" Dengan kasar menyeret Ina keluar mobil kemudian menghempas kasar tubuh ramping. Dia tidak peduli pada kaki Ina yang terkilir. "Jelaskan!" Bentaknya dengan tatapan nyalang.

Ina menunduk tidak berani menatap mata Andrew. "Sorry." Lirihnya.

Andrew mengusap kasar wajahnya. "Sorry." Tersenyum kecut. "Bukan ini yang ingin aku dengar. Selama satu tahun aku menunggumu kembali. Aku merindukanmu, sangat merindukanmu. Berharap bisa mendengar suaramu. Tapi kau mengganti nomor ponselmu tanpa memberitahuku."

"Sorry." Lirih Ina.

"Bukan sorry yang ingin aku dengar. Aku butuh penjelasanmu!" Menendang kursi. "Jelaskan padaku kenapa kau menghilang begitu saja dan sekarang kau kembali tapi kau … " Andrew mengatur napasnya yang tersengal. "Kau bukan lagi Ina-ku. Kau berkencan dengan sahabatku. Apakah kau tidak tahu bahwa Dom itu sahabatku, sahabatku." Mengguncang-guncang bahu ramping.

Ina hancur. Ia ingin menjelaskan tapi lidahnya terasa kelu, bibirnya membeku, tubuhnya mematung. Hanya setetes kristal bening yang mewakili perasaannya.

"Aku tidak butuh tetesan air matamu, bitch." Sekali lagi menendang kursi dengan sangat keras.

Andrew sudah tidak tahan, dia meninggalkan Ina sendirian di pinggiran pantai. Dia lajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. "Arrgghh," memukul-mukulkan tangannya ke setir mobil.

"Bia, aku membutuhkanmu. Ke apartement ku sekarang!" Kemudian melempar ponselnya ke jok belakang.

Bianca terkesiap dengan penampilan Andrew yang kacau. "Hai, ada apa ini?" Mengusap lembut rahang kokoh. Namun, langsung ditepis kasar dan digantikan dengan ciuman.

Bianca menyambut ciuman kasar Andrew dengan liar dan Andrew pun dibuat panas karenanya. Saat ini dia pindahkan Bianca ke atas pangkuan. "Bagaimana kalau kita ke kamar?"

Bianca menatap sejenak ke dalam mata Andrew. "Sorry, aku tidak bisa melayanimu." Melirik arah jarum jam dipergelangan tangan. "Dua jam lagi ada operasi jadi aku harus segera kembali ke Rumah Sakit."

"Aku tidak suka mendengar ini."

'Dan aku juga tidak suka, karena Ina telah kembali ke Negara ini.' Batin Bianca kemudian beranjak dari atas pangkuan. "Tunggu." Menahan pinggang Bianca. Paham dengan tatapan mata Andrew, ia langsung mengecup singkat bibir kokoh. "Aku pergi."

"Hm, apa perlu aku mengantarmu?"

"Tidak." Sebelum membuka handle pintu, ia menatap Andrew. "Jangan pergi ke mana-mana. Setelah dari Rumah Sakit, aku langsung ke sini dan mulai malam ini aku menginap, di sini. Itu pun jika kau mengizinkanku untuk-"

"Lakukan apa pun yang kau suka. Aku pria bebas." Potong Andrew cepat.

❤️

Terima kasih

Yezta Aurora