Fatimah melangkah menuju dapur, senyum di bibirnya muncul kala mengingat perkataan Ali yang ingin kembali padanya. Untuk sejenak Fatimah merasa senang dengan keputusan Ali, namun sedetik kemudian senyum di wajah Fatimah memudar.
"Kenapa aku bahagia? Bukankah ini berarti aku menghancurkan hubungan kak Ali dengan Aini? Ya Allah, jahat sekali aku. Bagaimana aku bisa bahagia di atas penderitaan orang lain?" gumam Fatimah dengan tatapan sedih.
Fatimah memejamkan matanya sesaat, ia terlalu larut dalam emosinya hingga melupakan kenyataan itu. Ia harus bisa menahan diri, jangan sampai ia menjadi seseorang yang jahat hanya karna nafsu.
"Ya Allah, kuatkan hatiku. Jangan sampai aku lengah dan memilih jalan yang salah, bantu aku Ya Allah. Bismillah," batin Fatimah berdoa.
Fatimah bangkit dari duduknya, lalu ia melangkah ke ruang tengah dengan santai seperti biasa. Seketika suasana menjadi hening, aku pun membuka pembicaraan.