Wina menatap lurus anak satu-satunya itu. Gadis itu, Astrid, entah sudah berapa lama dia dengan posisi itu, duduk di lantainya yang dingin seraya memeluk lutut dan pandangannya yang terlihat kosong.
"Astrid," panggil Wina dari ambang pintu. Namun, gadis itu bergeming. Kepala gadis itu bahkan tidak bergerak sedikit pun ketika Wina memanggilnya.
Desah napas kembali lolos. Sedari tadi Wina telah berdiri di ambang pintu kamar Astrid dan gadis itu benar-benar tidak melakukan apa pun. Isak tangis itu bahkan sudah tidak lagi terdengar. Wina tidak membentak lagi ketika Astrid mulai menyuarakan isi kepalanya. Terlebih ketika Hendrik menghubunginya dan memberitahukan apa yang telah terjadi. Seolah dunianya hancur ketika Wina mengetahui bahwa Alana benar-benar membalas perbuatannya, persis seperti apa yang telah Wina lakukan dahulu pada Alana saat itu.