Alana terus berceloteh, sementara Adyatma duduk di samping ranjangnya seraya menyandarkan punggung. Adyatma mendengarkan semua cerita yang dikeluarkan oleh mulut wanita itu. Bahkan bukan hanya mendengarkan, matanya pun menatap lekat wajah wanita itu. Alana tidak bercerita dengan emosi yang terpatri jelas di wajahnya, tetapi sudut bibir wanita itu sesekali terangkat dan membuat Adyatma ikut tersenyum melihatnya.
Cerita yang dilontarkan oleh Alana sesungguhnya membuat pikiran Adyatma bertanya-tanya. Bukan mengenai kematian ibu wanita itu, tetapi mengenai seorang anak laki-laki seusianya yang dia temui di pemakaman. Saat dia mengatakan bahwa dia dapat menangis ketika semua orang termasuk ayahnya pergi meninggalkan makam, saat itu pula Adyatma merasa tidak asing dengan kejadian itu. Entah mengapa, kejadian itu seperti dejavu untuknya.
