Fahry duduk di samping Naina, hal itu di karenakan tempat duduk yang kosong berada di samping Naina.
Naina menunduk tanpa memandang ke arah Fahry.
Sebenarnya Naina merasa risih dengan keberadaan Fahry.
Namun, apa daya semua tempat duduk tidak ada yang kosong sehingga terpaksa ia berbagai tempat duduk dengan Fahry.
Sungguh bagaikan mimpi buruk yang ia dapat, batin Naina.
Sedangkan Raisa yang salah tingkah dengan keberadaan Fahry, tangannya menjadi bergetar.
Seperti orang lanjut usia yang sedang tremor.
Raisa tak bisa mengendalikan dirinya sama sekali.
Rembulan tengah bersinar di hadapannya, menerangi seluruh ruang kantin yang sedang ramai dengan suara mahasiswa serta mahasiswi yang sedang berbincang.
Entah mereka juga memperbincangkan tentang Fahry, sepertinya.
Keadaan menjadi tak terkendali, ketiga sahabat yang mulanya berbincang hangat kini menjadi diam membisu.
Seperti kehabisan kata kata untuk diungkapkan ataukah mereka canggung untuk berbicara di depan dosen muda itu?.
Entahlah, yang jelas mereka semua menjadi diam seribu bahasa.
"Ehemm..". Suara Fahry yang sengaja berdehem untuk memecah keheningan diantara Naina, Raisa dan Merve.
Sontak saja deheman dari Fahry itu membuat ketiga sahabat tersebut menoleh ke arah Fahry seketika.
"Kenapa kok jadi diam ketika saya duduk disini?".
"Bukankah tadi, saya memperhatikan kalian sedang asyik mengobrol dan becanda bersama?". Tanya Fahry sembari mendekatkan jus yang ia pesan dari ibu Sarita tadi.
"Tidak apa-apa, Pak". Jawab Naina dengan singkat serta di sertai senyuman tipis.
Senyuman yang agak terpaksa sepertinya.
Namun, Naina tetap berusaha untuk menyembunyikan rasa ketidaksukaan dirinya pada Fahry.
Ia tetap menghormati Fahry sebagai dosennya.
"Saya mohon ijin pak, saya duluan, saya ingin pergi ke perpustakaan mencari buku". Kata Naina pada dosen muda yang sedang duduk di sebelah kursinya.
"Sekalian saya mau mengajak Merve, supaya ia tau dan mengenal ruangan di kampus kita". Ujar Naina menambahkan.
"Lo, aku melu to". (Lo, aku ikut dong). Cerocos Raisa pada Naina.
Naina mengedipkan mata pada Raisa, sebagai isyarat jika hal tersebut adalah tak tik atau strategi Naina untuk mendekatkan mereka berdua.
Raisa langsung memahami kode dari Naina.
"Aku buru-buru, sedangkan kamu belum selesai makan". Tukas Naina mencari alasan agar sahabatnya itu tak ikut pergi perpustakaan bersamanya dan Merve.
"Saya duluan ya". Pamit Naina pada Fahry dan Raisa yang sedang makan.
"Let's go!". (Ayo). Kata Naina menarik Merve untuk pergi bersamanya.
Suasana menjadi hening ketika Naina dan Merve meninggalkan Raisa berdua bersama Fahry.
Mungkin ini kesempatan untuk Raisa agar semakin dekat dengan pujaan hatinya.
Namun, ketegangan dirinya tak bisa ia kontrol.
Keringat nya bercucuran, badannya bergetar, bibirnya kelu sehingga tak bisa berucap satu katapun.
Sudah ia coba untuk berbicara, hasilnya ucapannya seperti anak anak yang sedang belajar berbicara. Bisa di bilang ucapannya menjadi kikuk.
"Sa..saya".Ucap Raisa yang tak bisa meneruskan omongannya.
"Apa yang terjadi dengan teman Naina?". Batin dosen lulusan universitas ternama di Singapura itu.
Fahry pun berpikir, ia ingin mengorek tentang kehidupan Naina, seorang wanita yang bak rembulan yang memancarkan sinar lembut. Tak bisa ia melupakan senyuman Naina yang begitu melekat di benaknya 3 hari yang lalu.
Tetapi sebenarnya Naina tidak tersenyum kepada Fahry, seorang dosen muda itu.
Naina tersenyum kepada ibu Nisma, dosen wanita muda yang umurnya tak jauh beda dengan Fahry.
Namun demikian hal itu tetap membuat hati Fahry berbunga bunga.
Momen langka melihat senyum gadis 19 tahun itu.
Naina memang sangat jarang tersenyum kepada orang bahkan memang ia terkesan cuek dan acuh pada teman temannya.
"Ngomong-ngomong kamu sudah berapa lama berteman dengan Naina?". Tanya Fahry membuka pertanyaan pada Raisa yang sedang memegang tisu untuk mengelap keringat di wajahnya.
Raisa merasa senang, walaupun Fahry tak menanyakan dirinya.
Mungkin hari ini bertanya tentang Naina, besok kalau sudah akrab dengan Raisa, ia akan menanyakan tentang Raisa.
Memang pendekatan butuh proses, tak segampang membalikkan tangan.
Pikir Raisa saat itu.
"Emm..su..sudah berapa tahun lalu pak, mungkin sudah cukup lama". Jelas Raisa pada Fahry.
Untungnya kali ini Raisa merangkai kata dengan baik, meskipun sedikit kikuk.
Fahry pun berpikir untuk mendekati Naina melalu sahabatnya yaitu Raisa.
Mungkin hal ini akan berhasil, pikirnya.
Sudahlah pasti sahabat Naina mengetahui segala sesuatu tentang kehidupan Naina dari masalah A sampai Z, batin Fahry.
"Apa kamu juga mengenal orang tua Naina?". Fahry bertanya pada Raisa.
"Tentu saja, saya kenal keluarga Naina dengan baik, ibunya, ayahnya, kakaknya saya kenal semua". Cerocos Raisa kali ini dengan lancar.
Tepat sasaran, memang Raisa adalah sumber informasi untuk mendapatkan info tentang Naina.
Sungguh beruntung hari ini Fahry bertemu dengan Raisa, wanita anggun nan manis.
"Bagus sekali, berarti akrab sekali dengan Naina". Ujar Fahry menyimpulkan.
"Betul, pak". Jawab Raisa singkat.
"Saya ada satu lagi pertanyaan". Tambah Fahry yang ingin melontarkan pertanyaan pada Raisa.
"Silahkan, Pak!". Jawab Raisa mengiyakan permintaan Fahry.
"Apa sifat Naina memang selalu cuek ke semua orang?". Menatap Raisa yang sedang memainkan sedotan dan meminum minuman yang ia pesan tadi saat bersama Raisa dan Merve
"Bapak suka dengan Naina?". Celetuk Raisa yang keheranan ketika Dosen muda nan tampan itu menanyakan tentang kehidupan Naina secara detail kepada dirinya.
Fahry terdiam, jika ia mengatakan yang sebenarnya, mungkin saja Raisa akan mengadukan semuanya kepada Naina.
Sungguh hal yang kurang bagus jikalau Raisa mengadukan segalanya.
Tentu saja Naina akan menghindar dan menjauhi Fahry.
Hal itu tak diinginkan oleh Fahry karena Fahry sangat tergila gila dengan Naina.
Terpaksa kali ini ia harus berbohong demi usahanya untuk mendekati gadis berparas lembut yang terkenal cuek itu.
"Kenapa kamu berpikir begitu? tentu saja tidak, tidak mungkin saya menyukai Naina". Ujar Fahry.
"Sedangkan Naina terlalu muda untuk saya jadikan pasangan". Tambahnya meyakinkan Raisa.
"Jadi misalkan ada gadis berusia dibawah 20 tahun, bapak tidak menerimanya?". Raisa menatap wajah Fahry yang terlihat sangat hangat nan lembut itu.
"Ada banyak wanita yang menyukai saya, bukannya saya tidak menerima gadis dibawah usia 20 tahun, karena kalau sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, saya sendiri pun tak bisa menolaknya". Jelasnya.
Mendengar jawaban tersebut, hati Raisa menjadi lega.
Itu artinya ia masih mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam hati pak dosen tampan itu.
Senyum kebahagiaan Raisa tak bisa disembunyikan lagi.
Matanya berbinar binar. Ada cinta dan harapan di matanya.
Kali ini ia bertekad dan berusaha untuk mendekati Fahry.
Lampu hijau sudah menyala, hanya saja untuk saat ini Raisa berinisiatif untuk berteman dengan Fahry.
Agar ia bisa berada dekat dekat dengan pujaan hatinya itu.
Mawar merah sudah merekah.
Karena sang mentari telah menyinarinya.
Terlihat indah nan mempesona.
Kupu kupu pun menari bergembira.
Turut senang hatinya.
Melihat keindahan sang mawar.