Chereads / 4 Khulafaur Rosyidin / Chapter 126 - Masa Menjadi Kholifah

Chapter 126 - Masa Menjadi Kholifah

Perubahan politik

Selama menjadi gubernur, Sulaiman berkeyakinan bahwa alih-alih menumbuhkan kesetiaan, pemerintahan Al-Hajjaj justru menyuburkan rasa benci rakyat Iraq pada Umayyah. Hal ini menjadikan Sulaiman melucuti kedudukan banyak para pejabat provinsi yang ditunjuk Khalifah Al-Walid dan Al-Hajjaj pada tahun pertamanya menjadi khalifah.

Al-Hajjaj sendiri meninggal pada masa kekuasaan Al-Walid, tetapi keluarganya disiksa dan harta mereka disita atas perintah Sulaiman. Musa bin Nusair yang dipandang berupaya mendirikan dinastinya sendiri di Afrika Utara dan Al-Andalus kemudian diberhentikan dan menghabiskan masa pensiun di Madinah. Putra Musa, 'Abdul 'Aziz bin Musa, dibunuh dan kepalanya dikirim kepada Sulaiman saat Musa bin Nusair juga ada di sana. Sebagian pendapat menyatakan bahwa Sulaiman yang memberi perintah atas hal tersebut, tetapi Ibnu Khaldun berpendapat bahwa perintah itu dari Habib bin Abu 'Ubaidah, keturunan bangsawan Arab di Kairouan. Beberapa hal yang ditengarai menjadi penyebab peristiwa tersebut adalah 'Abdul 'Aziz bin Musa dikatakan telah menjadi Kristen lantaran terpengaruh istrinya, Permaisuri Egilona, janda Raja Roderikus, meski sangat mungkin bahwa kabar tersebut disebarkan oleh lawan politiknya. Atas desakan Qutaibah, Sulaiman mempertahankan kedudukannya sebagai Gubernur Khurasan, tetapi Qutaibah sendiri kemudian dikudeta dan dibunuh pasukannya sendiri yang dipimpin Waki bin Abi Sud lantaran sang gubernur berusaha mengkhianati Sulaiman. Muhammad bin Qasim sendiri ditahan dan dihukum mati atas pengaruh Salih bin 'Abdurrahman, pejabat berpengaruh di kawasan Iraq, yang kerabatnya ditahan dan dihukum mati oleh Al-Hajjaj.

Sebagian sejarawan menyatakan bahwa masa kekuasaan Sulaiman merupakan kembalinya kekuatan politik kelompok Yamani, sebagian lain menyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda Sulaiman mengunggulkan satu kelompok atas lainnya. Sulaiman sendiri juga menjalin hubungan dekat dengan pasukan kelompok Qays di Mesopotamia Hulu.

Setelah melucuti kekuatan lawan-lawan politiknya, Sulaiman menempatkan orang-orang kepercayaannya menggantikan mereka. Yazid bin Muhallab ditetapkan sebagai Gubernur Iraq. Waki bin Abi Sud menyatakan dirinya sebagai Gubernur Khurasan sepeninggal Qutaibah dan Sulaiman mengakui kedudukannya, meski Sulaiman membatasi kekuasaannya hanya dalam urusan militer. Sepupu Sulaiman, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz yang dulu diberhentikan menjadi Gubernur Madinah oleh Al-Walid atas usulan Al-Hajjaj kemudian menjadi tangan kanan dan penasihat utama khalifah. Sulaiman sendiri kemudian memerintahkan pembebasan tahanan politik di kawasan Iran dan Iraq yang pada umumnya adalah pendukung ahlul bait.

Terdapat beberapa pendapat mengenai kebijakan Sulaiman ini. Sebagian menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan awal dari menurunnya kekuasaan Umayyah lantaran tokoh-tokoh yang diberhentikan ini merupakan sosok berpengaruh yang memberi sumbangsih materi besar atas kekhalifahan. Namun dalam sudut pandang lain, berbagai keputusan ini dipandang tepat lantaran perilaku keagamaan para pejabat baru yang lebih baik dan kebijakan mereka yang lebih akomodatif dengan suara rakyat. Hal ini membalikkan persepsi rakyat di berbagai kawasan untuk lebih menerima kekuasaan Umayyah.

Militer

Sebagaimana pendahulunya, Sulaiman mempertahankan kebijakan militer. Meski demikian, upaya perluasan wilayah kekhalifahan hampir terhenti lantaran perlawanan pasukan lokal yang lebih efektif dari sebelumnya. Namun sejarawan menyatakan bahwa ini bukanlah tanda mengendurnya semangat perluasan wilayah. Selama kampanye empat bulan pada 716/717, Yazid mengepalai pasukan berkekuatan 100.000 orang yang berasal dari garnisun Kufah, Basrah, Jibal, Khurasan, dan Syria, berhasil menaklukkan Kepangeranan Jurjan dan Thabaristan, keduanya berada di pantai selatan Laut Kaspia.

Perhatian utama Sulaiman terkait militer adalah perang dengan Romawi Timur yang saat itu dipimpin Kaisar Leo III, pendiri Wangsa Isaurian. Sulaiman menunjuk putranya, Dawud, untuk memimpin pasukan pada musim panas dan menundukkan Hisn al-Mar'a (Benteng Wanita) di dekat Malatya di kawasan Anatolia Timur/Armenia Barat. Setelah memimpin rombongan haji pada akhir 716, Sulaiman kembali ke Syria dan berkemah di Dabiq untuk memantau perang antara pihak Umayyah dan Romawi. Dia mengirim saudara tirinya, Maslamah, untuk mengepung Konstantinopel lewat darat dengan perintah untuk tetap di sana sampai penaklukan berhasil atau dipanggil khalifah untuk kembali. Sebelumnya pada awal 716, angkatan laut Umayyah di bawah pimpinan 'Umar bin Hubairah juga meluncurkan penyerangan ke Konstantinopel. Meski demikian, upaya penaklukan tersebut gagal dan pihak Romawi berhasil memukul mundur pasukan Umayyah pada awal musim panas 717.

Kebijakan lain

Di kancah domestik, dengan baik ia telah membangun Makkah untuk ziarah dan mengorganisasi pelaksanaan ibadah. Sulaiman dikenal untuk kemampuan pidatonya yang luar biasa, tetapi hukuman matinya pada ketiga jenderalnya menyuramkan reputasinya.

Dalam masalah pewarisan takhta, Sulaiman menunjuk putranya, Ayyub, sebagai putra mahkota. Namun Ayyub meninggal mendahului Sulaiman pada awal 717. Sulaiman kemudian berencana menunjuk putranya yang lain, Dawud, sebagai putra mahkota, tetapi Raja' bin Haiwah tidak sepakat dengan alasan bahwa Dawud sedang berperang di Konstantinopel dan tidak ada kejelasan mengenai kembalinya. Raja' mengusulkan agar mengangkat 'Umar bin 'Abdul 'Aziz sebagai pewaris sebab reputasi 'Umar sebagai salah satu dari yang bijaksana, cakap, dan saleh pada masa itu. Sulaiman menyepakati usulan tersebut. Namun demi menghindari perselisihan di dalam tubuh Umayyah antara pihak 'Umar bin 'Abdul 'Aziz dengan saudara-saudara Sulaiman, Sulaiman menetapkan saudaranya, Yazid, sebagai putra mahkota kedua.Sulaiman dikenal sebagai tokoh yang menghidupkan kembali kegiatan shalat di awal waktu, yang mana pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya yang mengakhirkan shalat. Dia juga melarang adanya nyanyian dan musik.

Mangkat

Sulaiman mangkat di Dabiq pada September 717. Menurut laporan, Sulaiman jatuh sakit setelah shalat Jum'at dan meninggal beberapa hari kemudian. Anak-anaknya tetap tinggal di Palestina dan menjalin hubungan dekat dengan kelompok Yamani.

Sebuah tantangan untuk menggambarkan secara tepat masa kekuasaan Sulaiman karena terbilang singkat, menjadikannya sebagai tokoh yang cenderung ambigu di mata sejarawan. Selain itu, peran Sulaiman sendiri cenderung kurang mendapat perhatian lantaran para sejarawan Muslim umumnya sangat menitikberatkan penerusnya, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz.