Sejarawan Muslim pada umumnya memandang Yazid sebagai salah satu khalifah yang tidak baik, utamanya di kalangan Syi'ah. Pembunuhan Husain di Karbala, penjarahan Madinah setelah Perang Al-Harrah, dan rusaknya Ka'bah pada pengepungan tahun 683 dipandang sebagai tanggung jawab dari Yazid. Secara kepribadian, Yazid juga dipandang buruk lantaran akhlak dan perilakunya yang tidak mencerminkan pemimpin umat Islam, seperti gemar mabuk, berburu, dan memelihara hewan seperti kera dan anjing.
Meski begitu, sejarawan Barat memberikan pandangan yang lebih positif terkait Yazid. Jullius Wellhausen menyatakan bahwa Yazid adalah pemimpin yang lunak yang hanya menggunakan kekerasan hanya bila merasa dibutuhkan. Dia juga bukan pemimpin zalim sebagaimana yang digambarkan tokoh-tokoh agama. Michael Jan de Goeje, orientalis Belanda, menyatakan bahwa Yazid adalah pecinta damai. Menurut G. R. Hawting, sejarawan Britania, dia melanjutkan kebijakan ayahnya terkait diplomasi, tetapi berbeda dengan Mu'awiyah, dia tidak berhasil memenangkan hati oposisi dengan hadiah dan suap. Menurut Bernard Lewis, Yazid adalah pemimpin yang cakap, tetapi dikritisi secara berlebihan oleh sejarawan Arab setelahnya.