(bahasa Arab:معركة النهروان) adalah perang pada masa kekhalifahan Imam Ali as yang meletus setelah perang Shiffin. Yang melatarbelakangi perang ini adalah peristiwa hakamiyah pada bulan Safar tahun 38 H. Pihak yang diperangi oleh Imam Ali as pada perang ini adalah sebuah kelompok yang dikenal dengan nama Mariqin atau Khawarij. Pada perang ini kelompok Khawarij menderita kekalahan dan dikatakan bahwa kurang dari 10 orang Khawarij yang berhasil melarikan diri dari medan peperangan, salah satunya adalah Ibnu Muljam, yang nantinya menjadi pembunuh Imam Ali.
Berdasarkan sebagian riwayat, kelompok Khawarij masih ada dalam barisan Imam Ali as ketika terjadi perang Jamal, setelah perang Shiffin dan sebelum peristiwa Hakamiyah. Kebanyakan riwayat menulis bahwa kemunculan kaum Khawarij setelah peristiwa Hakamiyah. Sebagian riwayat yang lain juga mencatat bahwa kemunculan kaum Khawarij setelah diadakan pemilihan Hakamiyah.
Setelah perang Shiffin, pasukan Muawiyah menancapkan Alquran pada tombak dan mengusulkan supaya kembali kepada Alquran. Selain mereka melawan Imam, kebanyakan mereka menginginkan hakamiyah. Adanya tanggungan kerugian moril dan kelelahan juga dari sisi lain adanya ikatan kesukuan dari sikap orang-orang yang berada dalam jajaran pasukan Imam yang hanya melihat persoalan dari sisi permukaannya saja sebagaimana orang-orang Arab Badui, menjadi faktor bagi pihak musuh untuk menentukan strategi jitu.
Sekelompok dari sahabat Imam Ali as yang semenjak awal melawan adanya hakamiyah, dinilai sebagai orang yang berbalik dari agama dan ragu dalam keimanannya. Sebagian setelah mencari pembenaran dengan mendasarkan dua ayat Alquran (QS. al-Maidah [5]: 44 dan QS. al-Hujurat [49]: 9) menginginkan perang dengan Muawiyah supaya dilanjutkan dan menganggap kafir jika menerima hakamiyah lalu harus tobat atasnya. Mereka menginginkan supaya bertobat dari kekafiran ini dan supaya melanggar syarat yang telah disepakati dengan Muawiyah. Imam tidak mau melanggar hakamiyah dan bersabda: Kita telah menyetujui sesuatu dan tidak mungkin melanggarnya.
Tentang hakamiyah, Imam Ali as juga bersabda: Sejak awal, aku menentang hakamiyah, setelah itu, karena desakan orang-orang, maka aku menerimanya, aku menyaratkan bahwa apabila mereka membuat hukum dengan Alquran, maka kami akan menaati hakamiyah mereka karena pada dasarnya, kami menerima hamakiyah Alquran, bukan hakamiyah masyarakat. selain itu, setelah mengumpulkan upeti, Imam memutuskan untuk melanjutkan peperangan dengan orang Syam. Setelah selesai perang Shiffin Imam Ali as kembali ke Kufah dan Muawiyah juga kembali ke Syam, para penentang hakamiyah memisahkan diri dari Imam Ali dan pergi ke Qaryah Harura di dekat Kufah. Dengan demikian, muncullah sekelompok orang dengan nama Khawarij.
Petinggi Khawarij
Harqus bin Zuhair Tamimi
Furuh bin Naufal Asy'ja'i
Abdullah bin Syajarah Salami
Hamzah bin Sinan Asadi
Abdullah bin Wahab al-Rasi
Sebagaimana diketahui, nama-nama orang itu bukan berasal dari orang-orang terkenal Irak. Sebaliknya, mereka berasal dari kabilah badui seperi Bakr bin Nofel dan Bani Tamim.
Pemberontakan Khawarij
Kaum Khawarij pada bulan Syawal tahun 37 H berkumpul di rumah Zaid bin Hushain dan memilih Abdullah bin Wahab al-Rasi sebagai pemimpin mereka. Dengan demikian, mereka dapat mengatur keadaan politik dan strategi militernya. Setelah peristiwa Hakamiyah, mereka tidak memperbolehkan diri tinggal di Kufah dan memutuskan hijrah ke Madain. Namun sebagian dari mereka menilai bahwa hijrah ke Madain bukan hal yang baik karena kehadiran Imam Ali as di sana, oleh karena itu, mereka memilih Nahrawan sebagai tempat hijrah bagi mereka. Pada hari-hari itu juga, ketika hasil hakamiyah sudah jelas, dan Ali as mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan mereka maka Imam Ali as mengajak pengikutnya untuk berperang melawan Muawiyah. Ia juga mengirimkan pesan kepada Khawarij dan mengajak mereka untuk hadir dalam perang namun mereka menolak ajakan Imam Ali as.
Khawarij sangat banyak berbuat dosa dan mereka telah membunuh orang-orang dalam jumlah yang tidak sedikit, diantaranya adalah Abdullah bin Khabab bin Arat yang merupakan ayahanda dari salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw. Mereka membunuh Abdullah bin Khabab bin Arat bersama dengan istrinya dengan cara yang sangat sadis. Kabar kejahatan Khawarij sampai ke telinga Imam Ali as. Oleh karena itu, beliau mengerahkan pasukannya dari perkemahan yang sebelumnya berperang melawan Muawiyah menuju Nahrawan.
Perang
Protes keras yang dilakukan oleh kelompok Khawarij terus berlanjut hingga enam bulan setelah perang Shiffin. Oleh karena itulah Imam Ali as mengirim Abdullah bin Abbas dan Sha'sha'ah bin Shauhan untuk berbicara dengan mereka. Mereka tidak mau menyerah kepada dua utusan Imam Ali tersebut dan tidak mau kembali. Setelah itu, Imam meminta mereka untuk menentukan 12 orang dan dari kelompok Imam Ali as juga memilih 12 orang untuk berunding.
Ali as juga menulis surat yang ditujukan kepada para pemimpin Khawarij dan mengajak mereka untuk kembali ke masyarakat, namun Abdullah bin Wahab justru mengingatkan peristiwa Shiffin dan menegaskan bahwa Ali as telah keluar dari agama sehingga harus bertaubat.
Kemudian Ali as berkali-kali melalui para sahabatnya seperti Qais bin Sa'ad dan Abu Ayub Anshari mengajak golongan Khawarij kembali, sambil memberi jaminan keamanan kepada mereka. Setelah merasa tidak lagi bermanfaat mengajak mereka untuk kembali, Imam Ali as menggerakkan pasukannya yang terdiri dari 14 ribu orang untuk menghadapi kaum Khawarij. Saat dua pasukan berhadapan, sekali lagi Ali menasehati mereka untuk kembali ke jalan yang benar. Imam Ali berpesan kepada pasukannya yang berjumlah 14 ribu orang untuk tidak memulai perang.
Jumlah Pasukan Khawarij
Menyusul tindakan Imam Ali yang sangat baik sebelum perang dengan tetap mengajak kaum Khawarij supaya kembali dan diberian kepda mereka jaminan keamanan, sejumlah kaum Khawarij memisahkan diri dari kelompok mereka seperti Furuh bin Nofel dan 500 orang lainnya.
Berdasarkan riwayat-riwayat sejarah, dari 4 ribu orang Khawarij, hanya tinggal 1.800 orang penunggang kuda dan 1.500 orang pejalan kaki yang tetap berperang melawan pasukan Imam Ali as.
Akhir Perang
Dengan dimulainya perang, dengan cepat pasukan Khawarij segera lumpuh hanya beberapa saat setelah perang dimulai. Banyak dari mereka yang terbunuh dan terluka-luka. Jumlah kaum Khawarij yang terluka sebanyak 400 orang dan diserahkan kepada keluarganya masing-masing dan di pihak Imam Ali as jumlah prajurit yang gugur kurang dari 10 orang. Dari semua pasukan kelompok Khawarij yang hadir di Nahrawan, tidak ada yang tersisa kecuali kurang dari 10 orang yang berhasil melarikan lari dari medan perang, salah satunya adalah Abdurahman bin Muljan Muradi yang di masa kemudian merupakan pembunuh Imam Ali as.