Angin berhembus dari sebelah barat, menerpa pepohonan yang menjulang tinggi, sautan sautan burung mengiringi angin pagi yang dingin, ayam berkokok dari kampung kampung, menyambut datangnya pagi.
suasana pedesaan tak akan ada yang bisa menggantikannya, ibaratkan surga dunia, sejuk, damai, ramah, tentram, seperti selogan Jawa barat.
gemah ripah repeh rapih, itu yang mememang kenyataannya di desa kami.
Tepat pukul jam 07.30 bapa Aep teriak dari ruangan tengah, memanggil anaknya Riki yang belum juga beranjak bangun dari tempat tidurnya,
sebelum di lanjut kita kenalan dulu, okh penulis adalah tokoh utama di novel ini, jadi novel ini tidak memiliki, atau bersifat bohong, ini real dari kisah nyata seorang penulis.
kenalkan nama penulis Riki Hidayatullah bisa di panggil Aiki, sekarang berusia lebih dari 20 tahunan hahah, ups ma'af suka keceplosan kalo ketawa.
saya anak ke dua dari dua bersaudara, dengan ayah bernama Aep dan Ibu bernama Een, kami keturunan yang bisa di bilang sederhana, untuk jajan dan kebutuhan lainnya bisa cukup lah. dan itu kan yang di harapkan orang lain juga, hidup sederhana tetapi semua kebutuhan hidupnya terpenuhi. yayayaya
kecilnya Riki Hidayatullah adalah seorang yang pendiam, tak mudah untuk akrab dengan orang lain, selalu tidak memiliki rasa percaya diri dalam dirinya,
sangatlah malang kecilnya Riki, di badingkan dengan orang lain, tak sehebat, tak secerdas mereka diluarsana.
dari kecil dia tidak suka kumpul rame rame, atau pun datang ke tempat bising, paling dia tidak suka. ego yang keras dalam dirinya, membuat mereka (teman temannya) canggung untuk mendekatinya.
dia dilahirkan dari ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan terkadang bekerja kesawah untuk membantu penghasilan sang ayah, dan ayah sebagai tukang ojek.
sejak masuk SD Riki Hidayatullah seperti anak anak biasanya, tetapi yah begituh selalu direndahkan, di remehkan, karna diantara teman temannya Riki paling muda usianya.
setiap hari dia berangkat ke sekolah, bersama Dani dan Jenal. sebagai teman dan sekaligus keluarga dari orang tuanya.
dengan Kaka yang sangat baik, Kaka yang selalu mengalah, atas semua kemauan adeknya, bisa di bilang wajar di usia 6 tahun, dia sangatlah polos, bandel dan belum tau yang namanya apa apa, yang dia tau hanya makan, jajan dan main.
itu yang setiap hari Riki lakukan, "ikiiii waktunya belajar sekarang" Ucap Ibu keras, disuruh belajar, malah lari lari, kesana kemari, bandel emang. dan ada saatnya dimana ibunya Riki meneteskan air mata Karana Riki yang kelewatan bandel.
sikaka yang baru pulang dari pesantren melihat kejadian itu, " Astagfirullah, ya allah kuat kan lah ibu ku, menghadapi iki" dalam hati sang Kaka merasa iba, dan mulai mengajari cara bersikap yang baik terhadap orang tua, "ki, janganlah kamu bersikap seperti itu terhadap ibu," ucapan Kaka lemah lembut membujuk iki.
iki terdiam tanpa kata kata, "kasihan ibu dan ayah, amat besar dosa yang kamu perbuat terhadap mereka, jika terus terusan kamu bersikap seperti itu ki, mau jadi apa kamu besar nanti? jika di suruh belajar kamu seperti itu" pepatah sangkaka.
dari situ mulai sedikit demi sedikit kebiasaan buruk yang Riki punya mulai meng hilang, "tak sia-sia kita memasukan si Kaka ke pesantren pah" ucap Ibu penuh haru, bangga melihat anaknya.
setelah beberapa tahun berlalu, seiring berjalananya waktu, Riki mulai membandel lagi setelah melihat teman temannya di sekolah, hampir semua punya hape, "hape aku baru beli tadi malam, bagus bisa buka video bisa poto" ucap teman di sekolah iki. " nih aku juga baru di beliin hape hadiah ulang tahun tadi pagi" ujar temannya lagi.
Riki mendengar dan melihat teman temannya punya hape, ingin sekali mempunyai sebuah hape, sepulang sekolah riki langsung meminta kepada orang tuanya.
" bu?" ujar Riki kepada ibu,
"iya ki ada apa" ibu menjawab sembari memrapihkan peralatan dapur.
dengan perasaan takut "iki mau sesuatu boleh?" gemetaran.
" sesuatu apa ki?, Iyah asal jangan yang engga engga" jawab ibu melihat iki.
"ibu tadi di sekolah aku lihat teman teman aku semua punya hape, cuman aku yang belum punya hape bu" ucap iki mendekat ke ibu.
"hemm ya Allah, iki" menghadap iki, "uang dari mana ibu bisa belikan kamu hape?, tau sendiri ibu gak kerja" jawab ibu.
"yah ibu" menghelakan napas kecewa "pokonnya bu aku mau di beliin hape" ucap iki sembari pergi ke kamar.
ibu yang melihat anaknya berubah lagih merasa sakit, bukan karna tidak mau membelikan iki hape, tapi dengan ke adaan keluarga yang pas pasan.
selepas ayah pulang mengojek, ibu menceritakan kemauan anaknya tadi siang, mereka berunding supaya bisa mengabulkannya, "ibu, uang sih ada, tapi kalo di belikan ke hape tak bakalan bertambah ini kan modal kita juga." ucap ayah.
"terus gimana pah" saut ibu bingung.
" kita belikan Dulu dia domba aja, supaya bisa bertambah juga kan, sambil nunggu waktunya dia dewasa dulu". ucap ayah.
ibu menyanggupi dan menceritakan ke iki. "ibu dan ayah akan belikan kamu hape, asal kamu pelihara domba dulu, setelah kamu pelihara domba, kamu bisa beli hape." ucap Ibu. iki menyanggupi karna iki ingin sekali memiliki sebuah hape.
setelah setahun lebih, Riki terus memelihara domba, yang di pelihara dari satu domba sampe mempunyai 4 domba. dari situ Riki mulai lagi ingin mempunyai hape.
"yah aku udah pelihara domba 1 tahun 5 bulan dan juga dombanya udah bertambah, aku sekarang mau hape yah" ucap iki kekeh.
"eh tunggu dulu, kamu beli hape itu untuk apa? kamu tuh masih belum waktunya." jawab ayah.
"Iyah ki, nanti aja beli hapenya setelah kamu udah beranjak dewasa" ujar ibu dari arah dapur.
"ayah bohong ibu bohong, kan dulu ibu bilang, pelihara domba dulu baru aku bisa beli hape, sekarang aku udah pelihara domba, kata ibu tunggu aku dewasa dulu! aku maunya sekarang ibu!" ucap iki dengan nada keras.
"kalo gitu aku sembelih aja domba domba itu, percuma aku pelihara, keinginan aku tidak diturutin" ucap iki mengabil golok, dan pergi ke tempat dombanya.
dengan sipat bawaan Riki keras, nekat dan hampir saja menyembelih hewan peliharaannya, untung ada pamannya yang melihat kejadian itu, di hadang dan di bujuk supaya tidak nekat seperti itu.
ibu dan ayah baru tau senekat itu sipat anaknya, yang kelihatan lemah, pendiam, tetapi kalo dia marah huhh serem.
sekilas masa kecil Riki Hidayatullah yang buruk akan sikap keras terhadap orang tuanya. tak patut kita contoh sipat seperti Riki, karna kita tau, dengan kita mengucapkan "aah" kepada ibu dan ayah, maka tuhan akan marah besar.
penulis adalah orang yang ada dalam cerita tersebut, sangat lah menyesal karna telah memiliki sipat, sikap kurang baik terhadap orang tua, jadi jangan lah kalian para pembaca memperlakukan kedua orang tua kalian dengan tidak baik. ridonya Allah adalah ridonya orang tua kalian. bersikap baiklah terhadap orang tua, karna surga ada di rido orang tua kalian.