Chereads / Our Mistake / Chapter 13 - Wanita Liar

Chapter 13 - Wanita Liar

"Apa kau yakin kalau informasi ini tak diragukan?" Adrian menutup amplop coklat itu sambil melirik ke arah asisten pribadinya dengan kening yang berkerut.

Frans mengangguk cepat. "Tentu saja. Aku sudah mengeceknya dan wanita itu memang sudah menikah."

Adrian diam beberapa saat setelah mendengar penuturan Frans. "Jika wanita itu sudah menikah, lalu kenapa dia bersikap sangat liar bahkan sampai menarikku ke dalam kamar?" gumam Adrian lirih hampir tak terdengar.

"APA?!"

Adrian menutup telinganya saat mendengar teriakkan Frans. Dia langsung menoleh dengan tatapan tajam bak sebilah pedang. "Berisik, bodoh!"

Frans tak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya. "Jadi wanita itu telah memperkosa dirimu?"

Adrian melotot. Bagaimana bisa dia memiliki asisten yang begitu bodoh?!

"Apa otakmu itu tidak waras, hah?! Bagaimana mungkin aku diperkosa oleh seorang wanita!" sentak Adrian dengan leher yang tegang. Ya, meski tebakan asisten pribadinya itu tak sepenuhnya salah. Namun tuduhan gila itu membuatnya merinding. Diperkosa, katanya?

Adrian tidak ingin membenarkan tebakan Frans. Namun wanita itu memang benar-benar menariknya ke dalam kamar selalu bersikap begitu liar di atas ranjang hingga membuatnya cukup kewalahan. Entah mengapa, mengingat kejadian panas malam itu kembali membuat dadanya berdesir.

Adrian melirik dengan malas. "Hah, aku ingin bertanya dengan serius."

Frans mengernyitkan keningnya seolah memberikan kode 'apa?'.

Adrian memangku dagu dengan kedua tangannya. "Alasan apakah bagi seorang wanita yang melakukan one night stand bersama pria asing padahal dia sudah menikah?"

Frans tersentak kaget. Namun sebisa mungkin dia menyembunyikan keterkejutan itu. Dia diam beberapa detik sambil menimbang jawaban yang tepat untuk pertanyaan dari Adrian.

"Mungkin itu tidak disengaja,"

Adrian tampak berpikir, lalu kembali menoleh. "Beri aku alasan yang lebih rinci lagi. Karena ketidaksengajaan seperti itu hanya terjadi di dalam novel."

Frans menghela napas panjang. Adrian benar juga, hal itu biasanya terjadi di dalam novel atau drama romantis yang membosankan. " ... atau mungkin karena dia tidak puas dengan suaminya?"

Adrian tersentak. Dia ingin menyangkal tapi ingatan tentang betapa liarnya wanita itu ketika di atas ranjang membuatnya terdiam. "Hah, itu mungkin saja karena dia begitu liar di atas ranjang."

Frans diam membisu setelah mendengar penuturan sahabatnya itu. Adrian bahkan tidak suka untuk melirik pada para wanita yang seringkali mencoba mencari perhatian darinya. Meski para gadis itu merengek dengan suara manja sekalipun tetap tidak bisa meluluhkan hati Adrian.

Frans menatap intens lawan bicaranya yang terlihat gelisah. "Bro, kau tidak diperkosa oleh wanita itu 'kan?"

Masa bodoh jika pertanyaan itu akan menyulut emosi Adrian. Satu hal yang pasti, Frans begitu penasaran.

Adrian melotot ke arah Frans. Dia menghembuskan napas dengan kasar sebelum kembali melirik dengan tatapan tajam. "Dia tidak memperkosaku, tapi dia membayarku." ujar Adrian. Sungguh dia malu harus mengatakan itu.

"APA?!"

"Ba-bagaimana bisa dia merendahkanmu seperti itu?" tanya Frans lagi. Sekarang dia tahu alasan mengapa pria yang terkenal dingin dan tidak berperasaan ini begitu menginginkan informasi tentang wanita asing itu.

Adrian menghela napas panjang. Dia menekuk kedua tangannya tepat di depan dada. Matanya menatap ke arah langit-langit ruangan. Wanita itu bukan hanya merendahkan tapi juga membuatnya penasaran.

"Frans,"

"Ya?"

"Aku ingin tahu lebih detail tentang wanita itu. Dimana dia tinggal, apa kegiatannya sehari-hari bahkan detail sekecil apapun jangan sampai ada yang terlewat."

Frans mengernyitkan dahi hingga kedua alisnya saling berkaitan satu sama lain. "Kau masih penasaran dengan wanita itu? Dia bahkan sudah menikah jadi--"

"Justru karena wanita liar itu sudah menikah, aku jauh lebih penasaran." Adrian memotong ucapan Frans.

Mendengar hal itu, Frans hanya bisa geleng-geleng kepala. Pikiran sahabatnya itu memang sangat sulit untuk ditebak. Memberi saran juga rasanya percuma karena hanya akan berakhir dengan ancaman.

"Jangan bertindak gila, Adrian. Bisa saja kok melakukan kesalahan karena terus mencari informasi tentangnya."

Frans tak bisa lagi menahan rasa khawatir yang mulai menghinggapi dalam hati. Bagaimanapun juga dia ia sangat paham dengan sifat Adrian.

Adrian melirik dengan malas. "Aku hanya ingin memastikan saja. Apakah wanita itu memang tanpa sengaja mengajakku untuk bercinta atau memang dia bosan dengan suaminya."

"Tapi itu bukan hal penting bukan?" seloroh Frans.

"Satu hal yang perlu kau ketahui, Frans. Ini urusanku jadi jangan banyak ikut campur."

***

Max berjalan menyusuri lorong mansion yang temaram. Malam ini dia tak bisa tidur seperti biasanya. Meski telah menggunakan berbagai cara agar bisa terlelap, nyatanya rasa kantuk tidak juga datang.

Dia masuk ke dalam ruang bawah tanah. Tempat di mana persediaan minuman kelas tinggi disimpan. Setelah memilih wine, dia langsung meraih gelas dan menuangkannya perlahan.

"Kau tidak bisa tidur lagi?"

Suara itu berhasil mengagetkan Max. Pria itu menoleh ke arah sumber suara. Sosok wanita baya berdiri tepat di ambang pintu sambil menyenderkan bahu.

"Ya, begitulah ..." sahut Max. Dia kembali sibuk menuangkan wine.

"Jangan terlalu sering meminumnya atau kau akan berakhir kecanduan."

Max terkekeh geli. "Ini jauh lebih baik dibandingkan kecanduan obat-obatan, Bu."

Aisha menghela napas panjang. Putranya ini memang sulit diatur. "Setidaknya jaga kesehatanmu sendiri. 'Mereka' pasti akan terus menunggu waktu yang tepat untuk membuatmu hancur apalagi dalam keadaan tubuh yang kurang sehat."

Max menghentikan kegiatannya yang tengah meneguk wine. Dia menatap ke arah langit-langit ruangan. "Meskipun begitu, aku masih punya Ibu." Dia tersenyum tipis. "Ibu tidak akan tinggal diam saat mereka berusaha untuk menghancurkan diriku, bukan?"

Aisha menghela napas berat. Dia menatap intens putranya itu. "Ingatlah satu hal bahwa ibumu ini tidak akan selalu berada di sampingmu, Max."

"Kau juga harus berjuang sendiri tanpa bantuan orang lain karena bagaimanapun juga orang-orang yang sekarang berada di dalam genggaman bisa saja berbalik untuk menghianatimu."

Max hanya bisa membeku. Ibunya benar, dia tak bisa terus percaya pada semua orang. Mereka bisa saja berubah pikiran kapanpun dan itu tak boleh dibiarkan.

Hanya sejengkal lagi menuju penobatan pewaris keluarga Adhitama. Max tidak akan menyerah begitu saja. Semua yang dia dapatkan sekarang merupakan hasil dari perjuangan yang cukup menyakitkan bahkan sampai mengkhianati saudaranya sendiri.

"Tapi si brengsek itu datang lagi. Ibu tau sendiri wataknya yang memuakkan. Ayah bahkan selalu membelanya meski anaknya yang bodoh itu telah menjadi mantan narapidana sekalipun. Memalukkan!"

Max benci kehadiran adik tirinya. Adrian merupakan saingan yang paling berat karena bagaimanapun juga darah keluarga Adhitama mengalir di tubuhnya. Bukan ilusi jika sang ayah bisa saja membalikkan keadaan dan menjadikan adik tirinya itu sebagai pewaris utama.

Aisha tersenyum tipis. Senyuman itu justru terlihat sinis. "Dia tak perlu dikhawatirkan. Bukankah kau sendiri juga tau kalau dia ada di dalam genggaman Ibu?"