Setelah lama menunggu, akhirnya seorang suster keluar dari ruangan tersebut.
"Silahkan, Nona. Dokter ingin bertemu dengan anda," kata suster itu pada Vanesa.
Suster itu membuka pintunya lebar dan mempersilahkan Vanesa masuk karena dokter sudah menunggunya di dalam ruangan.
"Selamat siang, dokter," sapa Vanesa ramah setelah memasuki ruangan tersebut. Terlihat dokter tampan yang sedang tersenyum ketika Vanesa memasuki ruangannya.
"Mari! silahkan duduk, Nona."
Dokter itu berdiri menyambut Vanesa dan mempersilahkannya duduk.
Vanesa segera menjatuhkan dirinya di kursi di depan meja sang dokter. "Bagaimana keadaannya, Dok? Apakah ada sesuatu yang gawat, sehingga dokter menyuruh saya masuk kesini?" Tanya Vanesa. Ia penasaran. Pikirannya berkecamuk kemana-mana memikirkan keadaan pria yang dia juga tidak tau identitasnya.
Belum sempat dokter itu menjawab, Vanesa segera memberondongnya dengan pertanyaan susulan. "Apakah dia meninggal, Dok? Ya Tuhan, Dok. Bukan saya pelakunya, Dok!! Saya hanya kebetulan lewat dan melihat mas nya sudah jatuh karena menabrak trotoar, makanya saya menolongnya," urai Vanesa dengan nada ketakutan. Ia tak ingin jika dia di bawa ke kantor polisi dengan tuduhan tabrak lari yang sebenarnya bukan dia pelakunya.
Dokter itu tertawa mendengar raungan ketakutan Vanesa.
"Kamu kenapa berpikiran seperti itu, Nona?" tanya dokter tampan dan matang itu.
"Saya takut jadi korban salah tangkap, Dok. Karena bukan saya pelakunya. Saya hanya menolongnya," tandas Vanesa meyakinkan.
Dokter itu mengangguk dan masih saja melempar senyum manisnya. "Iya, saya percaya. Saya memanggil Nona kesini adalah untuk menyampaikan berita baik untuk Nona tentang bagaimana kondisi dari pria itu. Jika pria yang Nona tolong tadi kondisinya sudah kembali stabil. Hanya tinggal menunggu dia siuman saja dari obat bius yang baru saja saya berikan," ucap dokter itu menjelaskan.
Vanesa tersenyum lega saat mendengar berita bahagia ini. Dia tak lupa bersyukur karena keajaiban yang di berikan pada pria itu.
"Syukurlah dok jika dia selamat. Semoga dia cepat sembuh dan pulih kembali," harap Vanesa dengan senyum lebarnya. Wajahnya merona bahagia.
"Iya, Nona. Dan untungnya Mas nya segera di bawa kemari dan mendapatkan pertolongan, karena jika terlambat sedikit saja bisa fatal akibatnya. Pendarahan di kepalanya juga sudah berhenti. Pasien hanya butuh banyak istirahat agar cepat kembali pulih," kata dokter menjelaskan.
Vanesa kembali bernapas lega setelah mendengar penjelasan dari dokter yang menangani pria tersebut. Dia sangat bersyukur jika pria itu bisa di selamatkan dengan cepat. Jika terlambat sebentar saja, entah bagaimana nasibnya sekarang.
"Baiklah, dok. Jika tidak ada yang ingin di sampaikan lagi, saya mohon undur diri. Karena saya harus menunggu teman saya di luar," ucap Vanesa sopan.
"Oh! silahkan, Nona. Dan tolong di sampaikan kepada keluarga korban bila nona bertemu dengan mereka nantinya.
"Baik, dok."
Segera Vanesa berdiri, dan menganggukkan kepalanya sopan pada dokter itu. Saat dia sudah berada di luar, ternyata Mila sudah datang dan menunggunya dengan wajah cemas.
"Mila!!"
Mila menoleh ke arah sumber suara. Dan ternyata Vanesa yang baru keluar dari ruangan dokter. Mila lantas berdiri dan menghampiri Vanesa.
"Kamu gak apa-apa kan, Van?" Mila memeluk Vanesa erat, takut terjadi sesuatu dengan sahabatnya itu.
Vanesa menggeleng, "aku sehat, Mila." Vanesa kemudian melepas pelukan mereka.
Mila meneliti dari atas kepala hingga ujung kakinya, tapi tiba-tiba mata Mila membulat sempurna ketika melihat baju Vanesa yang penuh dengan noda darah.
"Van, kamu berdarah, Van? Ya Tuhan!!!" Mila menutup mulutnya tak percaya. Matanya berkaca-kaca melihat kondisi Vanesa yang memprihatinkan.
Vanesa tertawa melihat Mila yang panik itu, "Aku tidak apa-apa, La. Ini hanya darah orang yang tadi aku tolong, bukan darah aku," jawab Vanesa seraya tersenyum melihat kekhawatiran teman rasa saudara yang ia miliki di Jakarta itu.
Meskipun Mila orangnya cerewet dan menyebalkan, tetapi ia adalah saudara dan teman yang sangat baik dan peduli kepadanya. Sehingga diabtidak bisa berpisah jauh dengan Mila.
Vanesa dan Mila kembali duduk di kursi ruang tunggu rumah sakit, untuk menunggu keluarga pria itu sebelum kembali ke tempat kerjanya. Karena demi apa, dia takut jika bosnya akan marah karena dia bolos kerja tanpa izin.
Tak berselang lama, terlihat seorang wanita paruh baya yang cantik datang tergopoh-gopoh. Diikuti seorang bapak-bapak yang memakai jas formal dan tampak sangat rapi. Tapi wajahnya nampak sangat khawatir.
Setelah mengetahui di mana anaknya di rawat, mereka segera berjalan cepat menuju ke arah Vanesa dan Mila.
Saat tiba tepat di depan kedua gadis itu, wanita itu memandang heran ke arah Vanesa yang terdapat noda darah.
Vanesa yang merasa di perhatikan pun mengikuti kemana arah pandangan wanita itu. Dan bermuara pada kaos yang dia kenakan.
"Kamu siapa, Nak?" tanya wanita itu. Matanya masih menatap lekat pada Vanesa.
"Saya Vanesa, Tante." jawab Vanesa.
"Saya Anggi, Mamanya Ruben. Dan itu papa Ruben, Regi Mahardika," ucap Anggi memperkenalkan. "Apakah kamu yang menolong anak saya, Nak?"
Vanesa mengangguk ragu. Wanita itu pun langsung berhambur memeluk Vanesa dengan tangis yang menyesakkan dada. "Terima kasih, Nak. Terima kasih. Jika tidak ada kamu, mau jadi apa anakku itu?"
Vanesa diam dan hanya menepuk punggung wanita parubaya itu. Setelah puas memeluk Vanesa, Anggi pun melepas pelukannya. "Dengan apa aku harus membalas kebaikanmu ini, Nak? Aku akan membayarnya dengan apapun sebagai balas budi atas kebaikan kamu."
Lekas Vanesa menggelengkan kepalanya, menolak. "Saya hanya kebetulan lewat, Tante. Dan sudah sepatutnya jika sesama manusia harus saling tolong menolong, kan? jadi saya ikhlas menolong anak Tante." Anggi pun kembali menghambur ke pelukan Vanesa. Tubuhnya terguncang, menangis haru seolah mengucapkan terima kasih karena telah menyelamatkan nyawa anaknya. "Bagaimana keadaannya, Nak? Apakah dia baik-baik saja?" tanya nya setelah mengurai pelukan.
Terlihat jelas sorot penuh ke khawatiran di sana. Air matanya luruh kembali membanjiri netra coklatnya.
"Kata dokter mas Ruben tidak apa-apa, Tante. Sekarang masih dalam masa pemulihan. Jadi belum bisa di jenguk." Anggi mengangguk lemah. Tapi ia sangat merasa lega ketika mendengar kabar jika anaknya baik-baik saja.
Kemudian wanita itu mendekat ke arah suaminya dengan perasaan lega.
Sang suami memeluknya memberikan kekuatan. Seolah mengatakan jika sang anak akan baik-baik saja.
"Mama berdoa saja semoga anak kita segera di berikan kesembuhan agar bisa berkumpul kembali dengan kita," ucapan sang suami tentu saja membuat hatinya sedikit lega. Setidaknya dia mempunyai pondasi kuat untuk tempatnya tersandar ketika mengalami musibah seperti ini.
Tak lama kemudian, Mila datang dengan kantong kresek di tangannya.
"Hai, lama ya menungguku?" narsis Mila. Tentu saja celetukan konyol Mila membuat suasana yang tadinya sendu, berubah lucu.
Anggi mendongak dan melepas pelukan Regi untuk menatap Mila.
"Eh, dia siapa, Van?" tanya Anggi seraya menunjuk Mila.
Vanesa menarik Mila mendekat dan memberi kode untuk memperkenalkan diri.
"Ah, iya, Tante. Saya Mila, Tante. Temannya Vanesa," jawab Mila dengan senyum di bibirnya.
Setelah memperkenalkan diri, Mila segera menarik Vanesa ke toilet untuk berganti pakaian. Saat sampai di toilet, "Nih, buat kamu. Cepat gih ganti baju. Bikin aku mual tau, ngga?!!" Mila menyerahkan kantong kresek itu lalu menggiringnya masuk ke dalam toilet.
Seraya menunggu Vanesa berganti pakaian, Mila membenahi riasan wajahnya yang mulai luntur itu.
Tak lama kemudian Vanesa keluar dari bilik pintu dengan kaos yang baru.
"Nah, gini kan enak di pandang. Tidak seperti tadi yang membuatku mual jika melihat darah," ucap Mila.
"Ih, dasar. Aku bayarnya kapan nih buat kaos ini? Nunggu bulan depan apa tidak kelamaan?" tanya Vanesa. karena dia merasa tidak enak dengan Mila yang sudah membelikannya kaos. Sedangkan dia tau sendiri jika keuangan Mila tidak jauh berbeda dari dirinya.
"Geratis buat gadis cantik, mah. Aku ikhlas."
"Eh, mana bisa begitu. Pasti aku ganti kog kalau di kasih bonus sama pak Ferdi."
"Jiahaha... Pasti dapat bonus jika kamu mau jadi pacar pak Ferdi, Vanesa!!"
Tangan Vanesa segera meluncur ke arah pinggang Mila dan memilinnya sehingga membuat Mila berteriak kesakitan. "Ampun, Vanesa!!!"