Bila malam
Malam minggu tiba
Anak muda
Mengatur rencana
Pacar yang mana
yang mana mana
Giliran jumpa
Bila malam
Malam minggu tiba
Anak muda
Mengatur rencana
Seorang gadis mungil yang menemani mamanya berbelanja sayuran berdendang ria sambil membantu memilah sayuran.
"Aduuuhhh... Neng, suka lagu dangdut ya?" celetuk sang penjual sayur yang berada di depannya. Sedangkan, Alena -mamanya- hanya menggelengkan kepala melihat tingkah putri abg-nya yang terus menyanyikan lagu dangdut.
Wakuncar, Waktu kunjung pacar
Wakuncar, Cari cari pacar
Wakuncar, Waktu kunjung pacar
Wakuncar, Cari cari pacar
"Saya gak suka lagu dangdut Mpok..." Viola nama gadis abg itu berhenti sejenak, sekedar untuk menjawab pertanyaan penjual sayur.
Wakuncar oh...
Wakuncar oh...
Wakuncar Oh o.. o..
"Lho... kalau gak suka kenapa nyanyi lagu dangdut?" sambung penjual sayur. Alena sama sekali tidak ikut campur atas tanya jawab antara penjual dan putrinya. Dirinya sibuk memilih sayur mayur yang akan dibeli olehnya.
Wakuncar oh...
Wakuncar oh...
Wakuncar Oh o.. o.. o..
"Terpaksa Mpok, buat hiburan... Vio paling bete kalau disuruh ikut Mama ke pasar. Jadi, buat ngurangin bete, mau gak mau Vio nyanyi deh..." jawab Viola jujur. Memang, dirinya tidak terlalu suka menemani Mamanya ke pasar. Dia sempat kesal melihat Mamanya yang sepertinya pilih kasih antara dirinya dengan Kakaknya bernama Anya. Kenapa? Karena mamanya selalu meminta Anya untuk menemaninya ke berbagai Mall yang ada di Jakarta, sedangkan dirinya? Selalu kebagian untuk menemani mamanya ke pasar tradisional. Dengan alasan, Viola sudah dewasa, jadi harus belajar ke pasar membeli sayur dan lauk pauk serta kebutuhan dapur lainnya. Dengan kata lain, Viola harus belajar memasak karena usianya yang sudah menginjak tujuh belas tahun.
"Ihhh... Ma, coba lihat deh kesana" sepasang mata Viola melihat sepasang sejoli dengan perbedaan umur yang sangat jauh memasuki area perbelanjaan yang tengah berjalan ke arah mereka.
"Apa sih Vi?" tanya Alena, sorot matanya mengikuti jari telunjuk Viola yang mengarah kepada sepasang sejoli disana.
"Ma... Ma... Cowonya tua benar ya? Liat deh... perempuannya seumuran Vio, Viola yakin 100% mereka itu pasangan lho Ma, bukan Papa dan anak..." kata Vio menggebu-gebu.
"Husshh... kamu itu, jangan ngawur Vi. Jangan gosip, mungkin saja mereka itu papa dan anak. Bukan seperti yang kamu perkirakan..."
"Tapi Ma -"
"Bukan gosip kok Bu, yang dikatakan neng ini memang benar. Mereka itu pasangan, mereka baru menikah satu bulan yang lalu. Perempuannya baru berusia tujuh belas tahun, putus sekolah dan menikah dengan pria itu. Kalau gak salah usia pria itu sekitaaaarrr... 35 tahun..." penjual sayur itu membenarkan tebakan Viola dan menceritakan sedikit tentang sepasang sejoli yang baru saja menikah satu bulan lalu.
Alena yang mendengar penjelasan itu hanya geleng-geleng kepala saja. Sebenarnya, Alena tahu bahwa sepasang sejoli itu baru saja menikah sebulan lalu. Tapi, dia pura-pura tidak tahu di depan Viola. Pasalnya, dia sangat tahu sifat putrinya itu SANGAT SUKA SEKALI GOSIP DAN LEBAY!!
'Mpok... Mpok... Saya juga tahu mereka baru menikah, tapi apa mpok gak tahu, kalau putri saya ini suka sekali ngegosip?' ucap Alena dalam hati.
"Tuh kan Ma... apa Vio bilang? Mama gak gaul ihhhh... malu-maluin saja deh..."
Cenat cenut...
Alena memijat pelan keningnya yang terasa pusing mendengar ocehan Viola yang tidak ada hentinya. "Aduuhhh Vi... kamu bisa diam gak sih? Kepala Mama pusing dengar oceha kamu..."
"Ihhhh... kalau Viola ma, ogah deh punya laki tua seperti itu. Amit-amit cabang bayi... Viola bayangin yah Ma, umur Viola segini nikah sama cowo tua seperti itu. Anaknya nanti seperti apa Ma? Pasti berkerut-kerut hahahaha" yaaahh... sepertinya, Viola sama sekali mengabaikan ucapan mamanya. Dia terus saja ngoceh ngalor kidul tidak jelas tentang sepasang sejoli itu, hingga sepasang sejoli itu hilang dari pandangan matanya. Namun, kini sorot mata itu menangkap sesuatu yang lain. Sesuatu yang menurutnya sangat menarik selain sepasang sejoli yang berbeda umur sangat jauh itu. sorot mata Viola menangkap sepasang pengamen yang tengah menyanyikan sebuah lagu di depan penjual ikan yang tidak jauh darinya. Tidak permisi ataupun pamitan kepada Alena, Viola langsung saja berjalan cepat hendak menghampiri pengamen tersebut. Namun, karena terburu-burunya dia berjalan... tanpa sengaja tubuhnya menabrak seorang pria yang bertubuh tegak jalan berlawanan arah dengannya.
Bruk!!
"Aduh!! Kalau jalan bisa pake mata gak sih Om?" gerutu Viola sembari menyapu lengan kirinya yang sempat tertubruk dengan pria yang lebih tua darinya.
"Pakai mata? Sejak kapan jalan pakai mata? Setau saya jalan itu pakai kaki, bukan pakai mata" kata pria tinggi tegak itu.
"Ya, itu maksud saya sama saja lah... kalau jalan pakai kaki dan juga mata Om" kesal Viola. Lalu mendengus "Jadi, Om harus minta maaf!!"
"Maaf ya bocah kecil, yang baru saja jalan terburu-buru itu siapa? Sampai-sampai gak melihat kanan kiri... Jadi, siapa yang menabrak siapa? Dan siapa yang harus minta maaf? Jelas-jelas kamu yang -"
"Iiiihhhh!! Siapa yang bocah kecil? Saya bukan bocah kecil!! Dengar ya Om, saya ini sudah tujuh belas tahun. TUJUH BELAS TAHUN!!" nada suara yang awalnya hanya berirama kesal perlahan-lahan namun pasti, gadis mungil itu menggertak karena tidak terima dirinya dia anggap masih bocah kecil.
"Dan... perlu Om ketahui juga, biarpun Om menganggap saya ini kecil!! Kecil-kecil begini, saya sudah bisa bikin anak lho..." entahlah, ada apa dengan gadis itu... berawal dari tubrukan yang tanpa sengaja karena keteledorannya, tanpa dipikirkan lagi, dia bicara ngalor ngidul tidak jelas yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan permasalahan awalnya. Hingga membuat pria yang ada dihadapannya hanya geleng-geleng kepala mendengar ucapan bocah kecil itu.
"Ya Tuhan... lihat Diaz, anak zaman sekarang... Ckckckckck benar-benar sudah salah pergaulan..." kata Pria itu sambil menoleh kesamping sebentar, melihat satu temannya yang menemani dirinya kepasar.
"APA?? MAKSUD OM APA? SAYA SALAH PERGAULAN GITU? DENGAR YA OM, SA -"
"Sudah... sudah... begini saja, gadis cantik... kami minta maaf ya. Memang tadi salah kami, kami tidak hati-hati jalan hingga nabrak kamu..." ujar Diaz berusaha menengahi kedua insan yang hampir saja meledak di kerumunan pasar. Sementara Alena, tidak menyadari keramaian yang telah di perbuat oleh putrinya. Dia terus saja sibuk ke sana kemari mencari lauk yang ingin dibelinya dan masih mengira bahwa Viola setia mengikuti dirinya berjalan di belakangnya.
"Nah... ini... baru namanya pria gentle, berani mengakui kesalahan. Iya kan Om ganteng...? Udah ya, saya lagi sibuk nih... bye Om..."
"Lho... lho... lho..." pria itu berusaha protes, tidak terima atas permintaan maaf temannya. Sedangkan Viola berjalan begitu saja penuh kemenangan.
"Sudahlah dil... Biarkan saja, kamu gak lihat disekitar kita? Gara-gara ulah kalian kita jadi bahan tontonan saat ini..." mendengar ucapan dari Diaz, secara reflek membuat pria bernama Fadil menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan kebenaran ucapan Diaz.
"Lebih baik kita mencari bahan-bahan dapur yang dipesan oleh Mbok Ijah saja, bukankah kita kesini untuk menggantikan Mbok Ijah yang sedang sakit?" Fadil menanggapi ucapan Diaz, seakan membenarkannya.
Kembali ke Viola, gadis mungil itu berjalan setengah cepat sambil berdendang mencari pengamen yang sedari tadi menjadi incarannya.
"Bang!!" teriak Viola saat sorot matanya menangkap sepasang pengamen yang tengah menyanyikan lagu di depan penjual es susu kacang. Namun, sepasang mengamen itu tidak menyadari bahwa gadis mungil itu berteriak memanggil dirinya. Mereka terus bernyanyi tanpa menghiraukan panggilan dari gadis yang tidak dikenalnya.
"Issshhh... sombong bener bang, dipanggil diam saja. Baru jadi pengamen saja udah sombong, apa lagi jadi penyanyi terkenal?" cerocos Viola panjang lebar setelah tiba di dekat mereka, hingga membuat sepasang pengamen itu terpaksa menghentikan kegiatannya yang tengah menyanyi dan menatap gadis abg yang tidak mereka kenal.
Sepasang pengamen itu saling pandang dan menaikkan kedua alisnya masing-masing seakan saling bertanya "siapa?" ujarnya tanpa suara, hanya gerakan bibir saja.
Tidak ada jawaban dari kedua pengamen itu, mereka mengendikkan bahu memberikan jawaban yang sama "gak tahu, gak kenal"
"Aduuuhhh... Aduuuhhh... Kenapa bengong begitu? Ayo nyanyi lagi, Vio ingin dengar suara kalian nyanyi" pintanya sambil membuka kedua telapak tangannya dan menganyunkannya ke atas seakan memberi kode kepada mereka hntuk bernyanyi.
Mau tidak mau, dua pengamen itu mulai kembali menyanyikan lagu bermodalkan gitar kecil dan kecrekan.
Viola manggut-manggut perlahan seraya menikmati lagu yang tengah disajikan oleh pengamen. Lalu beberapa detik kemudian dia menggeleng-gelengkan kepala dengan menjepit dagunya. Layaknya seorang guru musik yang tengah memperhatikan anak didiknya bermain musik.
"STOP!! STOP!! STOP!!" perintah Viola mengangkat kedua tangannya ke udara.
"Lagu apa itu? Apa seperti ini cara kalian bernyanyi??" kedua pengamen itu saling pandang, heran. Pasalnya, baru kali ini ada yang berkomentar soal lagunya. Biasanya setiap mereka bernyanyi, tidak ada satupun yang berkomentar soal lagunya.
Viola mengamati topi pemilik pengamen yang berisi beberapa lembar uang recehan. "Pantas saja, uang yang kalian dapatkan sedikit. Suara kalian jelek, sember!!"
"Apa??" kompak kedua pengamen tersebut. Dalam sekejap, suasana disanapun menjadi ramai akibat ulah Viola. Seperti biasa, Alena belum menyadari keributan yang diciptakan oleh Viola untuk kedua kalinya.
Beberapa orang yang berlalu lalang disana memperhatikan ketiga manusia itu. Dimana Viola tengah mengajari kedua pengamen untuk bernyanyi dengan benar, itu sih... menurut Viola yaaa...
"Begini nih.... cara nyanyinya... musik..."
ada berondong tua
tebar tebar pesona
sukanya daun muda
dia lupa usia
ada berondong tua
fangky habis gayanya
sukanya hura hura
hei ku diajak maunya
Kedua pengamen itu tetap terdiam tidak mengikuti perintah Viola yang memintanya untuk memainkan alat musik mengiringi dia bernyayi.
Tidak berapa lama, Viola menghentikan nyanyiannya saat menyadari kedua pengamen itu tidak mengiringi lagunya.
"Kalian ini kenapa? Saya bilang musik ya musik... apa kalian gak mau dapat duit dari suara saya yang merdu nan indah ini?" oceh Viola sedikit kesal.
"I... iya, ma... mau..." ujar salah satu pengamen.
"Ya udah, musikkkkk" seperti perintah Viola, kedua pengamen itu mengiringi lagu yang dinyanyikan olehnya dengan alat musik yang ada ditangan mereka masing-masing.
berondong berondong tua
jelalatan cari mangsa
keluar masuk lubang buaya
jadi santapan wanita wanita muda
berondong berondong tua
jelalatan cari mangsa
keluar masuk lubang buaya
jadi santapan wanita wanita muda
ada berondong tua
tebar tebar pesona
sukanya daun muda
dia lupa usia
Sama seperti pengamen itu, Viola juga tidak lupa memainkan alat musiknya. Yaitu menepukkan kedua tangannya berkali-kali hingga menghasilkan irama seperti yang dia inginkan.
ada berondong tua
fangky habis gayanya
sukanya hura hura
hei ku di ajak maunya
berondong berondong tua
jelalatan cari mangsa
keluar masuk lubang buaya
jadi santapan wanita wanita muda
Tanpa mengingat dimana Alena berada dan melupakan Alena, Viola terus berjalan mengikuti langkah kakinya. Membantu kedua pengamen tersebut mencari uang dengan suara indahnya serta kebawelannya meminta uang kepada beberapa toko yang dia lewati zecara paksa.
berondong berondong tua
jelalatan cari mangsa
keluar masuk lubang buaya
jadi santapan wanita wanita muda
Haaaahhh
Viola menarik napas kesal, pasalnya sudah lima menit dia bernyanyi di depan toko pakaian yang jauh dari para penjual sayur. Tidak memberikan selembar uangpun kepada mereka bertiga, khususnya kepada Viola yang telah mengorbankan suaranya untuk membantu kedua pengamen itu mencari uang.
"Mas, bayar donk!!" kesal Viola.
"Lho? Bayar apa Neng?" tanya pemilik toko sedikit bingung.
"Saya sudah cape-cape nyanyi disini selama lima menit, tapi Mas ga bayar sama sekali"
"Oh... itu, Neng gak baca tulisan disitu?" pemilik toko itu mengarahkan jari telunjuknya ke arah selembar kertas karton yang menempel di dinding bertuliskan 'Ngamen Gratis'
"Issshhhh... tau gitu ngapain kita disini? Buang-buang suara merdu saya dengan percuma" gerutu Viola kesal.
"Ayo Ma, kita pul -" Viola terdiam sejenak, menyadari tidak ada Alena di dekatnya.
"Lho? Mama kemana?" wajah bingungnya celingak-celinguk mencari sosok Alena yang tidak dia temukan di dekatnya.
"Cari siapa Neng?" tanya salah satu pengamen itu mengikuti arah pandang Viola.
"Kebiasaan deh Mama, kalau ngajak ke pasar selalu ilang seperti ini." tidak menghiraukan pertanyaan satu pengamen itu, Viola geleng-geleng kepala tidak menyadari kesalahan yang dia lemparkan kepada Alena.
"Ckckckckckck... seperti pergi sama anak TK aja" sambungnya. Viola pergi begitu saja tanpa berpamitan kepada kedua pengamen tersebut.
Kedua pengamen itu hanya geleng-geleng kepala melihat kepergian Viola dari hadapan mereka "dasar, cewe aneh"
💥💥💥
"Jadi, Viola hilang Ma?" Dennis, Papa Viola terkejut mendengar cerita dari Alena, istri yang sangat dia cintai.
Satu jam lalu, Alena baru saja kembali dari pasar dengan sedikit tangisan diwajahnya. Alena buru-buru mendekati Dennis yang tengah menonton televisi dan dengan sembarang meletakkan barang belanjaannya.
"Iya Pa, hikhikhik... Mama gak tahu dia hilang kemana. Seingat Mama tadi Viola jalan dibelakang Mama sambil nyanyi-nyanyi, terus..." Alena tak kuasa melanjutkan cerita yang baru saja dia alami beberapa jam lalu kepada Dennis. Dia berpikir dua kali, haruskah dia menceritakan apa yang dia alami kepada suaminya? Sesuatu hal yang menurutnya sangat memalukan dan mungkin saja akan membuat suaminya menertawakan dirinya ataukah... memarahinya karena kecerobohannya?
"Terus apa Ma?" Dennis mengerutkan dahinya, seakan meminta Alena untuk melanjutkan ucapannya.
"Terus..."
"Terus?"
"Teruuusss... Mama digiring ke pos hansip..." ujar Alena sambil menundukkan wajahnya, berharap Dennis tidak memintanya untuk melanjutkan jalan ceritanya.
Hah??
Dennis yang duduk disebelah Alena, lagi-lagi mengerutkan keningnya. Apa hubungannya Viola hilang dengan Alena di giring ke pos hansip??
💥💥💥💥💥💥💥💥💥💥💥💥💥
[TBC]