"Ah, gpp tadi mami bilang katanya kalo kerja gue gak boleh terlalu diforsir," ucap Bastian dan Arzee hanya mengangguk.
Perlu diketahui, sikap maupun sifat Arzee bisa berubah-ubah. Itu tergantung dengan ada atau tidak nya Bastian disampingnya.
Pasalnya, Arzee paling dekat dengan Bastian dibanding Bryan— kakak pertama nya. Alasannya simple, Bastian selalu mengerti dirinya, tidak seperti Bryan yang selalu mengekangnya. Begitu lah jawaban Arzee setiap kali ditanya.
Jadi jangan heran jika sikap Arzee jauh berbeda dengan sebelum-sebelumnya.
"Dek, temenin gue jalan-jalan, mau? Gue udah lama gak keliling Jakarta," ucap Bastian
Ya. Memang sudah 3 tahun belakangan ini bastian berada di negeri gajah putih untuk mengurus bisnis kuliner miliknya.
"Mau dong! Udah lama juga gue gak jalan-jalan sama lo, ya… terakhir 3 tahun lalu pas gue baru lulus SMA."
"Ya, ya, ya, kalo gitu let's go girl!" seru Bastian seraya mengedipkan sebelah matanya.
"Yaudah bentar ganti baju dulu. Oh iya gue ajak Salsha sekalian ya bang?"
"Ashiiiaaap."
Arzee pun berjalan dengan riang sambil bersenandung kecil menuju kamarnya
Claura merasa hatinya menghangat melihat senyuman Arzee yang telah lama terkubur. Kemudian matanya menatap Iqbaal yang sedari tadi duduk diam diatas lantai sambil memainkan ujung dress miliknya
"Iqbaal," panggil Claura sambil mengelus rambut Iqbaal membuat Iqbaal mendongak.
"Kenapa diam aja? Iqbaal bosen ya? Mau pulang?" tanya Claura dan Iqbaal menggeleng.
"Kebelet pup kali dia mi," celetuk Bastian yang langsung mendapat tatapan sinis dari Claura.
"Iya mi, gak jadi. Babas tarik omongan yang barusan."
"Iqbaal gak mau ikut jalan-jalan?" tanya Claura.
"Gak mau, nanti dia ngomel-ngomel lagi! Iqbaal pusing dengar nya," ucap Iqbaal menunjuk Bastian dan hal itu membuat mata Bastian melotot.
'Sabar bas, gak boleh emosi. Inget kata mami,' batin Bastian menjerit.
"Gak kok, gue gak bakal ngomel-ngomel lagi, gue juga pegal kali," ucap Bastian sambil tersenyum tulus ke arah Iqbaal.
"Beneran?"
"Iyaa suer deh."
"Janji?" tanya Iqbaal sambil mengangkat jari kelingking nya membuat Bastian mengernyitkan dahinya.
Namun tak lama kemudian Bastian memasang wajah biasa-biasa saja.
"Iya janji," ucap Bastian mengaitkan kelingking nya dengan kelingking Iqbaal.
"Berarti kita baikan, bang Bas?!" tanya Iqbaal dengan riang.
"Iya baikan. Btw panggil Bastian jangan pake abang, gue bukan abang lo," jawab Bastian namun Iqbaal malah menggeleng.
"Biar samaan kayak Arzee."
Allahu Akbar.
****
Setelah seharian penuh, Bastian, Arzee, Iqbaal dan Salsha mengelilingi kota Jakarta. Membuat keempatnya kelelahan dan memilih untuk singgah sejenak di sebuah danau sambil minum es kelapa muda serta beberapa cemilan yang salsha bawa dari rumah.
Sedari tadi Salsha terus menerus bersenda gurau dengan Bastian dan juga Iqbaal, sehingga membuat mood Arzee menjadi anjlok.
"Iqbaal, Iqbaal, menurut lo Bastian ganteng gak?" tanya Salsha kepada Iqbaal yang sedang berusaha mencongkel isi buah kelapa dari dalam tempurung nya.
"Ganteng. Tapi masih gantengan Iqbaal," Jawab Iqbaal membuat Salsha kembali tertawa.
"Enak aja, gantengan gue lah!" protes Bastian.
"Tapi kata bunda Iqbaal ganteng."
"Kan kata bunda lo, kalo kata gue mah b aja," dengus Bastian.
"B aja itu apa?" tanya Iqbaal polos.
"Itu artinya biasa aja Iqbaal," jawab Bastian sambil terkekeh.
"Iiiiih... gemesin banget si lo, Baal," geram Salsha mencubit kedua pipi Iqbaal.
"Untung gue udah punya Babas. Coba kalo gak, gue pacarin lo," ucap Salsha yang langsung mendapat tatapan sinis dari Bastian.
"Emang lo mau punya pacar idiot kayak dia?" tanya Arzee membuat salsha menghentikan tawanya.
Begitu pula dengan Bastian yang langsung menatapnya.
Iqbaal yang mendengar pun merasa hatinya berdenyut.
"Zee, berhenti manggil iqbaal idiot dong. Kasian iqbaal," ucap Bastian dengan lembut.
"Sorry. But that's the reality," ucap Arzee penuh penekanan.
"Iqbaal gak idiot kok Zee, Iqbaal cuma takut sama orang-orang yang suka pake kekerasan, Iqbaal trauma." ucap iqbaal membuat ketiga nya terkejut namun tak lama Arzee berusaha bersikap setenang mungkin.
"Cowok kok takut kekerasan," ucap Arzee tersenyum miring.
"Idiot mah, idiot aja," lanjutnya dan langsung meninggalkan danau dan ketiga orang itu.
Iqbaal menatap punggung Arzee yang semakin menjauh.
"Gak usah lo dengerin omongan Arzee," ucap Bastian menepuk pelan bahu Iqbaal.
"Pulang," lirih Iqbaal.
"Lo mau pulang? Biar gue sama Bastian anterin ya," ucap Salsha mendapat gelengan dari Iqbaal.
"Kenapa?" tanya Salsha.
Iqbaal diam. Tak menjawab pertanyaan Salsha.
Iqbaal berdiri dan langsung berlari entah kemana membuat Salsha dan Bastian gelagapan.
"B-bas, kejar Iqbaal! Kok malah diam aja?!" ucap Salsha heboh.
"I-iya iya, ayo," ucap Bastian sambil menggandeng tangan Salsha.
"Ih, ini ngapain gandeng tangan aku?!"
"Biar gak ilang sayang."
"Kan aku dibelakang kamu Bas, masa iya hilang. Yang ada Iqbaal tuh yang bakal ilang kalo kamu gak cepat kejar dia," celoteh Salsha membuat Bastian menepuk dahinya pelan.
"Oh iya, Iqbaal!"
Bastian pun mengambil langkah seribu dengan Salsha yang mengikutinya dari belakang.
****
Arzee saat ini sedang berada di sebuah rumah pohon di belakang bangunan tua yang bersebelahan dengan perusahaan milik papinya.
Arzee duduk ditepi rumah pohon dengan posisi kaki yang ia biarkan menggantung ke bawah serta mata bulatnya menerawang langit.
Arzee mengetukkan jarinya pada papan yang ia duduki, ingatan nya berputar pada kejadian 4 tahun silam dimana ia masih duduk dibangku kelas 11
(Flashback on)
Kala itu Arzee baru saja pulang dari sekolah nya dengan berjalan kaki seorang diri karena Salsha hari itu pulang lebih awal untuk mengantar kedua orang tua nya menuju bandara.
Senyum manisnya terus terukir di bibir merah alami nya. Dan disaat bersamaan Arzee melihat beberapa orang berbadan kekar tengah menghadang dua orang yang berlawan jenis.
Ia dapat melihat para preman itu telah membuat pria berpostur tubuh jangkung terkapar lemas serta sang perempuan yang terus saja menangis.
Dengan keberanian yang Arzee punya, ia berjalan menghampiri kedua orang yang kini berada di tepi jalan yang berdekatan dengan sebuah pohon besar.
"Permisi kak," ucap Arzee membuat seorang perempuan mendongakkan kepalanya.
"Ada apa dengan suami kakak?" tanya Arzee dengan ragu.
"D-dia bukan suami saya, t-tapi d-dia adik s-saya hiks.." ucap perempuan cantik itu dengan terbata.
"Bantu saya. Bantu saya membawa dia ke rumah sakit," lanjut perempuan itu dengan wajah panik serta air mata yang terus mengalir.
"G-gimana caranya kak?" tanya Arzee ikut panik.
"Ini. Pakai mobil adik saya, cepat!" ucap perempuan itu menyodorkan kunci mobil.
"T-tapi saya gak bisa naik mobil kak, gimana kalo kakak aja yang bawa? Biar saya temani," ucap Arzee.
"Bodoh! Kalau saya bisa pasti saya sudah membawa nya sedari tadi!" bentak perempuan itu membuat nyali Arzee menciut.
"B-biar saya cari tumpangan kak,"
Arzee berlari kesana kemari untuk mencari seseorang yang mau memberi nya tumpangan.
Oh sungguh baik bukan?
Padahal ia sama sekali tak mengenal mereka.
Hingga akhirnya ia mendapatkan orang yang ia cari kemudian dengan sigap ia membawa laki-laki yang terkapar itu menuju rumah sakit terdekat. Tentu nya bersama perempuan cantik itu.
(Flashback off)
Tak terasa mata Arzee mengeluarkan cairan bening cukup banyak. Padahal berkali-kali sudah ia mencoba untuk menyingkirkan nya.
Arzee menangis.
Lagi-lagi kejadian itu berputar di ingatan nya.
Dimana ia yang mempunyai maksud baik yang justru disambut dengan kurang baik. Kejadian 4 tahun lalu telah merubah nya menjadi sosok yang cuek dan tidak ingin tau apapun hal yang terjadi di sekitarnya. Sosok lembut kini telah berubah menjadi sosok yang keras kepala. Seorang gadis ceria nan anggun kini telah berubah menjadi liar yang sering berkeliaran di tengah malam.
"Aaaarrrgghhh!!! Gue benci jadi orang baik!!" teriak Arzee sekencang mungkin.