Pekan ini, hujan menjadi teman bagi gadis yang tengah duduk di dekat jendela, dia bernama lengkap Lily Roseanna Allen.
Gadis itu memiliki panggilan Rosie. Mata cantiknya menatap setiap bulir air yang turun dengan deras melewati jendela kaca. Namun tiba-tiba, otaknya mengingat sesuatu.
Ya, ternyata dirinya lupa mempersiapkan alat-alat sekolah untuk besok.
"Hari masih sore, jadi Masih ada waktu," Pikirnya. Dia memutuskan untuk melakukannya nanti malam saja, moga-moga tidak lupa.
Rosie menghela nafas. Sudah hampir dua jam lamanya dia termenung seperti ini. Tubuhnya pun sudah merasa pegal, meraung-raung ingin digerakkan.
Istilah malas gerak alias mager sekarang memang sedang tren di media sosial, namun dirinya sudah ahli sebelum hal tersebut viral.
Mungkin, jika hujan turun tanpa petir diawal-awal, bisa saja kini Rosie tengah menikmati sajian drama korea.
Nyatanya gadis itu tidak takut petir, namun dia bukan orang bodoh yang tidak tahu resiko.
Dirasa cukup menyaksikan pemandangan dingin nan lembab di sore hari ini. Gadis itu berdiri dari tempat duduk, sejenak melihat ke bawah sebentar untuk memastikan apakah ada mobil yang terparkir di sana, bersama harapan sang ayah, Allen, pulang lebih cepat.
Nyatanya halaman depan itu tidak terdapat kendaraan beroda empat berwarna hitam milik ayahnya. Di sana yang terlihat hanya seorang ibu-ibu yang sedang membuang sampah di tengah rintik hujan bersama payung yang dipegang.
Rosie tidak kenal siapa wanita itu, karena keluarganya adalah pindahan.
Tangannya pun bergerak untuk menarik gorden bercorak bunga Lily itu, namun pergerakan itu seketika terhenti, matanya tidak sengaja melihat sebuah kotak di depan pintu rumah. Dia sedikit memicingkan mata untuk memperhatikan benda itu lebih lekat.
"Siapa yang menaruhnya?" dewi batinnya bertanya-tanya. Pandangannya pun beralih kembali untuk kedua kali. Kali ini, dua kali lebih lekat. Dahinya berkerut setelah itu.
Nampak seperti ada yang sengaja menaruhnya agar tak terkena cipratan air hujan. Pikir Rosie.
Dengan cepat gadis itu menarik gorden agar menutupi jendela kamarnya dengan sempurna. Kemudian dia beranjak turun ke bawah karena tak sabar ingin memastikan. Untuk sementara pikirannya tertuju pada barang dipesan lewat online satu hari yang lalu.
"Datang secepat ini?! Baguslah." gumamnya di penghujung tangga.
Hujan mulai mereda, hanya tetes-tetes tipis yang tampak jatuh dari langit, mata gadis yang sebelumnya memandangi suasana luar itu pun beralih ke kotak yang berada didepan ujung pintu rumah, tepat dibawah mata kakinya.
Kardus berwarna kecoklatan, direkat dengan selotip. Itu yang terlihat.
Dia menimbang-nimbang benda tersebut sejenak. Sepertinya dugaannya benar. Tanpa berlama-lama, segera ditutup pintu rumah itu bersama kardus yang dibawa olehnya.
"Bi, apa tadi dengar sesuatu?" tanya Rosie kepada wanita paruh baya yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di rumahnya, namanya Lia.
"Dengar apa ya Neng?"
"Bel bunyi." Lia mengerutkan dahi, berpikir sejenak, kemudian menggelengkan kepala.
"Itu kardus dari mana non?" tanya wanita itu sadar apa yang dibawa oleh sang putri majikan, takut hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya bom. Akhir-akhir ini dia sering melihat berita tentang barang misterius yang suka disimpan di rumah orang sembarangan.
"Kayaknya ini pesanan Rosie deh!" jawab Rosie kemudian tersenyum simpul.
"Oh....yang katanya non bisa belanja pakai hape itu?!" ujar Lia antusias, maklum, berasal dari kampung, jadi dia emang sedikit kolot.
Gadis itu mengangguk kecil sambil tersenyum tipis sebagai jawaban.
"Maaf Neng, bibi gak denger apa-apa dari tadi, dari sebelum hujan juga."
"Gak papa bi, lagian kayaknya barangnya juga gak rusak." dilihat-lihat nya badan itu sejenak.
"Mungkin pendengaran bibi udah berkurang ya Neng?! Faktor umur," tanya Lia sekaligus bercerita. Rosie hanya tersenyum, mungkin dirinya mengiyakan juga.
"Rosie mau ke atas Bi!" Pamit gadis itu.
"Sok mangga Neng, bibi juga mau ke dapur."
"Eh Bi?!" Cegat Rosie membuat langkah Lia terhenti dan beralih padanya seraya menunggu lanjutan dari ucapannya.
"Makan sore udah siap?!"
"Udah, mau bibi anterin?" Gadis itu mengangguk mantap.
Tiba di dalam kamar, Rosie menaruh kotak itu di atas meja kayu depan kasur. Sebelah tangannya menggaruk-garuk dagu keheranan,"Kok kotaknya agak gedean ya?!" Sadarnya setelah melihat jeli ukuran kardus itu ternyata berbeda dari biasa. Tak lama dia pun menggeleng tak peduli.
"Welcome to my skincare!" serunya sembari membuka selotip dengan cutter, kemudian membuka penutup kardus itu, dan Bam!
Ternyata isi dari kardus tersebut tidak sesuai dugaan dan harapannya, meski begitu dia tidak merasa kecewa.
Rosie mengerutkan keningnya karena heran. Kotak ini berisi seekor kelinci.
Mengejutkan bukan? Jujur, dirinya cukup kaget, terlepas dari skincare nya yang ternyata belum datang. Satu hal lagi yang cukup dirasa aneh menurutnya
"Bagaimana bisa hewan mamalia terkurung macam ini!" Pikir gadis itu.
Jika kelinci ada semenjak hujan, atau sebelum turun hujan. Kemungkinan besar hewan itu tidak akan sebugar yang terlihat atau bahkan mati. Mengingat hujan sore berlangsung lama, hampir 2 jam lebih.
Rosie pum mencari lubang dibawah kotak yang mungkin berguna untuk fentilasi udara. Namun hasilnya nihil.
Masa ada orang yang menaruh ketika hujan! Seperti sedikit mustahil, hari ini hujan begitu deras. Pikirnya lagi.
Tiba-tiba bulu kuduk Rosie merinding, namun dengan cepat dirinya membuang perasaan aneh itu. Dia pun memandang sang kelinci kembali.
Mata berwarna biru, bulu putih bersih tanpa corak, dan tak ada noda sedikitpun, kelinci ini nampak begitu terawat.
"Sepertinya ada yang sengaja menaruhnya!"
Dia merapatkan bibir, memikirkan rencana setelah ini, untuk membuang kelinci itu kembali atau tidak.
Rosie sebenarnya bukan tipe yang suka memelihara hewan. Tapi bukan berarti dia tidak perhatian pada sekitar.
Juga setiap hari, tanpa diminta, di dekat garasi rumahnya dulu tak jarang beberapa kucing berkunjung untuk meminta makan, sesekali dia memberi pakan kepada mereka.
Mengelus bulu lebat itu perlahan, meski bukan manusia, anehnya Rosie merasa canggung saat melakukannya.
"Mungkin karena sudah lama ia tidak menyentuh hewan secara langsung," Pikirnya.
Bahkan Rosie lupa terakhir kali memegang hewan, kecuali ayam goreng dan seafood sebagai menu santapan.
Di televisi biasanya hewan seperti ini dijinjing dengan telinga diangkat, dia pun melakukan hal yang sama pada kelinci itu.
Dilihat-lihat Visual kelinci ini cukup menggoda mata. Pikirnya.
Tak lama berselang, kelinci itu melompat ke dada gadis yang tengah memangku nya.
Rosie cukup kaget, tapi dia pun memeluk pelan kecil hewan itu pada akhirnya, terasa hangat seperti mantel bulu.
Dia melepaskan kelinci itu perlahan dan memasukannya seperti semula.
Mungkin akan dibiarkan satu atau dua hari di sini. Pikirannya mulai berencana.
Rosie memperhatikan hewan itu untuk kesekian kalinya, sungutnya berkata,"Apa harus di kasih makan juga?!"