Malam semakin larut, dan apa yang ditakutkan oleh Fajar benar terjadi. Gara-gara meneguk dua gelas minuman racikan Fajar dan dua botol wine, Tiara sudah mulai meracau dan tampak jika dirinya tengah mabuk berat.
"Ra.., mau gue antar pulang aja?" ucap Fajar cemas.
"Gak usah kali, Jar. Loe kan masih kerja, harus beres-beres juga, kan? Udah gak usah khawatir. Lagi pula, gue juga masih bisa berdiri tegak kok. Nih, lihat!! Masih bisa, kan?" jawab Tiara yang kini sudah beranjak dari tempat duduknya dengan tubuh yang sempoyongan.
"Ya iya, bisa jalan. Tapi kan gak mungkin bisa nyetir sendiri!" cetus Fajar.
"Bisalah, kata siapa gak bisa? Bukannya elo yang gak bisa nyetir, iya kan? Haha.." Meskipun mabuk, Tiara masih ingat jika Fajar tidak bisa mengemudikan mobil.
"Ya udah terserah loe aja deh!! Kalau sampai elo kenapa-napa, gue gak ikut-ikutan ya!"
"Iya..,iya, Jar. See you, baby," ucap Tiara seraya melambaikan tangan ke arah Fajar dengan satu kedipan di sebelah matanya.
"Hmm, hati-hati. Moga aja loe gak salah masuk mobil orang."
Meski masih bisa berjalan dengan tegak menuju keluar klub. Tapi, lama-lama kepala Tiara semakin terasa berat. Dan ketika dirinya sudah sampai di ambang pintu keluar, tiba-tiba..
Bruukk...
"Aduh..." Tubuh Tiara tersungkur ke lantai. Sesaat setelah tubuhnya bertabrakan dengan tubuh lelaki yang tinggi, berpawakan putih yang sempat ia kagumi tadi.
"Kamu?" ucap Tiara dengan jari telunjuk yang mengarah ke arah Dipta.
"Maaf, Nona. Kepala saya sedikit pusing, makanya saya tidak fokus jalan dan melihat jika ada orang di samping saya," jawab Dipta sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Tiara.
Sambil menatap kagum, Tiara masih terus mengamati wajah Dipta sembari menerima uluran tangannya. Karena efek alkohol yang berlebihan, tubuh Tiara kembali terjatuh. Namun, kini tubuhnya tidak lagi mencium lantai melainkan jatuh di tubuh dengan aroma parfum yang tajam dan tatapan nyaman seorang pria yang kini mendekapnya.
"Kamu juga mabuk?" tanya Dipta yang tidak memungkiri jika ada getaran aneh di hatinya, ketika menatap paras ayu Tiara.
"Enggak mabuk sih, cuma pusing," elak Tiara.
Dipta tersenyum tampan ke arah gadis muda di hadapannya itu. Bukan hanya getaran di hatinya, jantung Dipta juga mulai berdegup kencang. Rasa yang biasa dia rasakan, saat berdekatan dengan Yuta, Istrinya.
Karena fokus dengan pandangan dan perasaannya, tanpa disadari, bibir Dipta mulai mengecup bibir ranum Tiara. Bahkan kini bukan hanya mengecupnya, Dipta malah mulai memainkan lidahnya di dalam sana.
Kedua mata Tiara terbelalak lebar. Ingin rasanya ia mendorong tubuh Dipta. Apa lagi, mereka berciuman di depan umum seperti ini. Ya, meski tidak ada orang yang melihat aktivitas keduanya.
"Emh.., tolong jangan di depan umum seperti ini, Om," ucap Tiara tanpa sadar, jika dirinya mengajak Dipta ke tempat yang lebih privasi.
Seulas seringai licik Dipta perlihatkan. Dipta yang memang sedang ada masalah dengan Istri dan Mamanya di rumah, menjadi gelap mata. Sangat dusta jika ada laki-laki yang tidak ingin mencicipi tubuh gadis cantik, berkulit putih dan seksi di depannya.
"Terus kamu mau di mana?" tanya Dipta sambil menjulurkan lidahnya dari kanan ke kiri.
"Di hotel," jawab Tiara sambil mencolek hidung Dipta dan tertawa lepas. Gara-gara terlalu banyak minum, sepertinya Tiara sudah tidak sadar dengan setiap ucapannya.
"Oke, sayang. Kita ke hotel malam ini," jawab Dipta penuh semangat.
"Fais, tolong antar kami berdua ke hotel," titah Dipta pada asisten kepercayaannya tersebut.
"Baik, Tuan."
Fais, yang merupakan asisten setia Dipta, yang selalu mendampingi Dipta ke mana pun, menatap tak percaya Dipta, yang terkenal bucin pada Istrinya.
"Apa masalah Tuan Dipta dan Nyonya Yuta sangat besar, sampai Tuan Dipta mencari pelampiasan wanita malam di Bar ini?" batin Fais heran.
"Fais, ayo!! Ngapain kamu masih berdiri di sana?" cetus Dipta.
"I.., i..., iya Tuan," jawab Fais gugup.
"Tapi ingat ya, Fais. Jangan sampai Istri saya tahu, jika malam ini saya gak pulang karena ingin menikmati malam panjang dengan gadis muda ini," ucap Dipta yang dijawab dengan anggukan kepala dari Faiz.
Selama di dalam mobil, Fais terus menatap Dipta yang sedang sibuk mencumbu setiap lekuk tubuh Tiara yang sudah tidak sadarkan diri.
Sesekali Fais menelan ludahnya, dengan bagian bawah yang mulai menegang. Pertunjukan live yang biasa hanya ia tonton lewat video atau kaset.
"Kamu kenapa melihat saya seperti itu?" ucap Dipta sinis.
"Gak papa kok, Tuan," jawab Fais panik.
Dipta melengkungkan bibirnya sambil memeluk tubuh Tiara kembali dan melanjutkan aktivitas panasnya di depan sang asisten.
"Jangan berpikir saya memperkosanya. Kamu dengar sendiri, kan? Dia yang mengajak saya ke hotel," ucap Dipta seraya membelai wajah Tiara.
"Emh.., memang iya, Tuan. Tapi saya rasa, anda dan nona itu sama-sama mabuk. Jadi, anda dan dia tidak bisa berpikir jernih," jawab Fais.
"Ya, saya memang mabuk. Tapi saya sadar kok Fais. Kalau saja Yuta mau melayani saya, tidak selalu sibuk dengan pekerjaan modelingnya, tentu saya tidak mungkin mencari pelampiasan seperti ini?"
"Maksud, Tuan?"
"Soal ranjang, Fais. Yuta sudah tidak pernah mau menjalankan kewajibannya sebagai seorang Istri. Mungkin kurang lebih hampir setengah tahun ini. Belum lagi, Mama selalu mendesak saya untuk memberinya cucu. Saya pusing, Is," ucap Dipta dengan pandangan datar dan tatapan yang kosong.
Fais menghela napasnya. Rupanya kesetiaan Dipta pada Yuta goyah bukan tanpa alasan. Tapi menurut Fais, berselingkuh apa lagi mencari pelampiasan dengan perempuan lain bukanlah sebuah jalan keluar. Namun, kembali lagi. Fais sadar diri. Dia hanyalah asisten yang tidak berhak terlalu ikut campur urusan pribadi Bosnya.
"Sabar ya, Tuan. Mungkin Nyonya Yuta sedang banyak masalah dalam pekerjaannya," cetus Fais
"Masalah apa, Is. Saya malah berpikir dia punya laki-laki idaman lain. Tapi, entahlah. Saya belum punya buktinya."
"Gak mungkinlah, Tuan. Saya yakin Nyonya itu setia sama Tuan."
"Sudah ya, Is. Saya sedang gak mau bahas dia," ucap Dipta yang seketika membuat Fais bungkam.
"Oh iya, kamu sudah memesan kamar untuk saya dan gadis cantik ini?" tanyanya.
"Sudah, Tuan. Di kamar presiden suite nomor 100."
"Oke, Fais. Setelah ini kamu bisa pulang. Tapi kamu yang bawa gadis itu ke kamar. Saya gak mau, ada orang yang lihat jika saya bersama seorang wanita di hotel. Jika Yuta tahu, dia bisa marah besar dan pergi dari rumah. Dan saya gak mau itu terjadi. Saya memang kecewa dan marah sama dia. Tapi cinta saya hanya untuk Yuta seorang."
"Baik, Tuan. Saya akan menyimpan rahasia ini rapat-rapat. Tapi, siapa ya gadis ini, Tuan? Apa salah satu wanita penghibur di klub milik Tuan dan Tuan Handoko?" tanya Fais penasaran.
"Sepertinya iya. Mana ada gadis baik-baik yang berkeliaran di bar sampai mabuk seperti ini. Palingan dia juga sudah sering making love dengan banyak pria di sana. Cukup dibayar selesai, kan?" ucap Dipta sambil meraba-raba paha mulus Tiara.
"Iya juga sih, Tuan. Selamat bersenang-senang dengan lubang baru ya, Tuan," goda Fais yang langsung mendapat sorot tajam dari mata Dipta.