Chereads / Leon Blanc / Chapter 3 - HOUSE OF JUSTICE (3)

Chapter 3 - HOUSE OF JUSTICE (3)

Tuk. Tuk. Sruk. Srek

Bunyi bebatuan kecil yang berjatuhan dari gunung yang sedikit curam. Wilson berusaha naik ke atas mengikuti Ibu nya, Jeirail.

"Cepatlah Wilson! Jangan berhenti" Ujar Jeirail padanya.

"Yes, Mom. Wait for me! (Tunggu aku)" Sahutnya berusaha menyamakan langkah nya dengan Jeirail.

Mereka menaiki gunung yang sedikit curam itu dengan bersusah payah. Tapi setelah tiba di suatu tempat yang menjadi tujuan awal Jeirail. Mereka merasa usaha tidak akan mengkhianati hasil.

Pemandangan di depan mereka begitu indah, Langit nya bewarna gelap keunguan serta banyak bintang berkerlap-kelip. Awan nya berputar seperti planet yang mengelilingi matahari.

Gunung hitam menjulang tinggi, di bawah nya terdapat lumpur yang meletup-letup mengeluarkan percikan api yang sangat panas. Tidak terlihat bagaimana wujud asli gunung itu. Mata Wilson berbinar, menikmati tiap-tiap bagian pemandangan itu.

"Bagaimana, Wilson?" Tanya Jeirail tiba-tiba.

"Sangat indah. Tapi ini tempat apa, Mom?"

"Apa kamu yakin tempat ini nyata?"

Wilson menganggukan kepala nya dengan semangat. Jeirail tersenyum untuk nya.

Jeirail fokus mengamati pemandangan itu, membuat Wilson ikut mengamati sepertinya. Tiba-tiba gunung hitam itu mengeluarkan lahar panas nya. Lumpur yang meletup di bawah nya bergetar hebat. Gempa mulai terasa hingga Wilson merasakan takut.

Langit yang awan nya memutar pelan, menjadi lebih cepat seperti tornado. Bintang-bintang yang indah mulai menghilang. Tempat yang indah itu, sudah diambang kehancuran. Tidak lama kemudian, benar-benar hancur hingga tidak tersisa.

"Mom? Ada apa? Bukankah kita harus turun?" Panik Wilson, bersembunyi di belakang Jeirail.

"Tidak Wilson, Ini ilusi. Sebagai pelajaran untukmu, mengetahui datang nya kehancuran. Hal yang pertama kamu lakukan saat diambang kehancuran adalah bukan merasa takut, tapi berpikir bagaimana kamu bertahan untuk hidup" Jelas Jeirail.

Wilson kembali menyamakan posisi duduk nya dengan Jeirail. "Benarkah itu ilusi?"

"Iya, sihir ilusi yang ibu pelajari dari kakekmu. Perhatikan baik-baik, Wilson" Jawab nya kembali memandang tempat itu dengan serius.

"Kembalilah, kembalilah ke semula. waistrapromeri waistrapomeri" Batin Jeirail menggunakan ilmu sihir nya.

Pemandangan mereka pun kembali seperti semula. Kehancuran itu hanyalah ilusi. Tempat itu dikenal tempat yang abadi. Tidak dapat di hancurkan. Jeirail menggunakan sihir ilusi untuk perumpamaan dari kehancuran.

"Kamu memang terlahir berbeda. Tapi ingatlah! Kami selalu berada di pihakmu. Jangan patah semangat jika kehancuran seperti tadi datang kepadamu, Anakku" Ucap Jeiaril membuat Wilson tersentuh.

Mereka segera turun dari gunung itu dengan berhati-hati. "Wilson, Apakah kamu tertarik untuk belajar sihir?" Tanya Jeirail.

"Yes, Mom. Seperti mengeluarkan api dari mulutku"

"Tunggu. Darimana kamu tahu ada hal seperti itu?"

Wilson tersontak kaget, dia mengalihkan pandangan. Lalu turun lebih dahulu meninggalkan Ibu nya. Jeirail merasa gelagat anak nya tampak mencurigakan.

"Apa yang kamu sembunyikan, Wilson?"

"Tidak ada, Mom. Cepatlah pulang. Kak Erison mengajakku bermain hari ini" Sahut nya yang sedang berusaha turun dengan cepat.

Beberapa jam kemudian, Wilson mendapati para kakak nya yang sedang menunggu. Erison berjingkrak-jingkrak tidak sabar dengan kedatangan Wilson ke arah nya.

"Wilson! Cepat kemari. Kak Edison mengajak kita bermain!" Seru nya.

"Maaf aku datang terlambat" Sahut Wilson dengan nafas tersengal-sengal.

Jeirail yang baru saja sampai mendapati anak-anaknya yang akan segera pergi bermain. "Jangan bermain terlalu jauh! Harus pulang bersama-sama dengan selamat!" Perintah nya dengan tegas.

"Yes mom!" Jawab Erison dan Wilson semangat.

"Edison. Jaga kedua adikmu dengan baik" Ujar Jeirail pada Edison yang tampak malas.

"Yes Mom" Jawab nya singkat sesuai dengan kepribadian nya yang cuek.

Edison dan Erison berlari lebih dahulu meninggalkan Wilson yang masih berlari pelan. "Ayo samakan langkahmu dengan kami, Wilson!" Teriak Erison kepada nya.

Mendengar tantangan itu, Wilson dengan cepat berlari menyamakan langkah kakak nya. Tiba-tiba dia terkejut. Dia berlari dengan kecepatan diatas rata-rata. Bahkan lebih cepat dari Cheetah. "Kenapa aku berlari seperti ini?" Batin nya. Namun, dia memilih untuk mengabaikan nya.

"Kakak! Kemana kita akan pergi?" Tanya nya tiba-tiba membuat kedua nya terkejut.

Mereka terus berlari dan berlari. "Ikuti saja" Jawab Edison memimpin jalan.

Suara air sungai yang mengalir deras mulai terdengar. Sebentar lagi mereka akan tiba disana. Banyak bebatuan yang sudah berlumut di pinggir sungai, namun tidak luput dari keindahan karena beberapa bunga tumbuh di sekitarnya.

Mereka dengan semangat mengelilingi berbagai tempat disana. Mereka pun menjilati air sungai itu untuk menghilangkan dahaga.

Aktivitas Wilson terhenti, dia mendapati bayangan wajahnya di air itu. dia menoleh ke arah kakak nya, meski wajah mereka mirip. Warna bulu mereka sangat jauh berbeda.

"Mengapa aku berbulu putih?" batin nya.

Tanpa dia sadari, Erison pergi menemukan batang pohon yang kecil. Dia meloncat-loncat dengan semangat. "Kak Edison! Wilson. Kemarilah, aku menemukan permainan baru" Seru nya.

Wilson menoleh ke Erison lalu menghampiri nya dengan semangat. Erison menjelaskan permainan yang dia temukan, yaitu meletakan batang tersebut di air sungai yang mengalir. Lalu dilepaskan dan memastikan siapa yang sampai di ujung sana dialah pemenang nya.

Erison beberapa kali kalah dari mereka. Tapi kali ini dia bertekad untuk menang. Dia menatap secara intens batang kayu milik nya setelah di lepas.

"Cepatlah. Cepatlah. Kalahkan mereka" Batin nya seolah-olah membacakan mantra.

Air sungai itu mulai melaju dengan cepat lalu membentuk sebuah ombak yang berdiri tinggi. Menyaksikan hal itu membuat Edison dan Wilson terkejut hingga tidak tahu kemana arah batang kayu milik mereka.

"Uh wow. Apa itu!?" Tanya Wilson.

"Siapa yang melakukan nya?" Tanya Edison lebih realistis sembari menoleh ke arah Erison yang masih terfokus.

"Erison? Erison? Kamu melakukan nya ?" Tanya Edison antusias membuat Erison kehilangan fokus dan air sungai yang berdiri itu kembali seperti semula.

"Ha? Benarkah aku melakukan itu. Haha tidak mungkin. Aku hanya fokus seperti biasa saja" Sanggah nya.

"Ayolah. Mengapa kamu tidak mempercayai nya? Coba sekali lagi" Seru Edison.

Erison berusaha mencoba melakukan hal yang sama seperti tadi. Tapi tidak berhasil. Karena tidak ada nya tekad yang besar.

"Haaa. Sudah aku katakan kan? Itu tidak benar. Aku masih banyak belajar" Ungkap nya kecewa.

Mereka bertiga pun berbaring menatap langit.

"Tentang Wilayah misterius itu ? Teman-teman kita sudah mendapatkan Ilmu Sihir nya" Jelas Erison.

"Kamu benar. Bukankah kita bisa ke wilayah itu sekarang ?" Sahut Edison antusias.

"Tidak bisa. Wilson belum boleh melewati nya"

"Bukankah dia bisa pulang sendiri ? Kita tidak punya waktu lagi selain sekarang, Erison."

Erison menoleh ke arah Wilson dengan perasaan tidak enak. Wilson menjawab nya dengan tatapan kebingungan.

"Kenapa kakak bilang begitu!" Kesal Erison.

"Kak! Tidak apa-apa. Aku akan pulang sendiri. Aku hafal jalan yang tadi kok. Jangan khawatirkan aku. Bukankah kalian sudah lama ingin melewati wilayah itu untuk mendapatkan yang terbaik?" Jelas Wilson agar Erison tidak mengundang perkelahian pada Kakak pertama nya.

"Benarkah kamu tahu jalan pulang nya?"

"Iya. Semoga"

"Baiklah. Jangan gegabah di jalan, Wilson. Ingatlah! Mengaum dengan keras jika kamu membutuhkan bantuan. Sampai bertemu di rumah" Ujar nya.

Wilson mengangguk mengerti. Mereka pun berpencar. Melanjutkan perjalanan nya masing-masing.