Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My White Fragile Twins (Max&Miky)

Eve_Miraa
27
Completed
--
NOT RATINGS
128.1k
Views
Synopsis
Miky adalah anak yang tertukar. Selama ini yang dia tahu hanyalah Max adalah kembarannya. Dia tak tahu fakta yang sebenarnya tentang kecerobohan di rumah sakit yang membuatnya tertukar dan harus hidup dengan identitas sebagai kembaran Max. Ini adalah sebuah kisah obsesi yang tumbuh untuk memiliki dan menjadikan seseorang sebagai miliknya sepenuhnya. Max Membatasi dan menghalau apapun yang berinteraksi dengan Miky, itu adalah hal yang dilakukan Max sejak mereka kecil. "Kak, kau akan menurut padaku kan? Aku sayang menyayangi dirimu..." -Max "Iya Max," -Miky "Di luar sana begitu menyeramkan kak, banyak sekali monster yang akan menyakitimu, maka tetaplah disini hmm... Bersamaku..." -Max "Iya Max, Miky akan selalu disini, dengan Max." Hingga pada suatu ketika di saat takdir harus memisahkan Max dan Miky, lalu bagaimana cara mereka bertemu kembali dan akan segila apa Max dan obsesinya kepada Miky? Dan bagaimana nantinya, jika Miky mengetahui jika dia dan Max bukanlah sepasang saudara kandung. Jika mereka berdua sama sekali tak memiliki ikatan darah apapun? Apa yang akan terjadi jika Max justru semakin menggila?! Lalu, apakah Miky akan sepolos dulu saat mereka kecil? Apa Miky akan menuruti Max? Atau... Miky akan membenci Max :)
VIEW MORE

Chapter 1 - 1- Kelahiran Mereka

"Ngghhh, nghhhh! Marv ini sakit sekali! HhhhSsshhh! Huuuhhgh..." Marie sedari tadi mendesah dan berteriak penuh rasa sakit. Marie saat ini sedang dalam proses melahirkan, secara normal.

Dan Marvell sang suami selalu setia mendampinginya, indah bukan?

Hahaha.. Klise.

Tapi sebenarnya saat itu bukan hanya Marie yang melahirkan, kalian tahu dalam satu bangsal persalinan tersebut ada seorang wanita lain yang juga tengah berjuang untuk melahirkan anaknya seorang diri tanpa ditemani oleh siapapun. Wanita itu tepat di ranjang persalinan sebelah kanan Marie.

"Ayo... Kau pasti bisa Marie... " Marv terus membantu istrinya agar kuat, ia kini tahu bagaimana sulitnya melahirkan, dan bagaimana rasa sakitnya.

"Hhhhnghh... Uhhhhg... Nggehhh!"

Hingga...

Owek

Owek

Bayi Marie dan bayi di wanita lain itu lahir bersamaan, suara tangisan mereka terdengar lirih.

lirih sekali. Bayi pertama yang dilahirkan oleh Marie nampak berbeda, dengan warna kulitnya yang terlaku bersih dan bercahaya.

"Bayi pertamanya telah lahir! Tidak, ia terlalu lemah, suster, bawa bayi ini ke inkubator dan beri pertolongan pertama," ucap si dokter dengan panik yang saat itu membantu proses persalinan Marie.

Karena bayi pertama yang Marie lahirkan memiliki suara detak jantung yang lemah dan nafasnya putus-putus.

"Nhhhh ghhh Marv... Apa bayi pertama kita, hghhhhg... Baik-baik saja... Aakhh!" tanya Marie dengan kontraksinya yang belum usai.

Ya... Marie akan melahirkan satu anak lagi, dia mengandung sepasang anak kembar. Impian semua orang sepertinya bisa memiliki anak kembar.

"Ya... Dia pasti akan selalu baik-baik saja sayang... Tenanglah... Atur nafasmu... Satu lagi hmm... " Marv mencoba menenangkan dan membantu Marie secara psikis. Dia ingin melihat istri dan anak-anaknya baik-baik saja dan selamat.

"Huh... Huh ghhgnghhh... Hhehh... " Marie terus berusaha sekuat tenaga. Ia harus kuat, ia pasti bisa.

Owek

Owek

Bayi terakhirnya telah lahir, dia normal tangisannya terdengar nyaring, berbeda dari bayi pertama tadi

"Bayinya sehat dan normal... Dan juga tampan sekali!" ucap sang dokter yang dibuat terpesona akan ketampanan bayi lelaki itu.

"Marv... Hhhnh... Hhh... " Marie memandang suaminya dengan mata sayu, Marv memandang istrinya sembari menangis bahagia, ia bangga kepada Marie. Istrinya adalah yang terhebat!

"Sayang... Marie... Kau sangat hebat sayang, bayi kembar kita telah lahir, sayang... " ucap Marv sembari mencium kening Marie dengan penuh cinta.

Marie dan Marv mungkin berbahagia dengan kelahiran anak kembar mereka, tanpa mereka sadari jika ada seorang wanita lain yang juga bahagia namun sedih di saat bersamaan, wanita yang hari itu juga pergi meninggalkan rumah sakit di musim dingin, dengan bayi merah yang baru ia lahirkan, karena keterbatasan biaya.

.

.

.

"Tuan, kondisi bayi yang pertama tergolong sangat lemah. Kita perlu melakukan perawatan intensif," ujar sang dokter.

"Lakukan apapun ... asal dia sehat, dan selamat, Dok ...," ucap Marv di balik kaca ruang steril tempat di mana bayi mungil pertamanya berada.

"Apalagi dengan kondisinya yang tergolong sangat langka, anda mendapat malaikat, Tuan. Dia sangat murni ..., " ujar sang dokter seolah memberi secercah harapan pada Marv.

Tadi, sebenarnya bayi pertama itu kesulitan bernafas, bahkan nafasnya berhenti selama tiga menit, beruntungnya Tuhan tak langsung mengambil nyawa bayi mungil itu dari Marv dan Marie.

"Marv, di mana bayiku yang pertama?" tanya Marie di saat Marv masuk ke dalam ruangannya.

Saat ini Marie sedang menyusui bayi kedua mereka. Bayi kedua mereka sangat tenang, dan tampan.

"Dia masih di dalam inkubator sayang," ucap Marv, lalu kemudian dia duduk di kursi yang tersedia di samping ranjang Marie.

Marv membelai pelan wajah cantik Marie, dia benar-benar merasa sangat bahagia dan bangga kepada istri yang begitu ia cintai tersebut.

"Dia, bayi pertamaku. Aku ingin melihat dia, Marv. Ada apa dengannya? Saudaranya ini baik dan sehat. Lalu bagaimana bisa ia berada inkubator?" Marie bertanya dan mulai panik, ia berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan kedua bayinya, ia takut sesuatu yang buruk akan menghampiri bayi pertamanya.

"Dia berbeda Marie, " ucap Marv lirih, seraya mengelus rambut Marie.

Marie menoleh, matanya seolah mengisyaratkan sebuah pertanyaan, "apa yang terjadi? Katakan Marv!" tuntut Marie dengan memandang dalam tepat pada kedua mata Marv.

Ya... Marie sama sekali belum melihat bagaimana kondisi maupun fisik dari anak pertamanya.

Belum.

"Apa maksudmu? Marv, bayiku pasti baik-baik saja kan?!" tanya Marie dengan tak sabaran.

"Dia albino. Dan fisiknya sedang sangat lemah saat ini, " akhirnya Marv mengatakan hal itu.

Marie terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia sedih tapi juga merasa diberkahi oleh Tuhan karena mendapatkan seorang anak Albino.

"Aku ingin melihatnya Marv, ayo cepat! Bayi kecilku pasti sangat membutuhkanku dan adiknya ini. Ayo Marv," Marie tak sabar untuk melihat bagaimana rupa anak albino nya.

Segera setelahnya Marie dengan menggendong bayi keduanya duduk di kursi roda, mereka mengunjungi ruangan steril tempat di mana bayi pertama mereka berada untuk menjalani beberapa perawatan yang akan menguatkan dan menstabilkan kondisi tubuh si bayi.

Walau dari balik kaca, namun Marie merasa begitu bahagia, ia tak menyesal apalagi depresi karena bayi pertamanya yang lahir berbeda dan bahkan dikatakan lemah.

Marie justru melihat bayi pertamanya sebagai anugrah dan hadiah terindah yang Tuhan berikan kepada dirinya di keluarga kecil ini.

Sebuah perbedaan itu adalah hal yang indah. Salah satu contohnya adalah bayi pertama Marie yang nampak begitu rapuh dan murni. Sangat jauh berbeda dengan bayi keduanya yang nampak tampan, sehat dan kuat. Tuhan memang sangat adil, di setiap perbedaan pasti terselip keindahan di dalamnya.

"Ya Tuhan Marv... dia malaikat," ucap Marie dengan tangisannya. Marie merasa jika bayi mungil itu adalah sebuah cahaya dari Tuhan bagi keluarganya.

Dari balik kaca itu dia menangis, tangannya berharap bisa menyentuh pipi putih anaknya saat ini juga. Namun apalah daya, keinginan itu tak bisa ia lakukan untuk saat ini, bayi pertamanya harus benar-benar pulih dan kuat terlebih dahulu.

"Ya. Kau benar sayang, dia adalah malaikat kecil kita," ucap Marv seraya mengelus rambut Marie.

"Owek, owek," tangis bayi kedua itu terdengar. Bayi itu seolah juga ingin melihat bagaimana rupa kakak kembarnya.

"Ooo. Astaga, baby Mom yang satu ini kenapa hmm ...? " Marie mencium pipi kecil bayi keduanya.

"Ini jagoan Mom dan Dad ... dan itu yang di sana, dia adalah kakak manismu, hmm," Marie menghadapkan bayi keduanya ke jendela agar bisa melihat bagaimana wujud kakak kembarnya.

"Owek, owek" si bayi kedua seolah paham.

"Terima kasih Tuhan. Kau telah memberikan pelengkap pada keluarga kecil kami. Seorang jagoan dan malaikat, " ucap Marie dengan penuh syukur.

.

.

.

Tahun berganti.

Kini telah genap lima tahun usai kelahiran si kembar. Mereka hidup bahagia. Penuh dengan cinta, rasanya seperti gambaran keluarga yang sangat sempurna!

"Miky, ayo dong buka mulutmu. Nanti jika kau terus menutup mulutmu maka makanannya akan menangis," bujuk Marie. Ia sedang menyuapi Miky makan, hanya saja anak sulungnya ini lumayan sulit saat makan.

"Mommy, Miky tak suka itu. Bosan. Tak mau makan," ucapnya lirih seraya menundukkan kepalanya.

Marie mengelus lembut rambut Miky, "sayang, nanti kalau kau tak mau makan, Max akan marah loh. Memangnya Miky mau jika Max marah?" tanya Marie.

Dengan segera Miky mengangkat kepalanya dan mantap Marie dengan raut wajah panik, tapi, sangat amat menggemaskan!

"Jangan Mom. Jangan begitu, nanti kalo Max tahu, Max akan mendiamkan Miky, nanti Max tak akan mau berbicara kepada Miky, jangan. Nanti Max juga akan hukum Miky, Max akan marah kepada Miky," ucapnya dengan mata yang hampir menangis.

Oh tidak. Ya. Sepertinya sebentar lagi Miky akan menangis. Marie jadi merasa bersalah.  Ah tapi tidak. Ini yang terbaik dan yang paling benar, membujuk Miky dengan embel-embel Max memang sangat ampuh.

Karena faktanya, Miky sangat takut jika adiknya itu marah. Miky tak memiliki siapapun untuk diajak bermain kecuali Max, itulah sebabnya dia tak ingin membuat masalah dengan membuat Max marah padanya.

"Maka dari itu, makan ya sayang. Mom tak akan memberitahu Max jika kau mau memakan sarapanmu. Dan juga sayurannya," tawar Marie pada anaknya.

"Baik Mom, Miky mau makan."

"Good Boy,"