Setelah terbangun dari tidur yang pulas, mereka melanjutkan perjalanan ke hutan lapis empat, mereka menempuh perjalanan tujuh hari. Pintu masuk hutan lapis empat sudah di depan mata, pintu masuk itu terbuat batu padas berwarna putih yang tersusun secara alami, ketika masuk mereka sering di sesatkan jalannya oleh siluman penunggu hutan lapis ke empat.Berbeda dengan hutan lapis sebelumnya, keadaan tanah di sekitar hutan itu berlubang-lubang, diameter lubang tanah sekitar satu sampai dua meter dan di pojok dekat pohon besar diameternya sekitar lima meter. Kira-kira jenis siluman apa yang menghuni hutan lapis ke empat?.
"sepertinya kita berputar-putar di sini?," kata Nyai Wungu.
"Sama seperti hutan lapis sebelumnya bunda, semuanya hutan ilusi, sebelum siluman penunggunya kita bunuh ,kita selalu di sesatkan dengan ilmu mereka," kata Pangeran Arya.
"Benar Raden," kata Kiai Wungu.
"Kita sudah dua jam berada di hutan lapis empat, kita santai-santai saja dulu dinda, ayo kita duduk duku buat minuman sejenak," kata Kiai Wungu.
"Iya, kanda," kata Nyai Wungu.
Tetapi ketika mereka bertiga sedang mengikat kuda mereka dan hendak membuat minuman, tiba-tiba puluhan kelabang raksasa keluar dari lubang-lubang tanah itu, kelabang itu memiliki panjang rata-rata tujuh sampai sepuluh meter, dengan mata merah yang menyala. Dengan sigap ke tiga pendekar itu mengeluarkan senjatanya.
"Hai anak manusia, jika kalian ingin selamat, kembalilah ke rumah kalian," kata salah satu kelabang raksasa itu.
"Tidak, kami ingin bertemu junjunganmu dulu, Raja buto ijo, kami ingin membunuhnya," kata Pangeran Arya.
"Baiklah jika kalian tak mau kembali, bersiap-siap menjadi santapan kami," kata salah satu kelabang raksasa.
Ssssss!
Krak!
Bugh!
Salah satu kelabang raksasa menyerang Pangeran Arya dengan mendesis dan mau membelit tubuh Pangeran.
Hyat!
Sreek!
Pangeran Arya berhasil memenggal kepala kelabang raksasa itu, sementara pangeran juga melakukan hal sama terhadap para siluman itu, beberapa siluman telah tumbang di tangan Pangeran Arya.
Sementara Nyai Wungu mengandalkan senjata pedang dan selendangnya untuk menyerang para kelabang Raksasa.
Hiyat!
Sreeet!
Selendang ungu melesat dan mengenai kepala kelabang raksasa itu, dan beberapa kelabang raksasa juga tumbang di tangan Nyai wungu. Tapi dia juga memanfaatkan pedangnya untuk menebas kepala kelabang raksasa itu.
Sementara Kiai Wungu juga menggunakan senjata selendangnya untuk menyerang, tetapi dia lebih dominan menggunakan gada untuk memukul musuhnya.
Hiyat!
Bugh!
Beberapa kelabang raksasa juga tumbang di tangan Kyai Wungu, kini puluhan bangkai berserakan memenuhi hutan lapis empat.
"Mereka sudah mati dinda," kata Kiai Wungu.
"iya Romo, kita berhasil mengalahkan mereka," kata Pangeran Arya.
"Iya Kanda," kata Nyai Wungu.
"Sepertinya ini lebih mudah, daripada siluman sebelumnya," kata Pangeran Arya.
"Eh...! kita tidak tahu Raden, mungkin ini hanya prajuritnya ,kita tidak tahu, kalau ada Raja kelabangnya di sini," kata Nyai Wungu.
"Oh iya betul bunda," kata Pangeran Arya.
Ssst!
Tiba-tiba terdengar suara mendesis dari lubang tanah paling besar, tiba-tiba muncul sesosok Kelabang yang lebih besar dari sebelumnya, istimewanya kelabang itu berkepala tujuh, di tengah kepala tujuh ada kepala kelabang yang di tempeli mestika, batu itu berwarna merah menyala.
"Raden, itu adalah Rajanya, pasti kekuatannya lebih tangguh dari pada prajuritnya," kata Kiai Wungu.
"Kita harus berhati-hati," kata Pangeran Arya.
"Siap-siap, Raja kelabang itu berjalan ke arah kita," kata Kiai Wungu.
Sssst!
Hiyat!
Sssst!
Hiyat!
Sssst!
Hiyat!
Serangan dengan taring racun di arahkan ke tiga pendekar itu, dengan sigapnya mereka menghindar. Lalu kemudian Pendekar sutera ungu itu membawa Pangeran Arya terbang dan hinggap di dahan pohon sambil merencanakan penyerangan.
"Raden, apa kau bisa melihat di taringnya ada cairan hijau yang menetes, itu adalah racun, hati-hati," kata Nyai Wungu.
"Iya bunda, kita atur strategi, aku akan menggunakan padangku untuk menebas leher sebelah kiri, sedangkan Romo fokus melawan Kepala yang ada mestikanya itu, sementara bunda fokus menyerang daerah kanan," kata Pangeran Arya.
"Ide yang bagus Raden, ayo kita lakukan," kata Kiai Wungu.
Hiyat!
Sreet!
Hiyat!
Sreet!
Hiyat!
Bugh!
Pangeran Arya memenggal kepala bagian kiri, Nyai wungu memenggal kepala bagian kiri, Kiai Wungu menggunakan gada untuk memukul kepala yang ada mestikanya. Dan apa yang terjadi, ketika kepala itu terpenggal, kepala itu menyatu lagi dan hidup kembali, raja kelabang berkepala tujuh itu sangat sakti. Beberapa serangan selendang, sabetan pedang dan pukulan gada tidak membuatnya terluka.
Ssst!
Srooot!
Kepala kelabang raksasa itu menyerang ke tiga pendekar itu, mereka hanya bisa menghindar dan menangkis serangan Raja Kelabang itu. Tiba-tiba lengan Nyai Wungu tercakar oleh kaki kelabang raksasa itu, tapi syukurlah tidak mengenai racun di mulut kelabang itu.
"Ah...!!"teriak Nyai wungu kesakitan.
"Bunda...!"teriak Pangeran Arya.
Sreeet!
Selendang sutera ungu milik Kii wungu meluncur dan menarik tubuh istrinya itu.
"Dinda...! Kau tidak apa?" tanya Kyai Wungu.
"Ini hanya lecet kanda, untung tidak mengenai racun di mulutnya," kata Nyai Wungu.
"Syukurlah dinda," kata Kyai Wungu.
"Lihat Raden kanda, dia dalam bahaya, tubuhnya di lilit salah satu leher kepala kelabang itu" kata Nyai Wungu.
Sreet!
Selendang ungu dari Nyai Wungu melilit tubuh pangeran untuk melindungi dari serangan kelabang.
Bugh!
Gada milik Kiai Wungu di gunakannya untuk memukul kelabang itu, akhirnya tubuh Pangeran di lepaskan oleh kelabang itu. Kemudian Pangeran Arya di tarik ke atas oleh Nyai Wungu menggunakan selendangnya.
"Romo...! Kemari Romo!" panggil Pangeran Arya.
Kiai Wungu akhirnya terbang mendekati istri dan anak angkatnya. Kemudian Nyai Wungu membawa mereka terbang tinggi dan bersembunyi di dahan pohon.
"Ha...ha....ha....! Kalian kabur kan? serangan kalian tak sedikit pun mampu menumbangkan kami," kata Raja Kelabang itu sambil tertawa terbahak-bahak.
Sementara mereka bertiga lagi mengatur siasat dan strategi di persembunyian dahan pohon.
"Kanda, Raja Kelabang itu mempunyai kekebalan, setiap kepala terpenggal pasti menyatu dan hidup lagi," kata Nyai Wungu.
"Iya Dinda, aku juga sependapat denganmu, kita harus mencari solusinya," kata Kiai Wungu.
"Makanya kalian tak bawa kesini untuk berdiskusi," kata Nyai Wungu.
"Iya bunda, tapi bunda, sepertinya Raja Kelabang itu mempunyai kelemahan, apa kau melihat garis merah melingkar di ekor yang menjadi bagian dari ke tujuh kepala itu?," kata Pangeran Arya.
"Iya Raden kamu benar, coba nanti kita penggal di bagian lingkaran ekornya, kita tebas saja Raden," kata Kiai Wungu.
"iya Romo, ketika aku mau menebas ekor yang ada garis merahnya, Bunda dan Romo mengalihkan perhatian kelabang itu dengan menyerangnya," kata Pangeran Arya.
"Iya Raden, tetapi alangkah sebaiknya mestika dari hutan lapis sebelumnya di keluarkan dulu dari tubuhmu?," kata Nyai Wungu.
"Untuk di masukkan ke dalam pedangmu Pangeran, fungsi mestika yang kita dapat dari hutan sebelumnya bisa di gunakan untuk melawan siluman di hutan selanjutnya, bukankah begitu, supaya tebasan itu benar-benar mujarab untuk meruntuhkan ilmu kebal Raja kelabang itu," kata Nyai Wungu.
"Kamu benar Dinda," kata Kyai wungu.
"Iya benar bunda, lalu bagaimana cara mengeluarkan mestika ini dari tubuhku?," kata Pangeran Arya.
"Caranya sama seperti penyatuan mestika Raden, genggam tanganmu dan tarik nafaslah, dua mestika itu akan berada di genggamanmu," kata Nyai Wungu.
"Baiklah," kata Pangeran Arya.
Pangeran Arya akhirnya berhasil mengeluarkan mestika itu dari tubuhnya.
"Ini Bunda, jika menyatukan mestika ke pedang saya bagaimana caranya?," kata Pangeran Arya.
"Caranya letakkan dua mestika itu ke pedangmu, kemudian tiuplah tiga kali sambil mata tertutup," kata Nyai Wungu.
Sesuai instruksi dari ibu angkatnya, Pangeran Arya akhirnya berhasil memasukkan mestika itu ke pedangnya, seketika Pedang Pangeran Arya bergetar, dan seperti mempunyai nilai kekuatan spiritual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya.
"Ini sudah menyatu Raden, semoga kekuatan mestika yang ada di pedang ini mampu meruntuhkan ilmu kebal Raja kelabang itu," kata Nyai Wungu.
"Iya, bunda," kata Pangeran Arya.
Tiba-tiba suara Raja kelabang itu menantang ke tiga pendekar yang sedang bersembunyi, Raja kelabang tahu persembunyiannya hanya di atas dahan pohon, dia menggunakan kekuatan ilusinya untuk melihat keberadaan tiga pendekar itu.
"Ha...ha...ha...! Hai manusia kenapa kalian tidak keluar untuk melawanku lagi?" kata Raja kelabang.
"Dinda, Raja kelabang itu sudah menantang kita," kata Kiai wungu.
"Ayo kita serang kanda, Khusus untukmu Raden, seranglah dari arah belakang dengan pedang yang sudah ada mestikanya," kata Nyai Wungu.
"Iya, aku akan terjun dari arah belakang," kata Pangeran Arya.
"Ayo kita serang Kanda," kata Nyai Wungu.
Hiyat!
Sreet!
Pendekar sutra ungu meluncur dengan selendangnya sambil mengalihkan perhatian Raja kelabang itu. Serangan beracun dari Raja kelabang itu menyerang ke dua pendekar ungu itu, tapi mereka hanya mengalihkan perhatian, sementara dari belakang Pangeran Arya membawa pedang yang di isi mestika, pedang itu akan di gunakan untuk menebas ekor Raja kelabang itu, yang mana ekornya ada lingkaran merah yang di duga menjadi titik kelemahan Raja kelabang itu.
Hiyat!
Sleep!
Ekor yang ada tanda merah pada Raja kelabang berhasil di potong oleh Pangeran Arya dari belakang.
"Ah...!" erang Raja Kelabang.
"Bagus, Raden," kata Nyai Wungu.
Sreet!
Sreet!
Kemudian Nyai Wungu menebas satu kepala kelabang, dan ternyata setelah kepala itu putus tidak bangkit lagi, berarti memang benar, kelemahan Raja kelabang itu dari ekornya.
"Raden, setelah aku penggal, kepala itu tidak menyatu lagi dengan badannya, berarti kelemahan terletak di ekornya, sekarang bantu aku untuk menebas kepala mereka," kata Nyai Wungu.
"Iya Bunda," kata Pangeran Arya.
Hiyat!
Sreet!
Hiyat!
Pangeran Arya langsung menebas tiga kepala dengan pedangnya.
Hiyat!
Sreet!
Hiyat!
Sreet!
Nyai Wungu juga melakukan hal yang sama langsung menebas tiga kepala dengan pedangnya. Akhirnya mereka berhasil mengalahkan Raja kelabang itu dengan mencari titik kelemahannya. Setelah Raja kelabang itu mati, muncul sinar dari kepala yang terpenggal, sinar itu tak lain adalah mestika dari Raja Kelabang.
"Raden itu mustikanya, ambil Raden," kata Nyai Wungu.
"Iya bunda," kata Pangeran Arya.
Pangeran langsung mengambil mestika itu dan membungkusnya dengan daun.
"Bunda, syukurlah kita berhasil mengalahkan Raja kelabang ini, siluman ini benar-benar sangat kuat," kata Pangeran Arya.
"Iya syukurlah Raden, Ini sudah sore, sebaiknya kita mendirikan tenda di sini, dan kita pergi untuk mencari makan di hutan," kata Nyai Wungu.
"iya bunda," kata Pangeran Arya.
"Kanda, kamu dirikan tenda ya, aku dan Raden akan pergi mencari makan, oh ya...jangan lupa buat perapian ya, untuk bakar ikan, ayo kita pergi dulu Raden," kata Nyai Wungu.
"Iya Dinda," kata Kiai Wungu.
"Ayo bunda," kata Pangeran Arya.
Nyai Wungu dan Pangeran Arya pergi menelusuri hutan untuk mencari makan, mereka menelusuri hutan lapis ke empat untuk mencari ikan, singkong dan buah-buahan.
"Romo, kami datang" kata Pangeran Arya.
"Kanda, kami datang, ha...? akenapa dia tidak ada?" kata Nyai Wungu.
Tiba-tiba suara kuda terdengar, dan kuda itu adalah milik Kiai Wungu.
"Romo?...Dari mana saja?" kata Pangeran Arya
"Maaf, aku tadi mandi di sungai, rasanya gerah sekali badanku, aku sambil mencari dedaunan untuk makanan kuda kita," kata Kiai Wungu.
"Oh begitu, aku juga ingin mandi, aku tinggal sebentar ya, Romo dan bunda masak berdua ya," kata Pangeran Arya.
"Iya Raden, Kalau Raden sudah selesai nanti ganti aku yang pergi mandi," kata Nyai Wungu.
"Iya Bunda," kata Pangeran Arya.
Sudah cukup sepertinya pertarungan untuk hari ini. Namun, bukan berarti semuanya telah berakhir. Akan ada lapis-lapis di hutan ini dan pertempuran yang serupa pasti akan terulang lagi.
Bersambung.