Langkah kaki Restu berhenti ketika sudah berada di depan kamar rawat inap VVIP milik Bara. Ia sedikit ragu untuk masuk ke dalam sana.
Entahlah ia juga tak tahu apa yang membuat ia menjadi sangat ragu seperti ini, padahal ia tak memiliki kesalahan apapun kepada Bara maupun kedua orangtuanya.
Ia menarik nafas dalam-dalam dan kemudian ia keluarkan pelan-pelan, kembali ia menatap ruangan itu lagi dengan harap-harap cemas yang ia rasakan.
Tak lama kemudian setelah cukup rasanya untuk berpikir ia menutup matanya untuk membuka pintu kamar Bara.
Sebagai seorang sahabat ia sedikit prihatin dengan keadaan Bara yang katanya sedang berada pada tahap Menunggu sebuah mukjizat saja. Hidup juga dibantu dengan alat-alat yang saat ini menempel di tubuhnya.
Pintu kamar itu terbuka hingga Restu langsung membuka matanya dengan sangat perlahan untuk melihat keadaan kamar Bara.