"Mama!" panggil Alan dengan lantang di dalam rumah yang nampak sepi.
Deg... Mama?
"Ini dia menantu yang telah lama kau nantikan!" lanjut Alan lalu menarik tangan Sisi dengan kasar.
"Bisakah kau sedikit lebih lembut kepadaku?" pinta Sisi tak nyaman dengan perlakuan calon suaminya ini.
"Oh, kalian sudah datang. Sudah jangan banyak bicara, ayo cepat masuk!" ujar seorang wanita paruh baya bernama Linda yang mengenakan syal bulu berwarna abu-abu.
"Dia yang namanya, Sisi, Kan?" tanya wanita paruh baya itu dengan ketus.
"Iya, dia Sisi. Wanita yang sudah membuatku sangat kesal!" geram Alan lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
"Alan, jangan. Kau bisa membuatnya kabur lagi!" cegah Linda lalu menangikis tangan Alan yang kekar dan bersiap memukul wajah Sisi yang ketakutan.
"Sini kau!" Linda menarik tangan Sisi masuk ke dalam rumah, sontak wanita cantik itu ketakutan dan tak bisa berkata-kata lagi, "Kau akan jadi menantu di rumah ini, jadi kau harus mengenal terlebih dahulu rumah calon suamimu!"
Brakk...
Tubuh Sisi di lempar ke lantai marmer berwarna hitam yang nampak mengkilap.
"Aduh!" Sisi meraba lututnya yang terasa sangat perih karena terjatuh.
"Kau tak boleh sampai kabur lagi, kami sudah mempersiapkan pernikahan mewah untukmu. Paham!" Linda berteriak begitu kencang membuat Sisi menutup telinganya, tak dia sangat calon mertuanya ini begitu kasar sama seperti Alan.
"Pelayan, bawa dia ke kamarnya, kunci pintu kamarnya. Jangan sampai dia kabur lagi dariku!" perintah Alan yang terus memperhatikan wajah mamanya yang seakan jijik melihat wajah ketakutan Sisi.
"Bawa dia pergi, aku tak mau melihat wajah polosnya lagi!" lanjut Linda lalu membalikkan badannya meninggalkan Sisi yang ketakutan.
"Alan, tolong! Jangan kasar begini, aku ini calon istrimu!" tegas Sisi sembari meronta-ronta menolak tarikan tangan pelayan yang segera membawanya masuk ke dalam sebuah kamar mewah bergaya eropa kuno.
Bukannya membantu Sisi, Alan malah tertawa puas melihat ceritan dan rontaan wanita cantik itu.
"Masuk kau! Ini kamarmu jadi jangan bersuara lagi!" tegas pelayan itu lalu menutup pintu kamar dengan kasar.
"Sial, kenapa mereka kasar begini!" kesal Sisi lalu melangkah kearah jendela kaca besar di ujung kamar dan melihat ke halaman rumah Alan yang dipenuhi anjing penjaganya yang terus berpatroli.
"Aku harus bagaimana sekarang? Ah, sekarang aku pasti tak akan kabur dengan mudah!"
Sisi terduduk di samping jendela kaca dan terus berpikir cara kabur dari keluarga mafia yang kasar ini.
Tok... tok... tok...
Seseorang mengetuk pintu kamar tempat Sisi berada, awalnya dia tak ingin membukanya. Namun tiba-tiba...
"Sisi, aku Diona!" panggil wanita paruh baya itu membuat Sisi bangkit dari tempatnya terduduk.
"Aku tak bisa membuka pintunya, pintunya terkunci!" tutur Sisi berusaha berbicara berbisik agar pelayan Alan tak mendengarkan perkataanya.
"Jangan takut, aku akan segera melaporkan ini kepada Owen!"
Suara itu kemudian menghilang dan Sisi hanya bisa menduga-duga bagaimana bisa wanita paruh baya itu bisa sampai masuk ke rumah mafia Alan Purple dengan begitu mudah.
"Apa mungkin itu, Diona?" tanya Sisi yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
Matanya lalu menatap ke langit-langit kamar lalu melangkah menuju tempat tidur empuk yang disiapkan Alan untuknya.
"Oh, aku harus bagaimana sekarang?" Sisi membaringkan badannya dan membiarkan tubuh letihnya beristirahat sejenak.
Brakk...
Alan mendorong pintu yang segera dia kunci, sontak Sisi ketakutan dan bergegas berlari ke pojok kamar untuk berlindung.
"Kenapa kau ketakutan begitu?" teriak Alan yang justru membuat Sisi semakin ketakutan.
"Tidak! Jangan ganggu aku!"
"Kau bilang apa? Aku tak dengar!" ujar Alan lalu menarik tangan Sisi yang masih jongkok sembari menutup wajahnya karena khawatir pria menyeramkan ini memukuli wajahnya.
"Jangan dekat-dekat, sungguh aku tak mau kau sampai menyakitiku!" Sisi terus memohon namun Alan segera meraih tangannya dan melemparnya ke atas tempat tidur.
"Jangan membuatku kesal! Aku tak sejahat itu!" teriak Alan tak terima penolakan Sisi yang baginya begitu menghinda.
"Aku mohon, aku sangat ketakutan, Alan!"
Brak...
Linda memasuki kamar Sisi lalu menghampiri calon menantunya yang sendang di terbaring tak berdaya di bawah tubuh Alan.
"Kenapa kalian masih di sini, cepatlah turun. Tamu kita sudah menunggu!"
Hah! Tamu?
Sisi terdiam sesaat lalu kembali meronta, "Tamu apa? Aku tak mau bertemu siapapun saat ini!"
"Diam! Ikut dengan kami!" Linda menarik tangan Sisi untuk bangkit dari tempat tidur, "Pelayan, ganti bajunya dengan pakaian yang lebih layak. Hari ini kita akan memperkenalkan calon menantu Keluarga Purple ini keseluruh kolegaku!"
Mata Sisi membola dan Alan serta Linda bergegas pergi dari kamar itu. Dalam kamar tinggal tersisa dua orang pelayan wanita yang berwajah tak ramah yang langsung menarik resleting baju hitam Sisi yang tadi dia kenakan.
"Ini bajumu, kau harus terlihat cantik atau kau akan dihajar habis-habisan oleh Tuan Alan!"
Sisi menghela nafasnya panjang sembari menatap lekat-lekat bayangan dirinya di cermin besar sebelah tempat tidur.
Sebuah baju pengantin putih dengan belahan dada begitu rendah dan hiasan bulu-bulu segera ditunjukkan pelayan kepadanya, "Kenakan ini!"
"Apa? Inikan baju pengantin?" tanya Sisi yang tak menyangka jika keluarga ini begitu ingin dia segera menikah dengan tuan mudanya.
"Benar, kami memang sudah mempersiapkan semua ini sejak minggu lalu, namun karena kau kabur kami jadi susah!" tegas pelayan itu lalu memasangkan baju pengantin putih itu di tubuh Sisi.
"Ti--tidak. Ini tak bisa di lanjutkan!" tegas Sisi namun dia tak bisa lagi melawan.
Tak lama kemudian seorang perias pengantin memasuki kamar dan bersiap merias wajah Sisi yang pucat karena ketakutan.
"Ini pengantinnya?" tanya perias pengatin itu lalu meminta Sisi duduk menghadap cermin.
"Iya, dia! Cepatlah, kami akan mengawasi dia. Dia sangat liar!"
"Hah, liar?" Membran mata Sisi membesar, dia tak menyangka jika pelayan itu menyebutnya liar padahal keluarga ini tak lebih baik baginya.
"Kau harus dia di tempatmu, jangan sampai mereka menyakitimu!" jelas perias pengantin itu lalu sibuk dengan semua kuas dan make up yang dia bawa.
"Aku tak mengerti mengapa mereka begitu ingin aku segera menikah dengan Alan!" gerutu Sisi saat perlahan wajahnya mulai dipulas dengan semua pewarna yang membuat wajahnya seketika berubah menjadi sangat cantik.
"Keluarga ini butuh penerus dan kau harus mau menjadi ibu dari anak-anak Tuan Purple!" tutur perias itu tanpa ekspresi.
"Cuih, aku tak sudi dia menghamiliku!" tegas Sisi yang tak sadar jika Alan baru saja memasuki kamar tempatnya berrias.
"Kau bilang apa?" teriak Alan membuat wanita cantik itu sangat ketakutan.
Plakkk...
Tangan Alan melayang tepat di pipi Sisi, seketika tangannya meraba pipinya yang terasa sangat panas karena tangan kekar calon suaminya itu.
"Beraninya kau memukulku!"
"Kau pantas dipukul, dasar perempuan tak tau diri!" tegas Alan dengan kejam.
Mata Sisi langsung penuh akan air mata, dia tak menyangka bahkan sebelum pernikahannya dia harus merasakan kekarnya tangan calon suaminya ini.
"Aku harus kabur, aku tak akan bisa hidup dengan pria sekasar, Alan!" ujar Sisi dalam hati.