Chapter 18 - Tak Henti Dibuntuti

"Aku adalah polisi yang mendapatkan laporan jika Tuan Owen Grey telah menculikmu!"

"Hah, menculik?" tanya Sisi lalu tertawa.

"Jangan bergerak atau melawan jika kau tak mau hukumanmu ditambah!" anjam polisi itu membuat Owen mengangguk pelan.

"Baiklah, bawa aku saja!" ujar Owen berlaga berani.

"Owen, aku mohon. Jangan lakukan itu, aku tak mau mereka melukaimu!"

Hahahaha....

Owen tertawa mendengar perkataan Sisi. "Kalau memang mereka melukaiku itu sama saja dengan mereka cari mati denganku!"

Sisi terdiam lalu berjalan mendekati Owen. "Apa yang kau rencanakan?"

"Tidak ada! Kau tunggu saja di sini dan aku janji ini tak akan lama!"

Owen lalu membiarkan polisi itu memborgol tangannya, Tuan muda Grey itu lalu mengikuti langkah polisi menuju mobil yang mereka parkir di depan kantor tempat Owen berada saat itu.

"Owen!" panggil Sisi dengan wajah cemas dari jendela yang menghadap ke mobil polisi yang membawa Owen.

Owen tak menjawab, dia hanya tersenyum simpul dengan tangan yang masih terborgol.

"Jangan cemas, Nyonya!" ujar Brian yang berdiri di samping Sisi.

"Kenapa kau berkata begitu?"

"Keluarga Grey tak akan membiarkan tuan mudanya di bawa seperti ini. Mereka pasti akan melawan!"

"Kau yakin?" tanya Sisi yang paham posisinya saat ini.

"Iya, saya yakin! Tunggu saja di ruangan tadi sampai tuan muda kami kembali!"

Sisi menuruti permintaan Brian dan melangkah cepat menuju ruangan tempat tadi Owen ditangkap.

"Huft, rumit sekali!" gerutu Sisi lalu membaringkan tubuhnya yang lelah di atas sofa empuk ruangan itu. Matanya sesekali menatap langit-langit ruangan itu sambil membayangkan pernikahannya dengan Owen yang sedang mereka rencanakan.

Perlahan matanya mulai mengantuk dan tak lama kemudian Sisi mulai tertidur.

"Sepertinya dia sangat kelelahan!" bisik Brian yang sejak tadi mengamati Sisi dari jauh.

**

Dua jam kemudian.

"Mana, Sisi?" tanya Owen yang benar-benar bisa bebas dari kantor polisi dengan cepat.

"Dia masih di kamar, dia sedang tidur!" jelas Brian yang menyambut Owen di pintu masuk kantor!"

"Bagaimana harimu, Tuan!"

"Tak baik, orang yang melaporkan keberadaanku adalah ibu dari Alan yang sedang kesal!"

"Tapi kau bisa bebas!" ujar Brian sembari menemani Owen menuju ruangan tempat Sisi sedang beristrirahat.

"Iya, aku membayar polisi itu dengan sejumlah uang dan mereka sepakat mengatakan kepada Keluarga Purple jika aku kabur ke perbatasan!"

Hahahahaha

Tawa Owen dan Brian pecah membuat Sisi yang mendengarnya jadi terbangun. "Kau sudah pulang?"

"Iya!" jawab Owen singkat lalu mengampiri tubuh Sisi yang masih sangat mengantuk.

"Aku pikir kau akan lama!" lanjut Sisi yang bangkit dari pembaringannya lalu meraih tangan Owen yang kekar.

"Tak mungkin bisa aku meninggalkanmu lama, Sayang. Percayalah, semua hal buruk di dunia ini sudah pernah aku lalui!"

Sisi tersenyum mendengar keberanian pria yang kini berhasil merebut hatinya itu, mereka lalu meminta Brian menyiapkan makan sore untuk mereka karena perut Sisi sudah sangat lapar!"

**

Malam hari.

Hari sudah larut saat Owen dan Sisi memutuskan untuk pergi berjalan-jalan sekitaran kantor. Mereka ingin menikmati malam yang indah di Pusat Kota Pemerintahan Inggiris itu sekedar membunuh waktu.

"Kau mau beli apa?" tanya Owen saat melihat deretan kafe mahal di depannya.

"Aku hanya ingin segelas kopi manis dengan susu yang dapat membuatku melupakan sejenak masalah hari ini!"

"Owen Grey, akan melayanimu, Nyonya!" canda Owen lalu meraih tangan Sisi yang begitu dingin malam itu.

"Kau manis sekali!" bisik Sisi lalu mulai berjalan bergandengan dengan pria tampan itu.

Awalnya mereka berjalan menuju sebuah kafe yang memajang potongan cake di etalase depan toko, namun karena tempat itu sudah dipenuhi pengunjung. Owen dan Sisi memutuskan mencari tempat lain yang lebih sepi.

"Kau mau ke sana?" tunjuk Owen pada sebuah tempat lain yang terlihat lebih lengang dengan cahaya ruang yang nampak redup.

"Baiklah, itu lebih baik dari pada harus menunggu beberapa tamu pulang dulu dari tempat ini!" tutur Sisi kemudian mengayunkan lagi langkahnya menuju tempat yang ditunjuk Owen.

Mereka kemudian menunjuk satu sisi kafe yang tak berhadapan dengan meja lain dan terlihat nyaman untuk mereka mengobrol.

"Silahkan, Tuan, Nyonya!" ujar pelayan kafe itu dengan ramah.

Owen langsung memilih duduk di kursi pojok sedang Sisi duduk di sampingnya. Matanya langsung mengarah pada buku menu berwarna hitam yang tulisannya sangat kecil. "Kau pesan apa?" tanya Sisi sambil membolakan matanya untuk bisa membaca tulisan yang tertera.

"Buka!" perintah Owen dan ternyata di bagian dalam buku menu terdapat gambar menu sekaligus tulisan yang lebih besar dari bagian sampulnya.

"Ah, ternyata di sini lebih jelas!" ujar Sisi lalu mulai memilih menu yang akan mereka pilih saat ini.

"Yang ini enak!" ujar Owen sambil menunjuk kearah sebuah foto cake dengan topping selai berwarna merah dan potonga strowbery di atasnya.

"Kau pernah coba?" tanya Sisi lirih.

"Sudah pernah, kau pasti suka!"

Sisi kemudian memilih menu yang ditunjuk Owen.

"Sekarang giliranmu!"

Owen kemudian membulak balik buku menu seperti mencari menu yang pernah dia beli. "AH, tak ada!" kesalnya lalu membuka bagian menu kopi yang dijual beserta cemilan. "Yang ini saja!" tunjuk Owen.

Sisi lalu memanggil pelayan dan memesan semua yang sudah mereka pilih ditambah segeral kopi susu dingin yang sudah lama tidak dia minum.

Tak lama kemudian semua pesanan datang dan Sisi memulai percakapannya dengan Owen malam itu.

"Kenapa kau tak memanggil pelayan setiamu datang kemari?"

"Diona?" tanya Owen sembari menyandarkan punggungnya ke tempat duduk cafe yang sangat nyaman untuknya.

"Iya, dia pasti sangat senang jika bisa melayani kita di sini!"

"Tapi sepertinya dia harus tinggal di London untuk beberapa hari lagi!" jelas Owen akan ketidakhadiran Diora di kota ini.

"Kenapa?"

"Keluargaku ada acara besar di sana. Jadi dia tak bisa absen!"

Sisi mengangguk pelan lalu seorang pelayan menghampiri mereka untuk mulai menyajikan semua pesanan mereka.

"Wah, kuenya nampak enak!" ujar Sisi dengan senang.

"Kuenya enak dan kopinya juga. Percayalah kau akan memintaku membawamu ke tempat ini lagi!"

Sisi segera mengguk kopi dingin yang disajikan dan seketika dia berdecak kagum. "Wah ini enak sekali!"

"Sudah kubilang, kau pasti suka!"

Owen kemudian memotongkan kue stowbery itu untuk Sisi dan sekali lagi wanita cantik itu langsung tersenyum karenanya.

"Ini enak, benar katamu!"

"Sudah kubilang!"

"Eh, dia!" tunjuk Owen pada seorang pria yang terlihat berlari dibalik jendela kaca kafe.

"Siapa?" tanya Sisi yang memutar badannya kearah jari Owen.

"Dia itu anak buah Alan!" jelas Owen lalu kembali duduk di samping Sisi. "Ada saja hal yang mengganggu kita, Sayang!" ujar Owen yang nampak masih kesal.

"Memangnya kenapa kalau Alan datang?" tanya Sisi lalu tersenyum separuh.

"Kau benar juga. Toh kita sudah sepakat untuk menikah, jadi tak ada lagi yang harus kita takutkan!"

"Iya, benar. Kita nikmati saja hari ini dan lupakan pria menyebalkan yang suka membuat pernikahan palsu itu!"

"Iya!" Owen lalu memotong kue strowebry milik Sisi lalu menyuapkan ke mulutnya. "Mari kita nikmati malam ini hingga kita lupa segalanya!"

Sisi lalu mengambil sendok yang ada di tangan Owen lalu dengan manja menyuapkan potongan kuenya ke bibir merahnya. "Aku suka ini, Sayang!" ujar Sisi dengan matanya yang berbinar.

"Oh, jadi kalian di sini?" sapa Liony yang tiba-tiba muncul di hadapan Owen.

"Lio...."

"Kenapa kau kaget begitu, Owen?" tanya Liony sambil terkekeh. "Kau takut aku mengatakan kisah cinta kita pada calon istrimu ini?"

"Hah! Kisah cinta apa?" tanya Sisi yang tak tau apa yang sednag mereka bicarakan.

"Tidak! Bukan, Sayang!" Owen seketika terlihat kikuk lalu menarik tangan Sisi dari meja yang beberapa menit yang lalu sangat nyaman untuk merek berdua.

"Kenapa?" tanya Sisi yang tau ada yang salah antara calon suaminy dan temannya ini.

"Tidak! Nanti aku jelaskan semuanya di kantor!" ujar Owen ketakutan.

"Katakan sekarang?" desak Sisi lalu menghentikan langkah pria tampan itu.

"Nanti saja!"

"Sekarang atau aku pergi!"

"Sisi...."