"Sebaiknya aku menemuinya sebelum dia marah besar kepadaku!" ucap Owen lalu bergegas kembali masuk untuk mengenakan pakaiannya.
"Mana, Owen!" geram Ryan-paman Owen yang sudah berada di depan pintu kamar keponakannya itu.
"Sabar! Keponakanmu masih bersiap!"
Brak...
Ryan mendobrak pintu kamar Owen membuat Sisi dan Owen terbelalak kaget.
"Hah! Jadi kalian bercinta di kamar keponakanku!" geram Ryan kepada keduanya yang tak berbusana lengkap saat tertangkap basah.
"Paman, kami hanya...."
"Hanya!" Ryan memasuki kamar lalu menatap tajam kearah Sisi yang hanya menutup tubuhnya dengan selembar selimut tipis. "Dia ini istri musuhmu, lalu kau menidurinya! Kau sudah gila, Owen!"
"Paman, tidak begitu ceritanya!" ujar Owen membela diri. "Alan, yang memulai semua masalah ini hingga istrinya lebih memilihku ketimbang dirinya!"
"Owen, kau pasti sudah disihir oleh wanita ini hingga kau tak bisa berpikir dengan baik!"
Sisi yang ketakutan hanya bisa terdiam, dia berharap Owen mau mengatakan sesuatu untuk membelanya yang tak bisa berbuat apa-apa saat ini.
"Kau benar-benar memalukan, Owen!" sambung Ryan lalu menarik tubuh keponakannya itu keluar dari kamar.
"Paman, mengertilah, dia benar-benar wanita yang lemah!"
"Lemah katamu?" Ryan menarik dagu keponakannya hingga mereka saling bertatapan dengan tajam. "Kau bisa saja membuat hubungan kedua keluarga yang sudah buruk ini menjadi semakin buruk!"
"Tapi aku..."
"Apa?" Mata Ryan semakin membola menunggu pembelaan dari keponakannya itu.
"Dia adalah wanita yang bisa membuatku puas. Baru kali ini aku merasakan kepuasan sebagai seorang laki-laki, Paman!"
Cuih...
Ryan meludai wajah Owen yang baginya tak memberikan alasan yang tepat dalam kasus ini. "Kalau sampai, Alan tau kau meniduri wanitanya aku yakin dia akan mengadu kepada ibumu dan membuat hubungan kita semakin buruk!"
Owen menghela nafas panjang lalu berdiri tegak di depan Ryan. "Terserah kalian saja, yang pasti aku akan tetap membela, Sisi seperti apa yang sudah aku lakukan selama ini!"
"Kau benar-benar sudah kena sihir, Owen. Rasanya baru kali ini aku melihatmu seberani ini menghadapi musuh kita itu!"
Ryan membalikkan badannya lalu meninggalkan Owen yang masih berdiri menantangnya dengan berani. Baginya sia-sia menghakimi pria yang kepalanya sudah terlalu penuh dengan sihir.
"Hahahahaha, ternyata pamanku hanya bisa memarahiku sampai sebatas itu saja!" gerutu Owen lalu kembali ke dalam kamarnya.
"Ryan sudah pulang?" tanya Diona lalu menghampiri Owen yang tersenyum karena merasa menang.
"Iya, dia sudah pergi. Sepertinya dia tak akan berani mengadangku lagi!"
"Bagaimana mungki kau bisa menaklukan pamanmu yang kejam itu?" tanya Diona bingung.
"Dia pikir wanita ini menyihirku hingga kepalaku tak bisa bekerja dengan benar!"
Diona tertawa, tentu Sisi bukanlah wanita yang sekejam itu hingga tega mengirimkan sihir yang dapat membuat Owen Grey sampai lupa segalanya.
Owen memasuki kamar dan menghampiri Sisi yang duduk di samping tempat tidur dengan menutupi dadanya dengan selimut. "Maafkan aku! Aku membuatmu kembali dalam masalah!"
"Tak usah sungkan! Pamanku memang begitu, tapi dia sebenarnya sangat menyayangiku!"
"Kau benar, dia tak benar-benar memarahimu!"
Owen terkekeh, dia lalu menarik tangan Sis agar berdiri tepat di depannya. "Terima kasih, Sayang. Kau berhasil membuatku merasa seperti laki-laki yang sempurna!"
Sisi memeluk tubuh Owen dengan erat. "Harusnya aku yang berterima kasih kepadamu, Owen. Kau benar-benar pria yang pantas aku pertahankan saat ini!"
Owen tersenyum, dia tak menyangka justru istri musuhnyalah yang bisa membuatnya merasa sepuas ini dalam urusan bercinta.
"Mari kita ulangi kenikmatan kita tadi! Tapi kali ini aku akan lebih liar agar kau bisa merasa lebih luar biasa dari apa yang tadi kita lakukan, Sayang."
Owen melepas pakaiannya lalu memeluk Sisi yang belum mengenakan sehelaipun benang.
Brak...
Owen menghempas tubuh Sisi ke atas tempat tidur lalu merentangkan pahanya lebih lebar. "Kau siap ya, Sayang!" Owen memberikan aba-aba sebelum akhirnya tubuhnya menindih Sisi yang mulai nyaman dengan perlakuan Owen.
"Ah, Owen. Kau benar-benar luar biasa!" puji Sisi saat Owen terus bergerak dengan bebas di atas kulitnya yang mulai memerah.
"OH, kau tak akan menyesal karena hari ini, Sayang!"
Owen bergerak semakin bebas, Pahanya menindih tepat di atas Sisi lalu dengan erat dia meremas pinggul Sisi yang makin basah karena peluh yang membuatnya nampak semakin menggairahkan.
"Oh, Owen! Cepat! Ini! Aku suka!" desah Sisi membuat Owen yang ada di atasnya mempercepat gerakannya.
"Ah!" Owen meremas paha Sisi dengan erat dan tubuhnya semakin tegang. "Oh, ini enak. Sayang!"
"Ah! Ah! Ah!" teriak keduanya saat mereka tiba di puncak kenikmatan mereka.
Tubuh Owen melemas dan tubuhnya mendarat tepat di dada Sisi yang masih terengah-engah menerima terjangan cinta penerus Keluaga Grey ini.
"Kau benar-benar luar biasa, Owen. Ini nikmat sekali!" ujar Sisi dengan puas lalu memeluk leher Owen yang masih tak sanggup memindah tubuhnya.
"Owen, jangan tinggalkan aku! Aku mohon, jangan tinggalkan aku!" bisik Sisi dalam pelukan pria tampan itu membuatnya tak bisa lagi berkata-kata.
Tok... tok... tok...
Pintu diketuk oleh Diona dan Owen terpaksa bangkit dari tubuh Sisi.
"Aku akan segera kembali, Sayang!" bisik Owen lalu menarik pakaiannya yang berserekan di atas lantai.
Kaki Owen yang masih lemas terpaksa berjalan mendekati pintu lalu membukanya untuk melihat apa tujuan pelayanan setiannya itu mengetuk pintu. "Ada apa?"
"Maaf aku mengganggumu, aku hanya ingin menawarkan makan siang untuk kalian. Kau pasti sangat kelelahan setelah harimu yang menyenangkan ini!" bisik Diona dengan tatapan mata penuh arti.
"Hahahahahaha, iya. Siapakan makanan paling enak untuk kami berdua!" pinta Owen lalu menutup kembali pintu kamarnya.
Mendengar perinta dari tuannya, Diona segera mempersiapkan makan siang yang dipesan Owen. dua potong besar daging sapi dengan saos tiram disiapkannya beserta beberapa potong sayuran untuk pelengkapnya.
"Aku rasa ini cukup untuk makan siang mereka!" ujar Diona sebelum kembali melangkah menuju kamar Owen.
"Oh, Owen! Oh!" terdengar Sisi kembali berteriak dengan penuh gairah membuat Diona menghentikan langkahnya.
"Dasar anak muda! Mereka terus saja memacu gairahnya tanpa lelah!" sindir Diona lalu meletakkan nampan berisi makan siang keduanya di kursi dekat pintu kamar.
"Oh, Owen!" teriak Sisi yang kali ini berada di atas tubuh Owen.
"Lakukan, Sayang! Aku suka sekali kalau kau yang ada di atas!" puji Owen sembari meraba kulit susu coklat Sisi yang penuh peluh setelah bercinta dengan liar dengannya.
"AH! AH! AH!" keduanya berteriak begitu lirih menandakan puncak kenikmatan yang kembali mereka capai siang itu. Tubuh Sisi yang sudah tiga kali merasakan terjangan Owen akhirnya tumbang dan tak dapat lagi bangkit.
"Ini luar biasa, Owen!" puji Sisi lalu turun dari bagian bawah perut Owen.
"Tunggu sebentar, aku sudah memesan makanan kepada Diona, dia pasti sudah meletakkannya di depan pintu kamar."
Owen menutup bagian bawah tubuhnya dengan sehelai handuk lalu berjalan perlahan menuju pintu, matanya langsung melihat kearah nampan yang diletakkan Diona di dekat pintu tanpa memperhatikan mamanya yang berdiri dekat pintu.
"Jadi seperti ini kau sekarang, Nak!" hardik Tony dengan kesal.