"Orang Kaya pernah ke pasar gak?" ledek Anna. Sebagai antisipasi, jangan sampai Nam Taemin membuat heboh di dalam sana sebab jalanan becek atau melihat sayuran yang dijajarkan masih bersama dengan tanahnya kemudian ia tidak mau makan nanti.
"Iyalah, yang banyak uang juga Eomma sama Appa," sahut Nam Taemin. Haruskan ia bercerita bahwa sewaktu SMP di Korea Nam Taemin mencari uang sendiri sebagai uji coba yang Ayahnya lakukan. Walau hanya beberapa bulan.
Selebihnya ia tinggal dengan kemewahan yang tidak ia nikmati. Nam Taemin hanya memerlukan Ibu dan Ayahnya yang sibuk. "Baiklah, kalau tidak kuat dengan suasananya... Kamu tunggu saja di parkiran nanti," ucap Anna.
Nam Taemin berdecak sebab Anna ini terlalu berlebihan menilai dirinya. Ia bahkan berjalan terlebih dahulu meninggalkan Anna yang nampak ragu membawa masuk anak yang di kelilingi uang tersebut. Menatap pijakan sebab... Anna dan Nam Taemin sangat berbeda sekali.
Dia bahkan bisa pulang pergi ke Korea dengan mudah padahal Anna bermimpi ingin pergi ke sana. Mungkin jika keadaan ekonomi keluarganya seperti dahulu, setidaknya ia tidak perlu berpikir dua kali jika meminta uang pada Ayahnya yang punya tabungan.
Sekarang bahkan, pak Steven selalu pulang malam untuk mencari penghasilan ekstra. Kenapa pula ia memikirkan permasalahan keuangan bila melihat Nam Taemin yang nampak baik dengan perekonomian.
Anna lantas mengambil langkah untuk menyusul Nam Taemin yang sudah anteng melihat berbagai bahan makanan yang di jajakan. "Cari apa?"
"Yang pertama... Daun singkong," ucap Anna. Sebagai penggemar dedaunan tersebut. Anna selalu mengutamakannya ketika berbelanja. Walau Nam Taemin kini hanya mengikuti, ia menjadi pemegang bahan makanan yang sudah dibeli.
Anna bahkan cakap sekali tatkala melakukan tawar menawar. "Seribu doang Anna..."
"Kamu diem!" ucap Anna. Nam Taemin menggaruk pelipis sebab Anna tengah beradu argumen dengan seorang pedagang. Anna membeli setengah kilo mentimun dengan harga lima ribu rupiah, namun saat pembeli lain menanyakan harga, pedagang tersebut malah kelepasan mengatakan empat ribu.
Ia menaikan harga pada Anna yang sudah hafal harga pasaran, namun semuanya terasa mahal sebab ia bersama dengan pria yang sudah kelihatan tajirnya.
"Tahu begini mending bawa Nana," gerutu Anna. Nam Taemin tidak mengatakan apapun. Lagipula apa salahnya sampai Anna minta jauh-jauh dan berjalan dalam jarak lima meter dengannya. Jika saja bukan kesepakatan dengan guru Dinda. Mana mau Nam Taemin begini.
"Mari bersabar... Untuk Kim Minji," gumam Nam Taemin. Ini memang tawaran yang sangat menggiurkan bagi Nam Taemin. Sebab guru Dinda bisa membuatnya kembali ke Korea saat tengah semester. Tidak perlu menunggu hingga lulus, dan ia punya caranya. Jalan cepat serta singkat ini langsung disetujui Nam Taemin.
Walau memang akan sedikit repot kedepannya. Namun ia benar-benar harus kembali ke sisi Kim Minji dalam waktu dekat.
"Udah yuk," ucap Anna. Lamunan Nam Taemin terbuyarkan tatkala Anna sudah berada di depannya sembari menarik plastik lainnya.
"Aku aja," ucap Nam Taemin. Ia malah menarik plastik belanja yang Anna bawa. Berjalan secara beriringan menuju parkiran.
"Mianhae..." ucap Nam Taemin.
"Mwoga?" tanya Anna.
*Mianhae artinya maaf dalam bahasa yang lebih akrab*
*Mwoga mempertanyakan topik apa yang sedang dibicarakan atau 'Soal apa?' *
"Memang aku... Yang hampir menabrakmu," ungkapnya. Anna terperangah sebab Nam Taemin sedari tadi tidak angkat bicara saat ia mengumpat untuk pengendara ugal-ugalan pada Nana yang memancingnya.
"Beneran Kamu!" bentak Anna.
"Iya, aku buru-buru... Temanku berangkat ke Korea dan aku harus bersekolah, jadi aku mengejarnya... Namun malah ada yang nyebrang fokus sama ponsel, untung aja ada yang narik," ucapnya. Nam Taemin ini mengaku namun tidak menunjukan raut wajah bersalah.
Ia bahkan tidak melihat Anna dengan pipi yang sudah merah. Spontan saja wanita ini menjewer telinga Nam Taemin hingga memutarnya kencang sampai pemiliknya mengaduh.
"Kamu hampir membuat nyawa anak orang melayang Nam Taemin!" tekan Anna gemas. Bisa-bisanya ia yang hanya mengejar pacar hampir membuat orang lain dalam bahaya.
"Tindakanmu ini—"
"I–iya Mianhae Anna—ssi. Sakit..." rintihnya. Nam Taemin bahkan memiringkan badan tatkala Anna menarik kupingnya hingga sejajar dengan bahu. "Bagaimana bila tidak ada yang menarikku hm!"
"Ya paling masuk rumah sakit."
"Nam Taemin!" bentak Anna. Ia menambah kencang jewerannya hingga Nam Taemin benar-benar mengaduh. bisa-bisanya dia menjawab enteng pernyataan Anna yang sedang emosi. Hingga sebuah dering dari ponsel Anna membuatnya melepaskan kuping Nam Taemin.
Ia memeriksa siapa yang tengah memanggilnya. "Jangan diangkat..." ucap Nam Taemin. Anna nampak bingung hanya karena nama Veri terpangpang jelas tengah membuat ponselnya bersuara. Apalagi ini merupakan panggilan Video.
Bayangan mengenai anak MIPA yang Veri pukuli saja membuat tangan Anna bergetar saat menatap ponselnya. Apalagi tercekat sebab Nam Taemin mengambil benda pipih tersebut kemudian memasukan ponsel Anna ke dalam sakunya.
"Nanti bilang saja... Kamu ke pasar dan lupa bawa ponsel."
"Bohong dong?"
"Gapapa sekali-kali bohong. Apalagi demi kebaikanmu sendiri," sahut Nam Taemin. Ia menggerakan torso pada Anna agar melanjutkan perjalanan mereka pulang ke rumah.
"Ada yang perlu dibeli lagi?" tanyanya. Anna menggeleng lesu, ia bingung harus menghadapi Veri bagaimana namun akan semakin berbahaya juga bila ia mengangkat panggilan Video tersebut dengan kehadiran Nam Taemin menemaninya di pasar.
"Beli minuman dulu deh, buat semua... Aku ingin mentraktir mereka," ucap Nam Taemib.
"Mereka lebih suka patungan tahu, kasihan sama yang ngeluarin uang," sahut Anna. Namun Nam Taemin malah melangkah pada sebuah stand minuman dengan bahan dasar susu bubuk full cream.
"Gapapa, ini kan memang inisiatifku sendiri," jelasnya. Nam Taemin menggerakan torso agar Anna memesan Variant rasa untuk teman-temannya. Walau wanita dengan wajah pucat ini mencoba mendongak dan mengingat- ingat semua rasa yang disukai mereka. Nam Taemin malah berbalik hingga memberanikan diri untuk mengubah mode ponsel Anna menjadi hening.
Bahkan hanya berjalan dari dalam pasar sampai parkiran saja, Nam Taemin bisa melihat enam panggilan dari Veri. Pria itu benar-benar terobsesi pada Annastasia. Persis seperti dirinya pada Kim Minji.
"Kamu beli gak?" tanyanya.
"Iya, rasa apa aja," sahutnya. Annastasia menghela napas kasar walau Nam Taemin menatapnya datar. Suasana hati Anna sedang sangat tidak menentu untuk berargumen dengan Nam Taemin apalagi hanya memperdebatkan minuman.
"Coklat Mint dua, satu Taro, dua Greentea, satu lagi Avokado," ucapnya.
"Ibumu?" Anna menggulirkan pandangan pada Nam Taemin yang juga mendongak untuk melihat menu yang terpangpang.
"Tapi kan—"
"Udah sekalian aja kenapa sih?" Nam Taemin juga mulai kesal sebab Anna ini terlalu banyak sungkannya. Padahal teman-teman yang ada di Korea sana suka selalu memanfaatkan kesempatan itu untuk memesan lebih banyak. Anna menghela napas sebab Nam Taemin benar-benar menghamburkan uang.
"Baiklah, jangan menyesal!" ancam Anna. Ia kemudian menambah tiga minuman Rasa Pappermint. Empat tambahan Coklat Mint, serta Red Velvet empat. Mereka menunggu minuman yang sedang dalam proses itu dengan merehatkan jiwa lelah— duduk di bangku yang sudah di sediakan.
"Kapan akan mengajariku menyusul pelajaran?" tanya Nam Taemin. Anna yang tengah mengibaskan kerah baju seragamnya itu melipit kening. Bukannya Nam Taemin sendiri yang meminta untuk dia menjauh serta membatalkan kegiatan itu.
"Aku berubah pikiran, sepertinya akan sulit mempelajari sendiri," jelasnya. Annastasia memutar bola mata jengah. Pria yang sok jual mahal itu memang sedang menguji imannya dalam kategori sebuah kesabaran.
"Kutambahin jadi dua puluh."
"Dua puluh juta?" tanya Anna. Ia melebarkan manik walau Nam Taemin nampak biasa saja menghadapi reaksi dari Annastasia.
"Namun... Aku harus bisa semuanya sampai tengah semester, bahkan pelajaran yang belum kamu pelajari," ucapnya.
"Kenapa buru-buru?"
"Aku harus kembali... Secepatnya," timpal Nam Taemin. Annastasia sungguh bingung dengan perkataan Nam Taemin. Kembali ke mana? Lagipula kelas dua belas tidak bisa pindah apalagi sudah pertengahan semester nanti.
Namun bila melihat Nam Taemin yang nampak meyakinkan itu sepertinya Annastasia mulai curiga dengan percakapan guru Dinda. Apalagi Nam Taemin mengeluarkan ponselnya. Ia yakin dengan harga yang akan ia berikan pada Anna untuk mengajarinya.
"Kenapa tidak menyewa guru les?"
"Materinya kadang berbeda, lagipula harus tetap terselubung," jelasnya. Annastasia menaikan satu alis tatkala mendengar kata terselubung. Maksudnya bagaimana Nam Taemin?
"Udah ajarin aja, gak usah banyak mikir... Punya rekening gak? Mana nomernya kuberi DP," ucap Nam Taemin. Anna mengedarkan pandangan serta mencoba untuk berbicara dengan angin renik walau Nam Taemin menatapnya.
Pria itu seperti terburu-buru dalam mengambil keputusan. "Bentar deh, aku berpikir dulu..." ucap Anna.
"Kubawa kamu mengunjungi Korea Anna—ssi."
"Jinjja?" Nam Taemin mengangguk saat melihat manik Anna berbinar. Ia bahkan langsung mengatakan nomer rekening atas nama Ayahnya.
*Jinjja dapat diartikan menjadi 'Benarkah?' *
Mengirim uang sebesar lima juta sebagai uang muka agar Anna menjadi gurunya. Wanita itu terlihat bersemangat saat mendengar kata negara Korea. Ia hanya perlu memikirkan Jepang saja sekarang ini. Lekas mengambil minuman yang sebentar lagi akan selesai.
Nam Taemin malah menghela napas sebab mendapat sebuah panggilan dari orang yang tengah memanfaatkannya. "Bagaimana Nam Taemin?"
Nam Taemin lantas menggulirkan pandangan pada Anna yang tengah asik bercakap dengan bartender sana. Ia bahkan bertanya-tanya soal bahan membuat minuman Coklat Mint.
"Yah... Anna masuk... Jebakanku."
To Be Continued...