"Eh kok?" Anna bingung tatkala Veri membayar reparasi untuk ponselnya. Padahal ia memang sengaja membongkar tabungan untuk membenarkan benda pipih tersebut. "Gapapa, makasih untuk hari ini," ucapnya. Ia menyodorkan ponsel yang sudah cantik kembali pada Annastasia.
"Tapi, tadi makan juga dibayarin, terus donasi besar lagi," ucapnya. Joshua mengernyit hingga mendekatkan wajah sampai spontan Anna menjauh.
"Kamu mengintip isi amplopnya Es?" Veri menahan bibir naik tatkala Anna menjadi salah tingkah keceplosan.
"La–lagian... Aku... Ish, habisnya gak ditutup rapat, jadinya kubenerin tapi keliatan," ucapnya. Veri tergelak tawa sebab Annastasia saat ini terlihat sangat lucu. Mereka pulang dengan gembira walau Nam Taemin tengah berlari untuk mengejar pesawat yang ia pesan secara mendadak.
Yang satu tertawa bersama, yang satu terengah dengan semua kecemasannya. "Tunggu aku... Minji—ssi."
***
"Cieee ibu negara sibuk," ledek Nana. Anna menyambutnya dengan senyuman bersama dengan Veri yang mengantar sampai kelas. "Kangen gue yah?" celetuk Anna.
"Batagor mana lu jangan PHP jadi orang," timpal Nana. Memang Nana selalu sengaja menggoda Anna di depan Veri agar semua tidak terasa canggung saat mereka datang bersama. "Iya lupa Nana, nanti yah istirahat pertama."
Nana mengacungkan jempol, apalagi tatkala Bayu dan Mey datang ke kelas. "Anna!" teriak Crystal. Kedua orang yang baru saja datang itu spontan menutup telinga. Apalagi Anna juga menyambut Crystal dengan memeluknya hingga menepuk masing-masing punggung.
Veri tersenyum melihat interaksi mereka, memang ada sedikit perbedaan sebab biasanya mereka pun selalu merunduk bila Veri datang, namun sekarang... Terasa lebih hangat. "Aku pergi yah Es," pamit Veri. Anna mengangguk dan melepaskan rengkuhan Crystal.
"Sampai jumpa nanti Hu." Veri mengusap pucuk kepala Anna yang masih belum terbiasa disentuh pria. Apalagi dalam agamanya memang larangan seperti itu merupakan sebuah kesalahan besar. Namun apa boleh buat? Ia tidak bisa melakukan banyak hal pada Veri yang bisa mengamuk kapan saja.
"Gimana, gimana?" tanya heboh mereka. Veri tidak bisa dihindari walau teman-temannya berusaha lebih keras untuk menyembunyikan Anna. Selama ia belajar di wilayah kekuasaan Veri, tentu saja Anna pun tidak bisa lari kemana-mana. Ia menceritakan pengalamannya hari kemarin sampai barusan di jemput Veri.
Pria itu bahkan memikirkan Sirena dengan membawa Henry untuk menjemputnya. Semua orang terperangah dengan cerita yang Anna katakan. Termasuk Bayu, ia malah memasang wajah datar walau dengan seksama mendengarkan Anna.
"Jadi nih, kayaknya si Veri bersikap tergantung elu gimana ke dia Anna," ucap Nana. Anna juga mengangguk menyetujui hal tersebut. Termasuk yang lainnya.
"Jadi, kamu mau bagaimana?" tanya Mey. Ia mengatakan ke depannya Anna harus bagaimana agar tetap aman dan tidak tersiksa seperti dahulu.
"Mungkin untuk sekarang gini aja dulu, biar kamu aman," usul Crystal. Bayu tidak ambil bagian dalam keputusan yang dinantikan Anna. Ia hanya berlalu kembali ke mejanya sebab guru Dinda telah datang. Guru tersebut melakukan absensi sebagai pembukaan hari. "Nam Taemin kemana?" tanya Crystal.
Bayu mengedikan bahu, sebagai hari pertama ia menjabat jadi ketua kelas, dirinya lupa meminta nomer ponsel Nam Taemin dan masuk group nantinya. "Nam Taemin bilang ia akan terlambat," sahut Ibu Dinda.
Semua murid tentu saja menjadi bingung sebab biasanya guru Dinda paling tidak suka bila ada yang terlambat. Itu akan membentuk kebiasaan buruk katanya. Anna menilik arloji ungu lilac untuk jam pelajaran guru Dinda yang tengah berlangsung.
Berpuluh-puluh menit bahkan sampai kaki Anna bergetar tidak mau diam. Ini sudah lebih dari kata terlambat namun Guru Dinda terlihat biasa saja. "Mengkhawatirkan Nam Taemin?" bisik Crystal.
Crystal mengangguk sebab ia beberapa kali melihat ke arah belakang— meja kosong Nam Taemin. "Ingat Anna, kamu bukan ketua kelas lagi."
"Tetap saja, sebagai wakil pun—"
"Ada yang menganggu fokus Kamu Anna?" tanya Ibu Dinda. Anna dengan sigap menggeleng. Memang bukan hal yang perlu diperbincangkan lagi Annastasia selalu cemas bila ada yang tidak masuk sekolah tanpa kabar.
Ia bahkan pernah menyusul ke rumah Crystal yang katanya izin sakit namun tidak ada yang memberitahu Anna.
"Aku—" toktok! Suara ketukan pintu membuat semua lantas memusatkan atensi pada Nam Taemin yang datang tepat waktu. Bersamaan dengan bel istirahat berbunyi, ia kembali saat pelajaran guru Dinda telah usai.
Namun yang membuat semuanya tertegun walau kelas tetangga nampak ricuh sebab berbondong-bondong ke kantin. Mereka malah terpaku melihat wajah Nam Taemin.
Sudut bibirnya telah berdarah, walau sudah kering. Lengkap dengan seragam lusuh serta pelipis lebam. Lengan Nam Taemin juga bergetar sebab telapaknya telah berubah jadi merah semua. "Ikut Ibu," ucap guru Dinda.
Nam Taemin sejemang mengedarkan pandangan pada teman-teman barunya. Mengikuti guru Dinda yang sudah keluar. Anna dengan sigap beranjak walau Jodi menahan pergerakan wanita tersebut. "Aku ketua kelas, kau istirahat saja."
"Tapi aku juga ketua PMR," sahut Anna. Ia lekas mengikuti Nam Taemin bersama dengan Bayu yang menghela napas. Mengekor Nam Taemin hingga Mey dan Crystal bertukar pandang.
"Yah, batagor gak jadi lagi deh," keluh Nana. Selang hanya beberapa menit. Di mana darah ketiga teman Anna berdesir panas tatkala Veri kembali ke kelas bersama Henry dan Raihan. "Anna mana?"
"Kantin."
"Perpus."
"Toilet." Ketiga temannya itu sungguh tidak kompak tatkala mengatakannya secara bersamaan. Walau serempak dibagian memejamkan mata saking takutnya Anna kenapa-kenapa. Veri malah menggerakan torso pada Henry dan Raihan sebagai ketua kelompok untuk memanggil timnya.
Veri pernah mengalami ini sebelumnya. Di mana Anna bersembunyi kemudian ia mengerahkan semua orang untuk mencari wanita tersebut. Bertanya pada temannya hanya akan mendapat sebuah kebohongan saja.
"Kalian tidak berubah..."
"Kau juga tidak berubah kan Veri?" ucap Bayu. Pria tersebut tadinya kembali untuk mengambil ponsel dan mencatat nomer Nam Taemin. Namun kehadiran anak dari pemilik sekolah ini membuatnya geram apalagi mendengar cerita Anna. Veri, jauh dari apa yang temannya itu ceritakan.
"Apa yang kau harapkan dariku?" sahutnya. Bayu tidak mengatakan apapun lagi tatkala pria itu menghampiri meja Anna. Selama ini... Bayu juga tidak bisa melakukan apapun yang nantinya malah membuat Anna menjadi semakin kesusahan.
Walaupun Veri yang selalu semena-mena kala ia menghampiri meja Anna dan mengobrak abrik tasnya. Veri hanya sekedar memeriksa, mungkin saja ia menemukan foto pria lain yang terselip dalam barang-barang Anna.
Lekas memasukan coklat mint pada tasnya kemudian berlalu pergi dengan semua orang yang masih terpaku di pijakan. "Santai saja... Aku memang tidak berubah, hanya kesabaranku saja yang meningkat," ucapnya.
Berbeda lagi dengan wanita yang tengah diperdebatkan itu. Ibu Dinda membawa Nam Taemin ke dalam UKS, apalagi Nam Taemin malah tertegun sebab Anna yang sewot mencari obat-obatan sedangkan gurunya hanya bersantai dengan duduk memandang Nam Taemin. "Perawat?"
"Mengundurkan diri dua hari lalu, ia kecewa karena gajihnya kecil," jelas guru Dinda.
"Sudah kubilang menjauh dariku..." cetus Nam Taemin. Ia menepis lengan Anna yang mencoba untuk mengobatinya. "Kenapa tidak Ibu yang mengobatiku?"
"Aku guru bimbingan konseling, dia ketua PMR," ucapnya. Nam Taemin mangap-mangap ingin mengutarakan sesuatu namun semuanya malah tercekat di tenggorokan. "Ke— Astaga... Kenapa tidak cari perawat lagi? Ini sekolah bagus kenapa— Arghh! Sakit!" ucapnya.
Nam Taemin terlalu banyak berbicara sampai Anna gemas dan menjentrik telinganya. "Diam..." tekan Anna. Bisa-bisanya ia mendapat pasien yang tawar menawar ingin diobati orang lain. Di mana Nam Taemin mengusap kupingnya hingga memilih untuk meringis kecil.
Ia membiarkan Anna untuk mengobati lengannya. "Ini... Banyak pecahan kaca menempel, kamu enggak ke rumah sakit dulu?" tanya Anna. Bisa-bisanya Nam Taemin berangkat sekolah dengan membiarkan serpihan tajam menempel di kulitnya.
"Mau bagaimana lagi, guru Dinda hanya memberiku waktu sampai istirahat pertama... Aku benar-benar harus lulus di sini dan segera kembali ke Korea," ungkapnya. Ini kesempatan terakhir ia untuk bisa menempuh pendidikan kemudian hidup dengan baik.
Ia harus... Segera mengeluarkan Kim Minji dalam situasi mengerikannya saat ini. "Jadi... Apa yang kamu hadapi di Korea sana... Nam Taemin?" tanya guru Dinda.
To Be Continued