Kring.. Kring.. Kring..
Kring.. Kring.. Kring..
Suara alarm jam di kamar Sota sudah berdering sejak tiga puluh lima menit yang lalu. Namun sama sekali tidak membuat pemuda itu terbangun dari tidurnya nyenyaknya saat ini.
Tap.. Tap.. Tap..
"Yaampun, ada apa dengan adik laki-laki ku yang rajin ini. Tidak biasanya dia membiarkan suara dering alarm jam nya menggema di setiap sudut ruangan rumah ini." Desah seorang perempuan berbalutkan blazer kerja formal dengan ID Card karyawan 'Kakihara Shana' yang menggantung di lehernya dari luar pintu kamar Sota.
Tok.. tok.. tok..
"So-chan! Bangunlah! Matikan alarm jam milik mu. Kau harus pergi sekolah hari ini bukan??" Seru Shana sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar milik Sota. Namun belum juga mendapatkan sahutan dari dalam.
Shana menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas gusar saat melihat jam tangan yang melingkar ditangannya dan sudah menunjukan pukul tujuh pagi dimana dirinya harus segera berangkat kerja.
"So-chan, neechan harus berangkat kerja sekarang. Setidak nya kau meresponlah perkataan neechan!" Seru Shana lagi yang masih belum mendapatkan balasan dari dalam ruang kamar Sota.
"Ehm, baiklah aku akan menggunakan kunci cadangan yang berada di kamar ayah dan ibu saja." Gumam Shana pada dirinya sendiri dan berjalan kembali menuju lantai satu dimana kamar kedua orangtuanya berada untuk mengambil kunci cadangan kamar Sota.
"Nah, dapat!" Ucap Shana pada dirinya sendiri lagi saat sudah berhasil mendapatkan kuci cadangan itu.
Tanpa menunggu lama Shana langsung melangkahkan kakinya menaiki satu persatu anak tangga menuju lantai dua lagi.
Tok.. Tok.. Tok..
"So-chan! Neechan masuk kedalam kamar mu ya." Seru Shana sambil memasukan kunci kamar milik Sota kedalam lubang pintu.
Ceklek..
Shana yang berhasil membuka pintu kamar Sota pun langsung berjalan masuk dan mengerutkan dahi heran melihat kamar sang adik masih dalam keadaan gelap, lampu kamar yang masih di matikan dan juga gorden jendela yang masih tertutup rapat.
"So-chan, ada apa dengan dirimu, mengapa kau tumben sekali belum bangun?" Tanya Shana pada Sota sambil melangkahkan kakinya menuju gorden jendela dan menyibaknya hingga sinar cahaya matahari pagi masuk menerangi ruang kamar milik adiknya yang begitu gelap.
Shana mengerutkan dahinya heran saat dirinya merasa panas padahal baru saja memasuki ruang kamar Sota.
"Semalam kau mematikan ac mu? Apa kau tidak merasa pan- Astaga! So-chan, ada apa dengan dirimu? Mengapa kau sangat berkeringat?" Tanya Shana begitu panik saat melihat Sota yang masih berbaring diatas tempat tidur dengan tubuh yang bermandinkan buliran keringat.
Sota yang sedari tadi mendengarkan suara keributan sang kakak perempuannya dalam diam, kini membuka suaranya.
"Neechan, aku merasa begitu dingin. Bisakah kau menutup kembali pintu kamar ku?" Ucap Sota dengan nada bergetar karena merasa dingin.
Shana menggelengkan kepalanya menyadari jika Sota kini tengah terserang demam setelah dirinya meletakan punggung telapak tangannya pada kening sang adik laki-laki.
"Yaampun, apa yang sudah kau lakukan kemarin? Sampai kau bisa demam seperti ini."
Sota memilih diam tidak merespon pertanyaan Shana membuat kaka perempuannya itu berdecak sebal.
"Tunggu sebentar, neechan akan ambilkan kotak obat dibawah." Ucap Shana yang hanya di balas dengan gumaman oleh Sota.
Shana pun melangkahkan kakinya keluar kamar Sota untuk menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar sang adik untuk mengambil kotak P3K.
Setelah berhasil mendapatkannya, Shana kembali berjalan memasuki kamar Sota dan meletakan dua alat pengukur suhu tubuh pada mulut dan ketiak Sota untuk mengecek berapa derajat panas suhu tubuh sang adiknya saat ini.
"Kau ini. Terakhir kali neechan mengingat kau mengalami sakit seperti ini tahun lalu setelah kau mengikuti acara olahraga tahunan di sekolah mu. Bahkan saat ini belum memasuki acara olahraga tahunan sekolah mu bukan??"
Sota hanya berdeham merespon perkataan Shana karena mulutnya yang sedang di masukan alat pengukur suhu tubuh.
"Waah, tsk.. tsk.. tsk.. Neechan rasa harus membawa mu kerumah sakit sekarang juga! Lihat, suhu tubuhmu mencapai empat puluh derajat selsius, So-chan!"
Sota membuka kedua matanya pelan sambil menyipit melihat angka yang tertera pada alat pengukur suhu tubuh yang memang benar menunjukan angka empat puluh derajat selsius. Pantas saja dirinya merasa begitu dingin sejak malam.
Shana mengulurkan sebelah tangannya untuk mengambil alat pengukur suhu tubuh yang berada di mulut Sota dan melihat angka suhu tubuh yang tertera di pada alat itu.
"Tsk, disini menunjukan angka empat puluh tiga derajat selsius. Sepertinya aku memang harus membawa mu kerumah sakit, So-chan." Ucap Shana sambil menghela nafas melihat angka di kedua alat pengukur suhu tubuh yang ada di tangannya.
Sota yang mendengar perkataan Shana langsung menggelengkan kepalanya pelan.
"Tidak, aku tidak ingin pergi kerumah sakit neechan." Ucap Sota berbisik, membuat Shana langsung berkacak pinggang.
"Kau benar-benar sudah harus mendapatkan penanganan medis So-chan. Aku akan menghubungi kantor ku dulu, untuk meminta izin tidak masuk lalu aku akan langsung mengantar mu kerumah sakit untuk mendapati penanganan medis." Ucap Shana final sama sekali tidak ingin di bantah dan kini berjalan keluar dari kamar Sota untuk menghubungi kantor tempatnya bekerja.
Sedangkan itu Sota yang sedang berbaring diatas kasurnya menghela nafas panjang.
"Ah, seandainya kemarin aku tidak ikut pelajaran olahraga. Aku tidak akan sakit seperti ini." Decak Sota dengan kedua mata terpejam erat.
"Yu-chan pasti akan menertawakan ku jika mengetahui aku kembali jatuh sakit setelah berolahraga. Dan juga Minato pasti akan mengolok-olok diriku di depan kelas karena memiliki fisik yang begitu lemah seperti ini."
Lagi, Sota meghela nafas panjang membayangkan dirinya yang akan di ejek oleh Mayu dan Minato, membuat Sota merasakan kepalanya berdenyut nyeri.
"Ah, sudah lah. Biarkan saja mereka melakukan hal yang mereka sukai. Yang terpenting saat ini aku harus kembali sembuh, agar bisa melawan jika mereka mengejek ku nanti." Gumam Sota pada dirinya sendrii dengan kedua tangannya yang menarik ujung selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.
***
Shana yang berdiri di depan ruangan ICU menggigiti ujung kuku jari telunjuknya menunggu salah seorang tim medis yang tadi membantunya membawa tubuh tidak sadarkan diri Sota dari dalam kamar menuju mobil ambulance dengan menggunakan tandu.
Ya, saat dirinya selesai menghubungi pihak kantor dan juga kedua orangtua mereka, Shana berjalan kembali memasuki kamar Sota untuk membantu adiknya itu berganti pakaian karena mereka akan pergi kerumah sakit.
Namun saat dirinya mencoba membangunkan Sota yang dirinya kira tengah tertidur, sama sekali tidak merespon perkataannya.
Dengan perasaan panik, tanpa menunggu lama lagi Shana langsung menghubungi salah satu rumah sakit untuk mengirimkan ambulance kerumahnya dan disinilah saat ini dirinya berada didepan ruang ICU sejak tiga puluh menit yang lalu menunggu hasil pemeriksaan Sota yang baru pertama kali ini tidak sadarkan diri karena demam tinggi.
Ceklek..
Pintu ruangan ICU pun terbuka dan menampakan sosok salah seorang tim medis yang tadi membantu Shana.
Shana pun langsung menghampiri tim medis itu. Menanyakan kondisi Sota saat ini.
"Bagaimana keadaan adik saya?" Tanya Shana langsung kepada salah seorang tim medis itu.
"Adik anda sudah berada di bawah penanganan kami dan untuk memantau keadaan adik anda, kami menyarankan untuk adik anda menjalani rawat inap dirumah sakit ini selama kurang lebih tiga hari." Jawab sang tim medis yang langsung di balas dengan anggukan kepala oleh Shana.
"Ya, tidak apa-apa. Biarkan adik saya menjalani rawat inap disini agar adik saya dapat segera sembuh."
Tim medis balas menganggukan kepalanya. "Baik, kalau begitu anda bisa mengurus surat-surat administrasi terlebih dulu untuk mendapatkan ruang perawatan adik anda."
"Baik saya akan segera mengurus surat-surat administrasi." Sahut Shana sambil menganggukan kepalanya cepat.