Pukul 2 sore, Suara bel sekolah berbunyi 3 kali sebagai pertanda berakhirnya seluruh pelajaran di sekolah hari itu. Reyhan biasanya menunggu beberapa menit untuk keluar sampai sekolah sedikit lebih sepi, setelah itu baru ia pulang ke rumahnya akan tetapi, hari ini ia sangat tergesa-gesa berjalan dengan cepat pulang ke rumahnya. Penyebabnya karena adiknya yang sangat acuh dan selalu bersikap kasar kepada dirinya tiba-tiba saja bersikap sangat baik sampai mengantarkan bekal makan siang yang tertinggal.
Ucapannya, gaya bicaranya, senyumannya, Reyhan bagaikan melihat mimpi yang paling buruk dalam seumur hidupnya, rasa takut terus menghantuinya setiap kali ia mengingat kejadian sebelumnya "Di--dia bukanlah Adikku," Gumamnya meyakinkan diri "Adikku itu selalu berbicara kasar, mulutnya itu tajam, dia juga selalu menatapku seperti sampah! Tadi itu pastinya bukan Adikku!"
Sampai di rumah, Reyhan masuk kedalam rumah secara perlahan dan waspada. Matanya menelusuri ruangan mencari Adiknya "Ah …," Bersamaan dengan suara yang keluar dari mulutnya ia mendapati Adiknya sedang duduk di sofa, menonton televisi dan memakan cemilan. Degup jantungnya berdetak sangat kencang, mengingat kejadian sebelumnya membuat Reyhan kembali ketakutan dan itu semakin diperparah saat mata mereka berdua bertemu. Reyhan mematung, tubuhnya menjadi sangat kaku hanya matanya saja yang melirik kesana kemari seperti mencari pertolongan.
"Mau sampai kapan Kau beridiri disana?" Ucap Alice tiba-tiba, terdengar ketus "Pergi ke kamar mu dan tunggu sampai ibu pulang, lagipula itu yang biasa Kau lakukan kan?"
Dada Reyhan terasa sakit mendengar ucapan sinis Adiknya itu, tapi di sisi lain ia bernafas lega karena Adiknya itu masih seperti biasa. Tapi kenapa dia melakukan itu? Pertanyaan itu terbesit di kepala Reyhan, namun ia tidak berani menanyakan hal itu kepda Alice 'Mungkin berpura-pura lupa adalah pilihan terbaik,' Pikir Reyhan, kemudian kembali berjalan menuju kamarnya.
"Lalu, setelah makan malam datanglah ke kamar ku. Ada yang ingin ku bicarakan."
Seketika ia mengurungkan apa yang baru saja ia pikirkan, sudah pasti Alice tidak mungkin melupakan apa yang terjadi di sekolahnya.
"A--ah … Iya," Ucap Reyhan sangat pelan karena ketakutan.
Berjalan ke kamarnya, Reyhan melempar tubuhnya ke atas ranjang "Uuuuu," Memalukan, menjadi pusat perhatian di kelasnya benar-benar memalukan. Setelah Alice pergi, seisi kelas terus membicarakan gadis SMP yang melawan seorang laki-laki SMA hanya karena laki-laki itu mengganggu Kakaknya. Mungkin seisi kelasnya sekarang akan lebih mengenalnya, ia yang sudah hidup nyaman sebagai pemeran sampingan di sekolah, kini menjadi pusat perhatian di sekolahnya.
"Ini memalukan, aku ingin bunuh diri!" Ucapnya sambil menekan wajahnya di atas bantal "Tapi ya … Aku beruntung karena bisa makan siang …," Sekilas ia kembali terbayang senyuman manis Adiknya di sekolah, sangat manis "Uweek," Sampai membuatnya ingin muntah. Ia tidak tahu jika Adiknya bisa tersenyum dan berbicara seperti itu, selama hidupnya Reyhan hanya mendengar cacian, tatapan sinis dan tidak pernah melihatnya tersenyum.
Gambaran Alice yang ia lihat selama ini seketika terasa sangat aneh, apa mungkin Alice memang seperti itu? Hanya kepada orang lain tapi tidak dengan dirinya? Menyakitkan, tidak pernah bersikap baik kepada saudaranya, tetapi sangat baik kepada orang lain, ia merasa telah dikhianati oleh Adiknya sendiri.
Ia memegang dadanya yang terasa sakit saat memikirkan hal itu, ia berusaha melupakan itu semua dengan pergi ke alam mimpinya.
\*\*
Suara ketukan pintu yang lembut membangunkan Reyhan dari tidurnya "Rey, bangun. Waktu ya makan malam," Suara seorang perempuan dewasa, sangat lembut di telinganya, sangat berbeda daripada sebelumnya. Perempuan itu adalah Ibunya yang begitu sayang dan paling mengerti dirinya.
"Rey–."
"Yaaaa …" Jawab Reyhan lemas yang masih membenamkan wajahnya di atas ranjangnya. Panggilan Ibunya tidak dapat ia abaikan, Reyhan berusaha bangkit dari ranjangnya meski rasanya ranjang itu kembali menariknya untuk berbaring.
Terduduk di ranjang, Reyhan tiba-tiba mengingat apa yang Alice katakan saat ia pulang ke rumah. Setelah makan malam Alice memintanya untuk datang ke kamarnya, memikirkan apa yang akan terjadi saja membuatnya merinding, ia merasa tidak sanggup datang ke kamar Adiknya sendiri. Reyhan berpikiran untuk melewati makan malam, tetapi itu hanya akan membuat Alice semakin marah kepadanya.
"Tidak ada pilihan lain ya …," Ucapnya sedikit gelisah.
Ketika turun, ia melihat pemandangan yang sudah tidak asing lagi. Ibunya sedang membicarakan sesuatu dengan adiknya, entah apa yang mereka bicarakan tapi wajah ibunya dan wajah Alice tampak begitu senang. Reyhan berjalan ke arah kursinya, biasanya Alice akan memberikan tatapan jijik atau tatapan yang sangat menusuk, tetapi kali ini Alice bahkan tidak menggerakkan bola matanya ke arah Reyhan.
"Reyhan, Kamu tidak mengganti pakaian mu?" Tanya Ibunya.
"Eh? Ah--," Reyhan benar-benar lupa, ia belum mengganti pakaian sejak pulang sekolah "A--aku berganti pakaian dulu, makanlah tanpa aku," Ucap Reyhan berlari kembali ke kamarnya.
Ibunya hanya tertawa kecil sambil berkomentar "Anak itu cerobohnya."
Alice? ia hanya menghela nafas lelah saja seakan sudah bosan dengan tingkah kakaknya yang tampak kacau itu, tidak ada komentar darinya.
"Kalau begitu ayo kita makan, Alice," Ucap Ibunya memulai makan malam.
Alice hanya mengangguk, ia mengambil sendok kemudian menyantap makanan yang dibuat oleh ibunya. Tidak lama kemudian, Reyhan kembali turun setelah mengganti pakaian. Mencuci tangan, kemudian ia duduk dengan perasaan canggung di kursi makan. Suasana hening selama makan malam, itu lebih baik daripada mendengar Alice yang biasanya menyindir Kakaknya, tetapi suasana hening seperti ini membuat Reyhan dan Ibunya merasa sangat canggung tanpa alasan yang jelas.
"Ehem. Oh ya, Alice besok Kamu sekolah kan?" Tanya Ibu mereka.
"Hm? Iya, memang kenapa?" Tanya balik Alice.
"Besok mau tidak saat kamu pulang sekolah, kamu mampir sebentar ke supermarket? Ibu takut kalau nanti tidak ada untuk makan malam. Besok juga Kamu tidak ada kegiatan ekstrakurikuler kan?" Jelas Ibunya kemudian kembali bertanya.
"Besok aku tidak ada kegiatan lain, tidak apa-apa Aku akan membelinya," Jawab Alice kemudian tersenyum kecil, suaranya begitu ceria sama seperti saat itu, Reyhan entah kenapa merasa sedikit lebih tenang mendengar suara Alice ketika berbicara dengan Ibu mereka meski ada sedikit rasa pahit juga di hatinya.
"Nanti Ibu beri uang lebih dan apa yang akan dibeli juga nanti Ibu beri catatannya, Ibu mengandalkan mu loh."
Alice tersenyum kemudian ia melirik Reyhan tanpa alasan jelas, kenapa? Apa dia mencoba menyombongkan dirinya karena diandalkan oleh Ibu mereka? Jika tentang itu, Reyhan tidak begitu memikirkannya. Ia tahu Ibunya tidak akan meminta dirinya untuk belanja, karena jam pulang anak SMA lebih lama sampai jam 3 sore dibandingkan anak SMP yang hanya sampai jam 1 siang. Jika meminta dirinya, bisa saja mereka akan terlambat untuk makan malam.
Ketika makan malam selesai, Reyhan seperti biasa membersihkan semua piring-piring kotor bekas makan malam mereka, tapi saat ingin memulai pekerjaannya, Alice memanggilnya.
"Hey, setelah selesai datang ke kamar ku. Jika tidak, Aku yang akan menyeret mu."
Terdengar seperti sebuah ancaman yang mengerikan, Reyhan tidak memiliki pilihan lain selain menuruti permintaan Adiknya itu. Entah dia akan selamat atau tidak malam ini, ia hanya bisa berdoa sambil mencuci piring-piring kotor di dapur.
To be continue