Aku bergegas melangkah keluar setelah memastikan penampilanku sudah benar-benar rapi. Tak lupa aku berpamitan kepada teman-temanku yang masih belum menyelesaikan tranfusi darah, karena mereka harus mencukupi kebutuhan darah yang sudah di tentukan. Kami menghitungnya sendiri dengan rumus yang sudah di ajarkan oleh perawat yang selalu sabar dalam merawat kami. Ada sedikit rasa sedih saat berpisah dengan mereka, tapi kamu memutuskan untuk saling memberikan kabar kepada satu sama lain. Agar hubungan silaturahmi yang telah kami jalani selama bertahun-tahun tak hilang begitu saja.
Meskipun di antara kami telah terbentang jarak yang cukup jauh, tak membuat kami saling melupakan satu sama lain, karena masing-masing dari kami tetap bisa saling berkomunikasi melalui via WhatsApp. Jika memiliki waktu senggang kami bisa melakukan video call lewat aplikasi WhatsApp. Di mana aplikasi tersebut sangat di gemari banyak kalangan. Baik itu kalangan remaja dan orang tua.
Aku melangkah ke depan menghampiri taksi online yang sudah aku pesan sejak tadi. Aku melambaikan tanganku sebagai tanda perpisahan kepada teman-temanku yang sudah menyambutku dengan air mata, karena mereka belum siap berpisah denganku. Aku berusaha menyeka air mataku dan tersenyum di hadapan mereka sebelum memasuki mobil.
Salah satu gadis kecil menghampiriku dan memelukku dengan erat. Seolah tak ingin berpisah denganku. Aku tak tega melihatnya, aku menunduk dan menyamai tingginya. Segera kuhapus air mata yang kini menghujani pipinya.
"Kakak jangan pulang." ucapnya dengan suara yang tersendat-sendat. Gadis itu berusaha menyeka air matanya yang mengalir di setiap sudut.
"Maafkan kakak, tapi kakak harus pulang. Lain kali kakak akan bilang kamu kamu kalau kakak akan kembali ke sini. Kita masih bisa teleponan ya, Sayang." sahutku yang berusaha menghibur gadis itu agar berhenti menangis.
Aku menarik sudut bibirnya dan memaksanya untuk tersenyum, karena aku tidak kuat melihat gadis itu menangis. Setelah memastikan dia tersenyum aku mencium kedua pipinya dan bangkit dari dudukku, begitu juga dengan gadis kecil itu. Dia mengantarkanku sampai ke pintu mobil. Aku masuk ke dalam taksi yang sudah menungguku dan membalas lambaian tangan gadis itu. Ada rasa sakit saat meninggalkannya, karena sejak dulu aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri.
"Jalan sekarang, Pak!" titahku kepada sopir taksi.
"Baiklah, Neng." sahutnya.
Aku menyenderkan kepalaku pada sandaran kursi, aku memejamkan mata karena tubuhku masih lemas karena harus bangun pagi-pagi untuk berkemas. Untuk mengusir rasa kantuk aku mengambil ponselku di dalam ransel dan memutuskan untuk bermain game saja. Seperti itulah ritinitas yang selalu aku lakukan saat aku merasa bosan saat menunggu.
Saat menyalakan data seluler ada banyak notifikasi masuk di ponselku membuatku sedikit kewalahan untuk membalas chat masuk satu persatu. Aku memutuskan untuk membiarkan notifikasi itu masuk hingga akhirnya akan berhenti dengan sendirinya. Setelah memastikan notifikasi masuk berhenti. Barulah aku kembali menyentuh ponselku dan membalas chat masuk satu persatu. Aku melihat pesan masuk dari mantan kekasihku, dia berpesan agar aku selalu menjaga kesehatanku. Aku hanya mengabaikan pesan darinya tanpa berpikir untuk membalas pesan darinya, karena aku sedang menyimpan amarah terhadapnya.
"Kenapa dia harus sok manis seperti ini? Bukankah selama ini dia sok cuek sama aku. Kenapa saat aku marah seperti ini dia harus peduli?" aku bermonolog, dan kembali mematikan ponselku. "Sungguh membuat puasaku batal saja!" lirihku.
Beberapa menit kemudian, aku pun sampai di pelabuhan. Aku bergegas turun dari taksi online dan memberikan bintang lima kepada sopir iitu. Saat melangkahkan kakiku menuju dermaga tiba-tiba aku bertemu dengan teman lamaku. Dia berlari dari kejauhan untuk menghampiriku. Hampir saja dia terjatuh karena terlalu kegirangan.
"Fitri!" teriaknya dari jauh.
Aku membalasnya dengan senyuman setelah kupastikan bahwa aku benar-benar mengenalnya. Ternayata dia adalah teman lamanya. Kami sudah lama tidak bersua sejak beberapa tahun lalu. Terakhir bertemu dengannya sangat lama sekali, kira-kira aku masih menginjak usia remaja, dan sekarang aku sudah dewasa. Temanku itu bernama Yana, gadis yang dua tahun lebih muda dariku. Kami sangat dekat sekali, karena itulah tiada rasa canggung di antara kami. Meksipun kamu sudah lama tak bertemu.
"Yana, kamu bagaimana kabarnya? Sudah lama kita tidak bertemu." ucapku seraya mencubit pipinya yang berisi. Aku masih tak percaya akhirnya kita kembali di pertemukan tanpa direncakan. Setelah lama aku merindukannya, akhirnya kami di takdirkan untuk bertamu di dermaga ini.
"Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" tanya Yana.
"Alhamdulillah. Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja." sahutku tersenyum.
Kami menghabiskan waktu selama tiga menit untuk berbicara. Kini tibalah waktunya untuk kita berpisah, aku dan Yana menaiki speedboot yang berbeda meskipun tujuan kamu sama. Sebelumnya, kami tidak tahu kita akan bertemu di sini. Aku dan Yana melangkah sejajar menuju speedboot yang akan membawa kami pulang ke kamoung halaman.
"Bye, Fitri. Semoga kita bertemu lagi ya, jangan lupa kalau ada waktu luang kamu main keruamhku ya. Pintu rumahku akan selalu terbuka lebar untukmu." ucapnya.
Dengan penuh senyuman, kami menghalangi pintu masuk sehingga membuat beberapa penumpang menjadi jengkel kepada kami. Namun, aku tak menghiraukan mereka yang menatap marah kepada kami berdua, karena inilah kesempatan kami untuk seliang melepaskan rindu. Tapi mengapa setelah bertemu kami malah menaiki speedboot yang berbeda. Sehingga menyiptakan jarak di antara kami.
"Sudahlah, aku masuk dulu ya." ucapku kembali melangkah untuk menuju kursi nomor sembilan puluh empat. Aku menelusuri seisi speedboot untuk mencari kursi yang seharusnya aku duduki sedari tadi. Setelah lima belas detik berlalu, akhirnya aku menemukan kursi milikku.
Aku duduk di kursi tersebut dan menyenderkan kepalaku berharap aku dapat melanjutkan kembali mimpi indahku. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Di mana sebentar lagi speedboot yang aku tumpangi akan segera melaju. Butuh waktu enam jam untuk sampai ke kampung halaman. Maka dari itu aku memutuskan untuk tidur agar waktu cepat berlalu dan terbangun saat translate berikutnya sudah tiba. Di mana kamu semua akan menginjakkan kaki di kota Perawang. Aku segera memberikan nomor tiketku kepada awak kapal. Lalu memutuskan untuk tidur sampai alarm akan membangunkan aku.
Aku memejamkan kedua mataku, dan berharap rasa lelahku akan hilang seiring berjalannya waktu. Cuaca terlihat cerah kala itu. Namun, kami tidak bisa merasakan kehangatan matahari karena kami telah berada di dalam speedboot yang udaranya sangat dingin karena AC. Baru saja aku ingin memejamkan kedua mata. Tiba-tiba gelombang kembali datang membuatku kembali terbangun, sesekali ayunan gombang itu membuat mataku kembali mengantuk hingga akhirnya aku kembali tertidur pulas.
***
Beberapa menit kemudian aku pun sampai di kota Perawang, aku bergegas turun dari speebood. Aku mengikuti mereka yang berjalan menuju arah di mana bus tujuan kota Selatpanjang berada. Segera aku lihat kembali nomor tiketku, untuk mencari nomor kursi yang sesautu dengan nomor urutan yang sudah tertera di tiket.