Chereads / TENTANG AKU DAN MEREKA / Chapter 2 - Bersamamu Aku Bahagia

Chapter 2 - Bersamamu Aku Bahagia

Elisya menyuruhku untuk memasang infus lebih dulu, sedangkan dia masih sibuk mencari albochat biru untuknya. Aku menganggu semangat dan menyetujui perintah Elisya kepadaku. Rasanya sangat beruntung sekali aku memiliki sahabat seperti dirinya, aku berjanji akan selalu menjaga hubungan baik dengannya hingga nanti kamu akan sukses bersama.

Gadis berdarah Minangkabau itu selalu setia menemaiku dalam kondisi apapun, hanya dia yang setia memberikan support kepadaku. Tanpa lelah mendukung semua kemauanku. Terkadang aku tahu dia lelah menghadapi semua sikapku, belum lagi jika aku harus berkeluh kesah tentang hidupku. Apalagi akhir-akhir ini aku sedang membenci mantan kekasihku yang meninggalkan aku tepat di hari ulang tahunku. Aku selalu curhat kepadanya dan menangis di hadapannya tanpa merasa malu sedikitpun dengannya. Begitulah aku jika sudah nyaman dengan seseorang, aku sangat percaya menyimpan semua rahasiaku kepada sahabatku itu.

Gadis itu sangat baik, dia memiliki kepribadian yang g berbeda dari gadis lain. Dia pendiam dan tak banyak bicara jika tidak ada hal yang penting untuk di bicarakan. Menurutku dia gadis yang sangat unik dan tidak munafik. Bersamaku, dia menjadi gadis ceria dan terbuka, tapi tidak saat bersama seseorang yang baru dikenalinya. Elisya dua tahun lebih muda dariku, tapi dia lebih dewasa dariku, sungguh aku sangat malu kepadanya.

Dia selalu mampu mengarahkan aku kejalan yang lebih baik. Langkahku lebih tenang jika berada di dekatnya, karena aku sering mendapat dampak positif saat berada di dekatnya. Elisya lahir pada tanggal 20 Juli 1999 sedangkan aku tanggal 07 Febuari 1997. Golongan darah Elisya dan aku sama, yaitu; A+ dan kami sama-sama menyukai kucing.

Aku dan Elisya sudah lama berkenalan. Saat itu masih tahun 2012. Namun, aku tak pernah berani untuk menatap Elisya saat aku masih remaja. Tetapi, keinginanku untuk berkenalan dengannya sungguh kuat hingga pada akhirnya aku meberanikan diriku untuk menyapa Elisya lebih dulu.

Saat itu kamu sedang menghadiri acara Beauty Class, aku melihat Elisya duduk sendirian di brankar rumah sakit. Saat itu ruang thalasemia masih berada di lantai bawah. Aku mencoba mendekatinya dan memanggil namanya. Aku meberanikan diri untuk duduk di sampingnya, aku tak peduli dengan responnya nanti.

"Selamat siang, Elisya." sapaku dengan menyunggingkan senyum terbaikku. "Kalau boleh tahu kamu kelahiran tahun berapa?" tanyaku.

"Selamat siang, Fitri. Oh iya, aku kelahuran tahun 1999, kalau kamu kelahiran tahun 1997 kan?" Elisya kembali melontarkan pertanyaan kepadaku.

"Wah, kok kamu tahu?" tanyaku kaget.

"Ya tahulah, siapa sih yang tidak mengenalimu? Kamu kan thaller pemberani. Siapapun pasti mengenal kamu, Fitri." Sahut Elisya yang menyunggingkan senyum manisnya.

"Kamu bisa saja Elisya, nanti aku terbang nih." sahutku malu-malu. "Oh iya, besok kamu masih transfusi darah?" tanyaku lagi.

"Besok darah terakhir. Bagaimana denganmu, apakah besok masih tranfusi?" tanya Elisya.

"Sama, aku besok darah terakhir juga." Sahutku seraya menggarukkan kepala yang sama sekali tidak terasa gatal. Ternyata dugaanku salah karena mengatakan Elisya adalah gadis yang sombong.

"Eh iya, Elisya. Buka puasa nanti kamu hadir kan? Semoga bisa hadir ya, aku masih tetap di sini karena ingin ikut serta bersama teman-teman yang lain. Soalnya ini hanya terjadi setahun sekali, berbuka dengan anak thalasemia." ucapku yang mencoba membujuk Elisya, agar ikut hadir memeriahkan acara buka puasa bersama di ruangan thalasemia.

"In Syaa Allah, jika tidak memiliki kesibukan aku akan ikut, semoga kita bisa bertemu lagi ya, Fitri." sahutnya dengan sopan.

"Amin ya robbal alamin." sahutku tak kalah sopan.

Tanpa terasa sudah satu jam aku membuka topi pembicaraan bersamanya, dia sungguh ramah dan asik. Ternyata, selama ini aku salah menilainya. Aku selalu berpikir bahwa Elisya adalah gadis yang sombong dan memilih teman yang memiliki popularitas saja, pantas saja selama ini aku sabar menunggu waktu yang tepat untuk berkenalan dengannya, dan sekarang adalah waktunya.

Ternyata Elisya jauh lebih asik dari pada mantan sahabatku.

Namun, hal tersebut tak membuatku

lupa dengan mantan sahabatku, karena walau bagaimanapun, dia pernah hadir dan mengisi kekosongan saat aku membutuhkan seseorang.

Kami pernah melewati badai dan menerjang ombak bersama. Hubungan persahabatan kami kandas dikarenakan kesibukan masing-masing. Aku sibuk dengan duniaku begitu juga dengannya. Tapi kami tetap saling terhubung satu sama lain.

"Fitri, Elisya!" panggil Rissa dari jauh.

Kami menoleh secara bersamaan dan menghampirinya dengan langkah yang terbata-bata. Rasanya kami masih enggan untuk mengakhiri pembahasan ini. Saat sedang asik begini kenapa tiba-tiba Rissa harus memanggil sih? Aku hanya mampu menghembuskan nafas pelan.

Berusaha ikhlas dan segera duduk di kursi yang sudah di sediakan perawat dan para orang tua pasien, mereka saling bekerja sama untuk mempersiapkan acara Beauty Class. Kami memulai acara dengan penuh sukacita, terlintas kebahagiaan dari wajah teman-temanku yang lain, yang juga mengikuti acara kala itu.

Selain merasa di cintai dan di hargai, kami juga mendapatkan benefit yang banyak. Sesuai dengan yang dijanjikan sebelumnya. Mulai dari sertifikat cetak, peralatan make up dan bingkisan lainnya. Kenangan ini akan selalu membekas di hatiku, terukir indah bersama kenangan saat kami menggapai masa depan bersama. Dorongan dan dukungan dari mereka membuat kami semakin yakin dan bersemangat dalam menghadapi cobaan hidup kami sebagai penderita thalasemia (thaller) selamanya cinta dan kasih sayang dari mereka tak akan pernah terlupakan.

Akhirnya kami berkumpul bersama di dalam satu meja. Kami melahap makanan yang telah diberikan oleh ketua panitia. Kebersamaan ini terasa indah dan tak ingin kami akhiri, keseruan selalu terciptakan saat kami masih berada di dalam satu ruangan yang sama. Canda dan tawa selalu menghiasi hari kami. Bahagia ketika saling mengisi dan saling melengkapi kekurangan masing-masing. Berbagi keluh kesah karena kami sepenanggungan. Sebagai sesama thaller, tentunya kami paham dan mengetahui keluh kesah dari teman-teman kami.

"Eh, gimana-gimana? Jadi kan kita buka puasa bareng nanti? Kira-kira kapan ya?" tanya Rissa seraya mengeryitkan kedua alisnya.

"Kurang tahu nih, coba tanya sama Fitri. Dia pasti tahu, aku yakin, dia pasti di pilih untuk menjadi host nantinya." sambung Dayani.

"Eh, kok jadi aku sih?" sahutku geram.

"Siapa lagi, Fit? Biasanya orang yang selalu bisa di andalkan kamu. Hehe ..." sahut Dayani cengegesan dan memamerkan senyum manisnya.

Sementara suara tawa di susul oleh teman-teman yang lain. Aku tahu jika salah satu dari mereka pasti tidak ada yang menyukai kata-kataku, sejak dulu, dia selalu sentimen denganku, tanpa aku tahu apa salahku. Namun, aku hanya berusaha menepis pikiran negatifku terhadap siapapun.

Aku sadar, tidak baik berburuk sangka terhadap teman sendiri, meskipun pada kenyataannya memang benar. Rasanya selera makanku tiba-tiba hilang begitu saja, setelah mendengar perkataan Dayani, bahwa aku yang akan menjadi host pada acara pembukaan buka puasa nanti. Aku selalu menolak menjadi host dalam setiap acara, meskipun pada akhirnya aku yang akan melakukannya.

Aku berusaha menuruti perintah mereka yang begitu baik kepadaku. Bagaimana bisa aku menolaknya? Rasanya tak tega, meskipun aku tahu beberapa orang tidak menyukaiku dan menganggapku sebagai saingan. Tetapi, aku tak peduli, karena aku tak berniat untuk mengusik siapapun.