Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

tidak ada lanjutan

🇮🇩sikecil_penulis
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.7k
Views
Synopsis
Hilang. Sebuah kata yang paling tepat untuk menggambarkan perjalanan cinta, seorang gadis bernama Leyna. Hilang? Seandainya hilang berteman dengan kembali, mungkin tak akan pernah menjadi luka yang begitu dalam. "Bob, kenapa kamu harus ngelakuin ini ke aku? Sakit, Bob. Sakit!" teriak gadis itu memuaskan amarahnya. Ia terus meronta dan memukuli dada bidang lelaki di hadapannya. "Apaan, sih? Gila Lo ya, gila! Bob bob, siapa yang bob? Ga ada bob Lo di sini! Sick!" umpat Diko begitu kesal sembari menahan perih di bibirnya yang kini terluka dan mengeluarkan cairan kental berwarna merah. "Diam! Diam ga?!" "Apakah putus cinta semenyakitkan itu?" tanya Diko pada dirinya sendiri dengan nada pelan, masih menahan perih. Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu di kamarnya membuat Diko terkejut. "Diko? Bukain pintunya dong, Nak!" "Hah?" Lelaki itu begitu panik sekarang.Hilang. Sebuah kata yang paling tepat untuk menggambarkan perjalanan cinta, seorang gadis bernama Leyna. Hilang? Seandainya hilang berteman dengan kembali, mungkin tak akan pernah menjadi luka yang begitu dalam. "Bob, kenapa kamu harus ngelakuin ini ke aku? Sakit, Bob. Sakit!" teriak gadis itu memuaskan amarahnya. Ia terus meronta dan memukuli dada bidang lelaki di hadapannya. "Apaan, sih? Gila Lo ya, gila! Bob bob, siapa yang bob? Ga ada bob Lo di sini! Sick!" umpat Diko begitu kesal sembari menahan perih di bibirnya yang kini terluka dan mengeluarkan cairan kental berwarna merah. "Diam! Diam ga?!" "Apakah putus cinta semenyakitkan itu?" tanya Diko pada dirinya sendiri dengan nada pelan, masih menahan perih. Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu di kamarnya membuat Diko terkejut. "Diko? Bukain pintunya dong, Nak!" "Hah?" Lelaki itu begitu panik sekarang.

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Bunuh diri

Rambutnya yang panjang terurai dihembuskan oleh angin.Perlahan, ia membuka sepatu high heels yang tingginya sekitar 6 cm, yang tinggal sebelah di kaki kiri. Sebelah lagi, entah di mana.

Ia mulai memanjat penghalang antara jembatan dan jalan agar tidak membahayakan bagi orang yang memandang ke bawah sana.

"Ngapain, Lo?!" teriak seorang pria ketika Leyna merentangkan kedua tangannya.

Gadis itu sama sekali tidak peduli, lebih tepatnya tidak mendengar panggilan dan sapaan lelaki itu.Ia mulai memanjat penghalang antara jembatan dan jalan agar tidak membahayakan bagi orang yang memandang ke bawah sana.

"Hei, dasar gila! Lo, mau ngapain? Mau bunuh diri di sini?!" tanyanya lagi dengan suara yang sedikit dikencangkan. Gadis itu masih sama sekali tidak menggubris panggilannya membuat ia kesal dan sadar jika sebuah malapetaka mungkin akan segera terjadi.

"Arghh!" Teriakan frustasi yang keluar dari mulut gadis itu begitu jelas. Ia sedang merasakan kecewa yang terdalam saat ini.

Permen karet yang ia kunyah sedari tadi, segera ia buang dengan meludah sebelum akhirnya menarik paksa gadis itu hingga jatuh bersama dirinya. "Ah, shit! Baju baruku jadi kotor, ini gara-gara, Lo!" umpatnya.

Ia menatap ke arah gadis yang kini masih berada di atasnya tengah menatap kosong ke arah jalanan.

Ah, ia begitu kesal sekarang.

Di malam yang dingin serta berkabut seperti ini, kenapa juga dirinya harus mendapat kesialan.

"Lo, mau ngapain lagi? Lanjut bunuh diri? Sini gue bantuin!" kesalnya.

Tidak disangka, gadis itu malah bangkit lalu menggandeng tangannya. "Ayo, lemparkan saja aku. Gapapa, iya gapapa."

Pria itu menjambak rambut di kepalanya karena sedang merasa frustasi, menatap gadis itu prihatin. Lalu bertanya dengan pelan. "Lo, kenapa? Baru putus cinta?"

Leyna mengangguk sebelum akhirnya ambruk, tak sadarkan diri.

***

Masih di apartemen Leyna. Bobby tersadar dari pengaruh obat yang ia minum. Matanya berkedip berkali-kali, menyadari di mana ia berada saat ini dan dengan siapa.

Keningnya mengerut ketika melihat warna rambut yang berbeda dari rambut kekasihnya. Sejak kapan Leyna berambut pirang?

Ia juga menatap ke sekeliling, beberapa helai pakaian berserakan di sana. Akhirnya ia tersadar jika sesuatu yang tak sepantasnya ia lakukan telah terjadi. Ia juga menatap sedih ke arah dirinya yang tampak polos sekarang.

Perlahan, ia turun dari ranjang untuk mengganti pakaian dan menyadari jika gadis di sisinya adalah Nesa—mantan kekasihnya yang kini sedang bersamanya, entah bagaimana ceritanya.

Ia memeriksa keadaan sekeliling. Jam sudah menunjukkan pukul 04.00. Dimanakah gadisnya? Bahkan, tanda-tanda jika gadis itu telah kembali pun tidak ada. Awalnya ia risau, namun sedikit bersyukur. Artinya, Leyna tidak tahu akan kesalahan yang ia lakukan.

Tatkala sedang beberes, Nesa datang lalu memeluk dari belakang, membuat Bobby mau tidak mau harus menatap gadis itu yang ternyata kini sedang amat polos tanpa pakaian sehelai pun.

"Kamu kenapa bisa ada di sini? Kamu udah gila, ya? Kenapa murahan banget?!"

Sengaja berkata kasar, berharap Nesa akan sadar diri dan tahu akan posisinya sekarang.

"Lah, kenapa aku harus malu? Kita sudah melakukannya ... lagi. Kita melakukannya sudah dua kali, Bob. Jangan berpura-pura lupa ingatan atau tidak tau. Kamu dan aku akan resmi menjadi suami istri."

Nesa mengeluarkan sebuah test pack di tangannya yang menunjukkan positif hamil.

Bobby segera menepis tangan gadis itu lalu masuk ke dalam kamar. Ia memungut pakaian Nesa lalu membuangnya ke hadapan gadis itu.

Nesa menjadi sangat kesal. "Bobby, kamu nggak akan pernah bisa lepas lagi dariku. Semua yang kita lakukan ada di sana." Menunjuk ke arah kamera tersembunyi yang dibuat olehnya.

Bobby terdiam membisu sekarang. Lidahnya kelu tidak dapat berkata-kata. Bertepatan dengan itu, gadis itu segera mendekatkan dirinya lagi dengan Bobby. Lagi-lagi keduanya melakukan hal itu. Untuk kali ini, tentunya dengan kesadaran masing-masing.

***

Diko melipat kedua kakinya sambil menikmati jus di hadapannya. Ia masih menatap ke arah kasur di mana Leyna berada. Sesekali, ia menikmati kecantikan gadis itu yang tertutupi oleh tirai tipis yang entah apa tujuannya.

Beberapa saat ia dalam posisi seperti itu sebelum akhirnya mendekat ke arah gadis itu ketika sudah sadarkan diri.

"K-kamu siapa?" tanya Leyna kebingungan, masih dengan kepala yang sedikit sakit.

"Kamu siapa, kamu siapa." Mengulang pertanyaan yang sama dengan bibir yang dikerucutkan. "Lo yang siapa? Ngapain pakai acara mau bunuh diri? Ngapain juga pakai acara ngelepasin sepatu dengan sembarangan? Gara-gara Lo, mobil gue dideret, kan. Huft!"

"Apaan sih, nggak jelas banget!" balas Leyna berpura-pura baik-baik saja. Ia juga menatap ke arah tubuhnya yang kini sudah berganti pakaian, bahkan rambut yang segar dan lembut. Sebisa mungkin, ia tetap memasang sikap tenang.

Diko dbuat kebingungan sendiri. Ia menyipitkan kedua matanya. 'Kenapa dia bersikap sangat tenang? Biasanya, gadis akan bertanya siapa yang mengganti pakaiannya dan apa yang telah terjadi. Kenapa da berbeda?' batinnya.

Leyna kemudian berjalan ke arah meja di mana Diko duduk beberapa saat yang lalu, masih menyisakan segelas jus yang baru disentuh sedikit.

Gadis itu menyeruput jus tanpa perasaan bersalah sedikit pun, membuat Diko panik.

"Lo, ngapain lagi, sih? Heh, cewek gila! Itu punya gue! Lo, kok murahan banget, sih? Gue jijik, tau nggak!"

Leyna memiringkan senyumnya sebelum akhirnya mencari bekas bibir Diko di sana dan sengaja meminum dari sana. "Enak, manis, apalagi masih ada rasa bibir kamu di sana. Hehe."

"Oh My God!" Diko tak habis pikir. Ia frustasi. Sekarang, dengan bodohnya, ia malah mengikuti gadis itu yang malah masuk ke dalam kamar mandi.

"Kamu mau ngapain? Mau ikut juga? Yuk, cuma mau pipis sebentar. Sini, kalau nggak tahan menahan kangen," goda Leyna yang sebenarnya jijik sendiri dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Ia bahkan dengan sengaja tidak menutup pintu membuat Diko menyerah dan keluar dari sana. Sepertinya memang jika pria itu adalah seorang yang baik-baik. Ia benar-benar tidak mau kalau sampai harga dari wanita itu turun.

Walau di luar sana, ia sedang berpikir keras cara untuk menyelesaikan masalahnya dengan Leyna yang terbilang tidak mengenakkan.

Tatkala ia hendak berlalu, sebuah pelukan segera ia dapatkan. Namun, bukan pelukan kasih sayang.

"Aku mau bunuh diri ... lagi ... tolong bantu aku...."

***

Kuy, jangan bosan dulu, masih panjang nih ceritanya. Jangan lupa komentarnya, ya!