Perempuan berparas cantik, yang berdiri di depan cermin terlihat tergesa-gesa saat memoles wajahnya. Jam kini menunjukan pukul 8 pagi, sudah setengah jam lamanya Arga masih dengan sabar menunggu istrinya keluar dari kamar. Arga menghela napasnya berat, kemudian menatap kembali jam yang terpasang di tangan kirinya itu.
"Jangan-jangan Winda ketiduran," batin Arga.
Kesabaran Arga pun akhirnya habis, pria tampan yang memakai kemeja warna navi, kini berjalan menuju kamar dan hendak memastikan keadaan istrinya saat ini.
Ceklek
Winda terkejut melihat suaminya yang sedang menatapnya dengan lelah, Winda merasa bersalah telah membuat suaminya menunggu lama. Arga masih tetap berdiri di depan pintu sambil menyilangkan kedua tangannya di depan. Winda terkekeh menatap suaminya yang sudah bersiap sejak tadi pagi.
"Kamu sudah cantik sayang, ngapain harus pakai make up." Arga masih tetap dengan posisinya sambil tersenyum menatap Winda.
Winda tergesa-gesa membereskan alat-alat make upnya yang berantakan di meja rias, meskipun Arga tidak marah, tapi Winda dapat mengerti Arga sudah lelah menunggu. Arga pun ikut membantu memasukan alat-alat make upnya Winda ke dalam tas. "Maaf, Mas membuatmu lama menunggu."
"Tidak masalah, sayang. Ayo kita berangkat." Arga mengulas senyum di sudut bibirnya lalu mengecup singkat keningnya Winda.
Istri CEO itu sangat bahagia, pernikahan mereka berjalan 10 Tahun tetap baik-baik saja, meskipun keluarga kecil itu masih belum kehadiran buah hati. Winda sangat bersyukur mendapatkan pria sebaik Arga, yang tidak menuntut akan kesempurnaan, begitu pun dengan Arga bersyukur mendapatkan istri yang baik dan cantik.
Mereka berdua kini berangkat menuju puncak, sepanjang perjalan Arga memengang telapak tangannya Winda. Tidak lama kemudian, mereka sampai di pucak yang sangat sejuk. Arga menatap istrinya yang tertidur pulas saat ini.
"Winda, bangun. Kita sudah sampai," ucap Arga dengan lembut.
Dengan pelan Winda membuka matanya dan yang pertama dia lihat senyum tampan dari suaminya itu, sungguh menatap senyum Arga membuat siapapun pasti kecanduan. Winda kini segera turun dari mobil, lalu melihat pemandangan di sekitarnya dengan takjub.
"Kamu suka?" Arga tiba-tiba memeluk Winda dari belakang, Winda hanya terkekeh melihat perilaku suaminya yang selalu romantis itu.
Winda segera menoleh ke belakang sambil menatap mata Arga dalam-dalam. "Aku lebih suka kamu." Mendengar itu pipi Arga langsung memerah, hanya dengan ucapan sederhana dari istrinya berhasil membuat Arga salah tingkah.
Arga mengandeng tangannya Winda untuk berjalan memasuki tempat yang indah itu. Dari arah barat, terlihat seorang pengendara sepeda motor memakai baju serba hitam dan melaju dengan sangat cepat. Winda memperat tautan tangannya dengan Arga, hati Winda pun semakin tidak enak, ketika pengendara sepeda motor itu semakin mendekat.
Arga tidak menyadari istrinya yang sedang ketakutan saat ini, Winda menatap pengendara sepeda motor itu, yang kini berhenti sambil mengeluarkan botol di dalam sakunya. Winda pun sangat penasaran dengan isi botol itu, kemudian pengendara motor itu melajukan sepeda motornya kembali dan langsung menyiram air keras tepat mengenai wajahnya Winda.
"Akhh ... panas." Winda menjerit sangat keras, wajahnya seketika melepuh. Air keras itu dengan cepat membuat kulit wajahnya Winda rusak, darah pun seketika langsung berceceran. Jantung Arga seketika berhenti berdetak saat melihat istrinya kesakitan saat ini.
"Winda, bertahanlah aku akan membawamu ke rumah sakit," ucap Arga dengan panik.
"Cepat, Mas. Aduh ... sangat sakit sekali." Winda meringis kesakitan, semua orang langsung berkerumun melihat kejadian mengejutkan itu. Pengendara motor yang menyiram dengan air keras tadi berhasil kabur.
Arga dengan cepat mengendong istrinya ala bridal style ke dalam mobil, sungguh tidak beruntung sekali, jarak puncak ke rumah sakit membutuhkan waktu sangat lama. Arga mengendarai mobil sangat cepat, dari tadi Winda masih menjerit kesakitan. Arga semakin panik dan tidak tega melihat istrinya kesakitan.
"Sayang, bertahanlah."
Tin tin
Mobil Arga mengalami macet saat ini, pria tampan itu berdecak kesal sambil memukul stir mobil dengan keras. Arga mengambil tisu dan menuangkan sedikit air, lalu mencoba membersihkan wajah istrinya itu. Arga dapat melihat wajah istrinya itu sudah hancur dan darah terus saja bercucuran, hingga Arga berkaca-kaca menatap istrinya saat ini.
"Sakit, Mas ....," rintih Winda.
Arga membuang tisu itu sembarangan, nyatanya tidak cukup membuat luka istrinya berkurang. Terlihat di depan kemacetan sudah berkurang, Arga kembali melajukan mobilnya dengan cepat. Arga tidak fokus menyetir mobil saat ini, hanya terfokus pada jeritan kesakitan yang dirasakan Winda, sehingga Arga tidak melihat di depannya ada truk yang melaju dengan cepat.
"Akhhh ....,"
Arga memutar stir mobilnya ke arah kiri, hingga mobilnya menabrak pohon. Mobil Arga mengalami kerusakan yang parah, kini pria tampan itu pingsan, Winda pun juga pingsan. Tidak lama kemudian, Arga terbangun lalu menatap istrinya yang sudah seperti monster itu. Kepala Arga kini berdarah, tapi Arga tidak memperdulikan dirinya, sebab keselamatan istrinya jauh lebih penting.
"Sayang, sebentar lagi kita sampai ke rumah sakit, bertahanlah." Arga mengendong Winda untuk keluar dari mobil, kaki Arga terasa begitu sangat nyeri, kecelakaan barusan membuat kaki Arga cedera, tapi Arga tetap membawa istrinya ke rumah sakit.
Dengan sekuat tenaga, Arga mengendong istrinya. Hanya beberapa langkah saja Arga dapat mengendong istrinya, kakinya saat ini sudah benar-benar lemah. Pria tampan itu sudah tidak kuat lagi, lalu menjatuhkan tubuh istrinya di jalan. Arga memeluk istrinya dengan erat, berharap ada orang yang menolongnya. Bukan orang yang datang, tapi malah hujan lebat yang membasahi tubuh mereka berdua.
Arga mencoba bangkit dan mengendong istrinya kembali, lagi dan lagi Arga gagal. Kaki kanannya kini patah, air mata Arga pun menetes bersama hujan, bukan keinginannya menjadi pria lemah, tapi dirinya gagal menjadi suami yang baik untuk Winda. Sisa-sisa kekuatan Arga sudah habis, namun datanglah seorang pria tua yang membawa gerobak.
"Nak, apa yang terjadi denganmu?" tanya kakek tua itu dengan suara yang keras, sebab hujan sangat deras.
"Pak, tolong kami. Istri saya baru saja terkena air keras dan mobil kami rusak karena kecelakaan, kami sekarang tidak bisa pergi ke rumah sakit," lirih Arga.
"Bawa istrimu ke dalam gerobak, aku akan mengantar kalian ke Puskesmas dekat sini."
Arga mengangguk setuju, dengan sisa kekuatannya Arga meletakan tubuh istrinya di gerobak tua itu, Arga dan kakek tua itu mendorong gerobak hingga tiba di Puskesmas. Arga dapat bernapas dengan lega saat ini, setidaknya istrinya segera diobati, Arga teringat akan kakek tua yang membantunya itu, tapi saat Arga keluar, Arga tidak lagi menemukan kakek tua itu, tapi Arga hanya melihat gerobak yang masih ada di depan Puskesmas. Anehnya kakek tua itu hanya meninggal gerobaknya.
Arga berjalan mendekati gerobak itu, lalu Arga merasakan ada telapak tangan yang menepuk pundaknya saat ini. Arga segera menoleh ke belakang, ternyata kakek tua itu masih ada di tempat ini. Arga tersenyum menatap kakek tua itu, lalu kakek tua itu membalas senyumannya Arga.
"Saya pulang dulu ya, Nak. Jika kamu butuh bantuan, rumahku ada di atas bukit itu." Kakek tua itu menujukan jarinya ke atas bukit, Arga pun mengangguk setuju.
"Terima kasih atas bantuannya, Pak."
Kakak tua itu hanya terdiam lalu bersiap mendorong gerobaknya, kakek tua itu dengan pelan mendorong gerobaknya. Arga masih diam di tempat menatap kepergian pria tua itu, namun tiba-tiba saja kakek tua itu berhenti dan kembali menatap Arga. "Nak, apapun keadaannya tetap cintailah istrimu."
Arga tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Kakak tua itu melanjutkan perjalanannya lagi. Arga pun kembali masuk ke dalam puskesmas, tidak lama kemudian dokter keluar dari ruangan periksa. "Pak Dokter, bagaimana keadaan istriku?" ucap Arga dengan panik.
Dokter muda itu melepaskan kaca matanya lalu menghela napasnya dengan berat. "Istri Anda mengalami kerusakan total di bagian wajahnya, sudah saya obati dan silakan Anda menemani istri Anda di dalam."
Arga mengangguk setuju, lalu berlari memasuki ruangan itu. Arga terkejut bukan main saat melihat istrinya sendiri seperti mumi, wajahnya Winda kini penuh perban, melihat itu hati Arga sangat bersedih, apalagi perasaan Winda saat ini yang kehilangan wajah cantiknya itu.
"Mas, apa wajahku sangat buruk?"