Ratna, tetangga Tasya yang meeupakan keryawati di kafe Merah Muda telah tiba di tempat kerjanya sepuluh menit sebelum jam buka. Ia masih menunggu Dion, salah satu karyawan yang diberi kepercayaan untuk memegang kunci. Karyawan memanggilnya Ketua, atau tidak sedikit pula dari mereka yang memanggilnya dengan panggilan 'mas' karena selain memiliki wewenang lebih di Kafe, lelaki itu juga berusia paling tua diantara yang lain.
Ratna telah mengenal Dion sejak sekolah dasar, dimana lelaki itu adalah teman dari kakaknya dengan selisih usia tiga tahun. Mereka berpisah karena Dion pindah ke luar kota dan kembali bertemu setelah keduanya sama-sama bekerja di kafe merah muda. Tidak banyak kisah dari Dion yang diketahui oleh Ratna terlebih sekarang kakak laki-lakinya telah berkeluarga dan tinggal di kota yang berbeda dengannha, sehingga tidak pernah lagi 'kebetulan' bertemu dengan Dion.
Dua kayawan dan seorang karyawati lainnya telah tiba, mereka memarkirkan motor di dekat Ratna. Namun si pemegang kunci masih belum menampakkan ujung hidungnya.
Semua orang mulai panik karena sudah saatnya untuk buka kafe. Ratna mengecek ponselnya, begitupun dengan rekannya yang lain untuk memastikan kalau Ketua mereka benar-benar tidak menyampaikan pesan apapun.
"Ratna, rumahmu melewati rumah Mas Dion, 'kan? Kamu engga melihat apapun di sana?" ujar Redy, lelaki berambut hitam dengan sedikiþ bagian sisinya berwarna biru.
"Eh engga ada apa-apa. Rumahnya terlihat normal. Selalu tertutup rapi," jawab Ratna. Dia memang tidak pernah melihat rumah Dion terbuka, dia bahkan ragu kalau itu adalah benar rumah Ketua.
Ratna kembali mengecek ponsel, dibukanya aplikasi percakapan. Ingin sekali dia menanyakan keberadaan Dion, namun jemarinya terhenti hingga di laman tulis pesan. Dia melihat foto profil Dion sejenak, siluet sepasang kekasih yang terlihat sangat hangat. Seketika Ratna langsung mengeluarkan aplikasi itu dan memutuskan untuk menunggu.
Redy dan teman yang lain mencoba untuk menghubungi, namun tidak ada jawaban. Entah sudah berapa kali lelaki berambut biru itu mengumpat.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya datanglah sosok lelaki yang sedang ditunggu. Motormatìc berukuran besar memasuki halaman kafe lalu segera berparkir di dekat karyawan yang lain.
Terlihat Dion memandangi seluruh rekannya, namun tanpa mengucapkan apapun dia segera turun dan membuka pintu kafe.
Bukan sikap acuhnya yang membuat semua mata tertuju padanya, namun pakaian lelaki itu yang sangat tidak biasa. Lelaki yang biasa hanya mengenakan kaos hitam, putih, atau merah muda itu, kali ini mengenakan kemeja putih. Walau tertutup oleh hoodie navy yang ia kenakan, namun jelas sekali kemeja putih itu menempel pada tubuhnya. Bukan hanya itu, Dion juga mengenakan celana kain berwarna hitam dan bersepatu rapi.
Tabpa ada kejelasan dan basa basi apapun, Dion masuk dan bersikap normal ketika membuka kage.
"Kamu mau wawancara kerja, Mas?" tanya Redy yang sudah tidak dapat lagi menebak-nebak.
"Ah kayaknya Mas Dion mau ke KUA sih. Iya kan?" goda Fiza sambil menyalakan mesin kopi dan alat lainnýa.
"Iya," jawab Dion singkat.
Semua rekannya segera diam menatap Dion seksama. "Iya? Untuk jawaban pertanyaan siapa?" ujar Redy.
"Aku mau ke KUA. Jadi aku akan ijin untuk hari ini."
Hening.
Candaan Fiza menjadi hal yang disesali oleh Ratna karena telah didengarnya. Dia berdecak seketika dan pergi ke belakang untuk mengambil alat pel.
Ratma tidak ingin mendengar lebih banyak. Jawaban Dion cukup membuatnya paham dengan situasinya dan memilih untuk mundur.
Segera saja dia mengirim pesan pada Tasya, seseorang yang mengetahui banyak mengenai dirinya, termasuk perasaannya pada teman kecil kakak laki-lakinya itu.
'Ah tidak mungkin. Aku engga pernah lihat dia sama perempuan manapun. Mungkin dia hanya menemani saudara.' Jawab Tasya pada pesan singkatnya.
Ratna mehela napas panjang. Kembali memasukkan ponsel pada saku dan menyiapkan alat pel.
"Na, ...." Dion menghampiri Ratna di belakang. Perempuan dengan rambuy panjang yang diikatnya tinggi itu hanya menoleh tanpa respon.
Berdiri di hadapannya sosok lelaki tinggi dengan rambut under cut rapi.
Dion sempat diam, lalu dia bergerak cepat untuk mematikan keran yang airnya sudah hampir tumpah.
"Eh?" Ratna terkejut karena dia bahkan tidak mendengar gemercik air di sampingnya.
"Ada apa? Mas Dion mau melimpahkan pekerjaan?" tanya Ratna kemudian.
"Enggak. Cuma mau bilang kalau aku hari ini ijin," ujar Dion.
"Iya aku udah denger. Mas Dion mau ke KUA, 'kan? Semoga lancar urusannya ya, Mas"
"Emm makasih," angguk Dion. "Aku mungkin ijin seharian," ujarnya lagi.
Ratna mengangguk. "Aku bisa kok kerja dua shift hari ini. Sampai malam."
"Baiklah. Besok kamu boleh libur."
"Oke siap." Ratna tersenyum lalu dia pamit untuk mengepel di dalam.
Bukan suasana yang nyaman. Ratma neruntung karena pekerjaannya yang memaksanya untuk bertemu banyak orang mampu mengalihkan perhatiannya walau hanya sebentar.
Namun sayangnya Tasya tidak berkunjung kali ini, Ratna tidak dapat berbagi kisah walau sebenarnya diapun bingung apa yang harus dia ceritakan pada pelanggan setianya itu.
Setiap kali dia selesai melayani pelanggan, Ratna segera mengecek jam dinding. Masih sangat jauh dari jam pulang shift malam. Untuk sesaat dia menyesali keputusannya untuk merangkap dua shift hari ini.
"Jadi, kita bertiga akan berjaga malam ini?" Redy bersama Tono menghampiri Ratna yang sedang merapikan meja.
"Kamu ngga masalah pulang malam? Jalan menuju rumahmu kan sepi," ujar Jono.
"Ah itu sudah jalan sehari-hariku. Aman," sahut Ratna riang.
Benar saja, selama jam kerja Ratna memang sama sekali tidak terlihat tertekan di hadapan dia rekan laki-lakinya. Redy dan Tono juga telah memutuskan untuk mengantar Ratna pulang hingga depan rumah saat pulang.
Mereka hanya akan meminta bayaran smootie gratis besok hari. Ratna hanya menggelengkan kepala, sudah sangat tidqk heran dengan kebaikan yang meminta imbalan dari kedua rekannya itu.
"Eh bentar, tapi kalian engga sedang flirting sama aku, 'kan? Redy? Kamu sudah punya tunangan loh, ingeett," goda Ratna pada si pria berambut biru.
"Aku itu engga flirting. Aku cuma tau cara memperlakukan orang dengan baik. Kamu engga usah kepedean!"
"Uuu engga usah ngegas dong," Ratna merengut.
"Ah Ratna kaya belum tau Redy aja, dia kan selalu baik tapi ujung-ujungnya ya ada imbalannya," celetuk Tono.
Redy menyeringai, dia lalu kembali melanjutkan berberes meja yang baru ditinggal oleh pelanggan.
Suasana sudah semakin sepi karena sudah semakin malam. Ratna yang semua selalu menunggu jam pulang, dia bahkan sampai tidak sadar kalau dia telah seharian bekerja dengan hanya istirahat untuk makan siang.
Klek.
Pintu kafe dibuka oleh seseorang. Seecara kompak dan bersamaan ketiga karyawan yang berjaga mengucapkan selamat datang pada orang itu.
"Hai," ujar orang itu yang membuat ketiga karyawan berdecak bersamaan. Dia adalah Dion.
***