Era kelahiran baru era di mana dunia perlahan-lahan pulih dari luka kelam di masa lalu. Orang-orang menyebutnya sebagai zaman kegelapan.
Sekitar 500 tahun yang lalu dunia mengalami kehancuran terburuk yang pernah terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Di mana perang, pandemi, dan malapetaka terjadi di saat yang bersamaan di seluruh belahan dunia.
Bangkai bergelimpangan di mana-mana, aroma busuk akan tercium siang dan malam. Air sungai yang mengalir berubah menjadi merah, awan gelap menyelimuti dunia, bencana tidak henti-hentinya terjadi diantara maraknya pertumpahan darah.
Sihir meledak menghancurkan segalanya, suara pedang berdenting terus terdengar, diiringi oleh teriakan keputusasaan. Dunia di saat itu sudah tidak lagi layak untuk ditinggali....
Akan tetapi cahaya harapan muncul disaat-saat terakhir.
Dunia perlahan-lahan pulih dan memasuki era yang baru, peradaban-peradaban lama yang telah musnah kini digantikan oleh eksistensi peradaban baru yang mulai bermunculan satu demi satu.
Perlahan tapi pasti dipacu oleh ambisi manusia, pertumbuhan teknologi berkembang pesat menjadi pusat ilmu pengetahuan yang pelan-pelan menggeser ilmu sihir dari puncak ilmu pengetahuan. Banyak pengetahuan baru mulai lahir dan berkembang di berbagai belahan dunia dengan ciri khas masing-masing mengikuti arah perubahan zaman. Hukum telah diatur sedemikian rupa untuk mempertahankan kedamaian di setiap negara.
Namun dibalik kegemilangan era yang disebut sebagai, "Era Kelahiran Baru," terdapat satu hal yang tidak bisa hilang dari dunia ini yaitu, "Ketidakpuasan".
Momok yang sudah tertanam di dalam hati setiap makhluk hidup, benih dari kehancuran. Ketidakpuasan akan kekuasaan, ketidakpuasan akan harta, bahkan ketidakpuasan akan kedamaian yang saat ini telah dicapai.
Perselisihan antara pihak bertentangan, konflik para raja, dan ekspansi kekuasaan menyebabkan pertumpahan darah terus terjadi secara masif dan tak terelakkan. Seolah-olah sejarah kelam di masa lalu hanyalah sebatas angin lalu. Akankah kehancuran lima abad silam kembali terulang?
Kekaisaran Arcana, Wilayah Pinggiran Hazelpath, Musim Gugur Tahun 1287.
Hazelpath kini menjadi wilayah kekuasaan dari salah satu Kekaisaran terbesar di seluruh benua, Arcana. Kekaisaran yang bala tentaranya sangat disegani oleh seluruh dunia.
Hazelpath dulunya merupakan Kekaisaran Kuno yang menguasai sepertiga wilayah dunia, negara terbesar dan terkuat pada masanya. Namun, di masa sekarang Hazelpath hanyalah dataran tandus yang tidak ditumbuhi tanaman, hanya terdapat puing-puing bangunan yang berserakan menjadikannya sebagai bukti nyata bahwa kehancuran di masa lalu adalah benar adanya.
Di bawah teriknya matahari, mereka yang memiliki jiwa pemberani berkumpul. Ratusan ribu pasukan berzirah lengkap berbaris membentuk formasi di tanah tandus Hazelpath. Bendera hitam berkibar dengan bulan sabit berwarna emas membentuk huruf U diantara para pasukan tersebut. Suara besi berderak terdengar, bumi seolah-olah ikut bergetar ketika ratusan ribu bala tentara bergerak secara bersamaan.
Jauh di seberang ratusan ribu pasukan Arcana terdapat pasukan dengan jumlah yang lebih banyak berbaris dalam formasi menyerang. Bendera putih dengan simbol mawar biru berkibar, itu adalah simbol bagi Kerajaan Agung Gallia. Satu-satunya monarki tertua yang mampu bertahan hingga detik ini, setelah melewati kejamnya zaman kegelapan.
Kerajaan Agung Gallia merupakan warisan tertua dari Kekaisaran Hazelpath yang pernah runtuh, sekarang datang untuk merebut kembali tanah leluhur mereka yang telah diduduki oleh Kekaisaran Arcana.
"Tanah ini akan menjadi saksi kehebatan bangsa Gallia, inilah saatnya untuk menunjukkan kekuatan kita, hari ini Hazelpath akan kembali kepada kita! Demi para leluhur! Hukumlah para pendosa itu!"
"Serang?!!"
"YAAAAA!!!!!"
Ketika suara teriakan itu terdengar oleh seluruh pasukan Gallia, mereka lantas menyerbu pasukan Arcana yang jumlahnya lebih sedikit. Semangat mereka menggebu-gebu, tidak hanya unggul dari segi pasukan, mereka yakin bahwa hari ini adalah hari dimana mereka akan merebut kembali tanah leluhur mereka. Kemenangan sudah berada di depan mata.
Diantara ratusan ribu pasukan, seorang anak laki-laki berusia belasan tahun meneguk ludah, tubuhnya tidak bisa berhenti gemetaran di balik zirah yang ia kenakan. Bahkan keringatnya menetes ketika melihat serbuan musuh dari kejauhan, matanya berkeliling sesaat seolah sedang mencari seseorang tetapi tidak menemukannya.
"Inikah perang...." dalam benak anak tersebut. Dia bahkan tidak bisa mengontrol pedang di tangannya yang terus bergetar.
Tidak hanya dirinya banyak anak-anak berusia belasan tahun lainnya berada di posisi terdepan, semuanya merasa ketakutan dan gemetaran ketika menyadari bahwa mereka harus merenggut nyawa atau direnggut nyawanya. Menandakan bahwa ini adalah perang pertama bagi mereka.
Di atas seekor kuda seorang laki-laki paruh baya menatap tajam ke arah serbuan musuh tanpa memperlihatkan sedikitpun kelemahan, mata intensnya menyorot tajam ke depan, ekspresi tegasnya sama sekali tidak berubah. Sesaat kemudian dia menghunus pedangnya ke atas.
"Arcanian tunjukkan kepada mereka siapa bangsa kita!" Laki-laki itu dengan cepat menebaskan pedangnya ke depan, seraya berseru, "Serang!"
Penuh keyakinan dirinya langsung memimpin ratusan ribu pasukan untuk menyerang balik, meskipun dia menyadari bahwa jumlah pasukannya jauh lebih sedikit dibandingkan musuh, dia tetap maju tanpa gentar sedikitpun.
Hanya dalam hitungan menit kedua belah pihak bertemu di tengah-tengah tanah yang tandus, teriakan semangat berkobar disertai dengan dentuman logam yang dengan cepat menyebabkan cipratan darah dan debu menyebar ke segala arah.
Satu demi satu jiwa-jiwa pemberani gugur demi negara mereka masing-masing, potongan tubuh pun mulai berserakan dimana-mana. Orang-orang saling membunuh satu sama lain, menyebabkan darah menggenang di bawah kaki mereka.
Diantara para pendekar yang saling bertarung, energi sihir ikut menyebar dan saling berbenturan di udara.
"Sihir Api : Napas Naga."
Ketika mantra dirapalkan lingkaran sihir muncul di depan telapak tangan seorang penyihir Arcana, kemudian semburan api yang amat panas membakar pasukan Gallia yang menyerbu membuat mereka berhamburan kepanasan dengan luka bakar yang sangat parah.
"Panas!" Seorang prajurit Gallia yang terbakar berlari ke arah prajurit lainnya, membuatnya api menyebar diantara mereka.
"Tolong aku!"
"Penyihir, tembak penyihirnya!"
Meskipun merasa takut dan gemetaran anak laki-laki itu tetap maju dan berjuang bersama rekan-rekannya, ketika dirinya melihat zirah musuh dari jarak dekat entah kenapa emosinya memuncak, penuh rasa kebencian anak itu maju menebas musuh-musuhnya seperti seorang prajurit terlatih. Berbeda dengan anak-anak seusianya yang masih mengayunkan pedang secara sembrono, membuat mereka hanya membuang nyawa secara cuma-cuma.
Di balik helm besi itu matanya yang gelap dipenuhi oleh kebencian, seolah menyimpan dendam tersendiri terhadap setiap musuh yang ia hadapi.
"Mati kau bocah!"
Salah satu prajurit musuh berteriak dan menebas kepala anak itu. Beruntungnya pelindung kepala milik Arcana cukup kokoh sehingga hanya mengalami sedikit goresan, hal itu membuat anak tersebut marah dan menancapkan pedangnya ke dagu prajurit musuh hingga menembus kepalanya.
Prajurit itu seketika memuntahkan banyak darah ke wajah anak tersebut, tetapi ekspresinya masih belum berubah. Ketakutan kini menjadi kebencian.
Prajurit musuh lainnya datang dengan berlari sambil berteriak frustasi dalam posisi yang siap menusuk punggung anak tersebut.
"Gawat!" dalam batin anak itu yang menyadari serangan lawan. Dia segera menarik pedang dari kepala musuh, lalu membaca sebuah rapalan, "Acceleratio."
Dalam sekejap anak itu menghindari serangan menggunakan sihir percepatan yang membuatnya berhasil menghindari sebuah serangan fatal.
Prajurit yang hendak menusuknya tiba-tiba terbelalak ketika dirinya malah menusuk rekannya sendiri. Penuh emosi anak itu berdiri disampingnya, lalu menebaskan pedangnya sampai memenggal kepala prajurit itu.
Anak itu mulai merasa kelelahan dan napasnya mulai tidak beraturan, sesaat matanya kembali berkeliling untuk mencari sosok seseorang.
"Di mana kau dasar bodoh!" gerutunya dalam hati kemudian kembali maju untuk memerangi musuh.
Di kala dirinya sibuk mencari seseorang beberapa prajurit musuh datang untuk menghadangnya, pertempuran hebat pun tidak bisa terelakkan.
Anak itu dengan berani berteriak dan maju menyerbu pasukan musuh disusul oleh rekan-rekannya.
Waktu demi waktu berlalu, tanah tandus kini sudah menjadi medan berdarah. Kematian sudah menjadi hal wajar dalam peperangan sehingga tumpukan tubuh manusia bergelimpangan dimana-mana.
Jumlah pasukan tidak menentukan pemenang, setengah dari infanteri milik Gallia gugur dikarenakan dorongan sihir oleh pasukan Arcana, membuat pemimpin mereka terpaksa harus menarik mundur pasukan demi menghindari kerugian yang jauh lebih besar. Terlebih lagi setelah pasukan mereka ditarik mundur, kavaleri terkuat Arcana dikerahkan untuk melakukan serangan balasan.
Anak laki-laki yang berjuang di medan perang di usia yang sangat muda hanya bisa terpaku diantara tumpukan jasad musuh dan rekan-rekannya. Rambutnya yang hitam terlihat basah oleh darah ketika tidak mengenakan pelindung kepala.
Dia berjalan lesu tubuhnya dinodai oleh cairan merah datang mendekati tubuh seseorang, dari pojok matanya air menetes bercampur dengan darah melihat sosok yang tergeletak tak bernyawa.