Mobil Alphard tersebut melaju kencang membelah jalanan yang lengang. Abraham memegang jemari istrinya dan sesekali menoleh ke belakang melihat Davian.
Putranya tersebut nampak tak tenang, sesekali ia melihat keluar jendela dan memandang Rian, supir mereka.
Mungkin ia gelisah memikirkan sekolah barunya.
Tiba tiba mobil terasa oleng, Magnolia hampir terjatuh dari kursinya ketika Rian kesulitan mengendalikan kendaraan itu. Di hadapan mereka melintas beberapa truk besar pengangkut kayu.
"Awas..."
Teriak Abraham. Matanya nanar menatap pemandangan mengerikan di depan mobil mereka. Sebuah truk Fuso dengan kecepatan tinggi melaju dari arah yang berlawanan.
Tak ada pilihan bagi Rian. Ia membanting stir menghindar dari tabrakan truk tersebut. Mobil mereka menerjang semak belukar di tepi jalan. Rian tak dapat mengendalikan mobilnya, ia membelalak melihat jalan berbatas jurang.
Mobil tersebut menabrak pagar pembatasnya hingga patah dan terjun bebas dari ketinggian puluhan meter.
Tak berapa lama terdengar ledakan dahsyat dari dasar jurang. Memecahkan keheningan hutan di hari yang beranjak senja.
❤️❤️❤️
"Bisakah anda mengenali ini?"
Seorang penyidik polisi mengisyaratkan agar petugas otopsi mengeluarkan sesuatu dari bilik jenazah.
Odeth menghapus air matanya.
Kabar malam ini seperti mimpi buruk. Seorang petugas polisi menghubungi kediaman mereka, dan memberitahukan kecelakaan yang merenggut nyawa ketiga majikannya secara tragis.
Odelia pingsan dan di rawat di rumah sakit setelah mengetahui kabar itu.
Kini hanya ia orang terdekat keluarga Abraham yang mampu mengenali ciri fisik mereka. Terutama Davian.
Betapa ia masih mengingat setiap momen kebersamaannya dengan Davian. Dimana ia merawatnya sejak bayi seperti anaknya sendiri.
Hatinya luluh lantak, saat ia dimintai polisi untuk mengenal anggota tubuhnya yang masih utuh. Dalam hati kecilnya Odeth masih berharap jika mereka masih hidup.
Petugas autopsi mengeluarkan sebuah benda kecil yang terbungkus kain putih. Hati hati ia membuka kain penutup tersebut dan memperlihatkannya pada Odeth.
"Benarkah ini salah satu jari dari tuan Davian?"
tanya penyidik itu.
Seketika Odeth jatuh terduduk lemas. Akhirnya tangis yang ia tahan selama ini pecah. Harapannya pupus.
Kelingking itu memang milik Davian. Sepotong kelingking utuh yang terluka di kukunya. Ia yang melukai Davian di hari terakhirnya itu.
Odeth mengangguk. Petugas autopsi membantunya untuk berdiri.
"Seluruh mayat sudah hangus dan hancur akibat ledakan. Hanya ini yang masih utuh. Sabarlah nyonya."
💖💖💖
Anne terpaku menatap kosong kearah pagar rumah yang telah di tutup.
Ini sudah hari ke tujuh. Tak ada lagi tamu, tak ada lagi yang berkunjung.
Semua orang mengatakan ayah ibu dan kakaknya sudah mati. Tapi ia tak percaya. Bagaimana pun ibu telah berjanji untuk pulang dan memintanya menunggu di sini di tepi kolam.
Anne masih mengenakan baju terbaiknya karena ayah berjanji akan mengajaknya jalan jalan sepulang mereka nanti.
Ia membuka genggaman tangannya. ada satu buah permen yang diberikan ayah sebelum pergi, ia ingat ayah menyuruhnya memakan satu setiap kali ia merindukan mereka. Kini hanya tersisa satu permen. Bagaimana jika ia telah habis memakannya tapi mereka belum juga pulang?
Matahari mulai ditelan redupnya mendung. satu persatu tetes air hujan mulai berjatuhan. Namun Anne tetap bergeming, harapannya masih memuncak menunggu mereka pulang.
Odeth tergopoh gopoh membawakan payung. Seperti biasa ia akan menemukan Anne di tepi kolam. Air matanya menggenang namun cepat cepat ia hapus tak ingin menampakkan kesedihannya pada Anne. Bagaimana pun sekarang hanya dirinyalah orang terdekat yang dimiliki Anne.
"Sayang, ayo kita masuk ke dalam."
"Bagaimana jika ibu dan ayah pulang tapi aku tidak ada di sini. Pasti mereka akan kecewa," jawab Anne
Odeth bersimpuh di hadapannya. Ia memegang ke dua tangannya di paha Anne.
"Anne anak yang baik. Ketika kau lahir ayah mu tak berhenti tertawa dan menceritakan ke semua orang bahwa dia mempunyai anak yang cantik. Jika kau sedih seperti ini sama saja membuat ayah dan ibu mu kecewa."
"Benarkah ayah dan ibuku sudah mati?, mengapa mereka tak membawa ku juga?"
Odeth kehilangan kata kata, ia memeluk Anne yang akhirnya menangis di pelukannya.
"Kau ditakdirkan untuk menjaga mereka. Mendoakan mereka. Jika kau sakit maka mereka juga akan sedih."
"Aku menyesal mengatakan agar Davian tak pulang lagi. Kini dia benar benar tidak akan pulang." Tangisan Anne semakin besar.
Odeth menggendongnya membawa masuk ke dalam. Ia menenangkan tangisan Anne dalam buaiannya.
Di sebalik jendela diam diam Odelia melihat pemandangan itu. Tatapannya sedingin es.