Chereads / Lembar Cahaya / Chapter 8 - Lembar VIII

Chapter 8 - Lembar VIII

Jam di belakang Barisan kursi seperti tengah memeluk dinding, erat hingga enggan terlepas. itu yang terlihat seandainya sang paku tidak memperjelas keberadaan nya. di ibaratkan sebuah hubungan, jika salah satu yang terus mengalah sedang kan yang satunya bagaikan maharaja, asik menginjak injak sesuai keinginan hati sendiri apakah akan terus bertahan? tentu berat namun jika tabu sudah dilanggar, berat pun akan berusaha di tahan bukan dipertahankan...

Cinta, bukan sekedar bualan belaka. Bukan janji yang gampang buat di ingkari seperti halnya kata jangan mudah kau percayai, percaya sama sang pembolak balik hati saja.

***

Setia merupakan satu kata yang mudah dibaca, mudah di ucapkan namun sulit di kerjakan.

menurut pandangan teman teman Aila, Franz bukan laki-laki setia, hubungan mereka tidak sehat, Franz selalu open terhadap semua wanita, tidak menjaga hati dan tidak mau mengalah, selalu menguatkan dirinya semua teman nya sudah menasehati bahkan termasuk sahabat nya sendiri sudah mengingatkan. Aila tak bergeming, meski hati berkata

'tolong selamatkan aku, aku tidak bisa berlari, aku telah salah langkah'

sayang, kalimat itu tidak tertuang nyata di lisan nya karena rasa takut rupanya menjelma, seperti bisikan setan.

'kasian suami ku nanti, mendapatiku yang sudah tidak suci lagi, aku takut!!!! '

kalimat itu meronta ronta memasung seluruh persendian di tubuh nya, mencekik nadi hingga merongrong setiap inci sel darah yang mengalir dalam raganya.

gejolak peperangan di hati Aila seperti perang Dunia ke 3, dahsyat hingga membuat kepulan asap berputar diatas ubun ubun kepalanya, kalau sundel bolong lihat pasti bahagia karena dapat dengan mudah mendeteksi letak otak yang paling rawan.

Ruang kelas laboratorium matematika hening, sesekali suara batuk buatan terdengar,

'Franz, kamu gak capek? ' suara pak nurul memecahkan keheningan

'nggak pak, ' sahut Franz sembari meringis

sebenarnya pak nurul jengah melihat keberadaan Franz di sana, ingin mengusir namun tak ada kalimat yang pas. sesekali mereka saling lirik dan beradu pandang, Franz di liputi rasa bingung sekaligus senang karena dia kira si dosen kasihan lalu mulai memperhatikan, kesempatan bagus untuk mencari muka bhatin nya licik.

Ibarat pepatah lama 'dalamnya laut sulit diukur, kepala saja sama hitam, hati di dalam siapa yang tau.

Waktu berjalan semakin senja, jadwal bimbingan tambah telah usai ke empat mahluk bumi itu mulai berbenah bersiap kembali pulang menuju gubuk masing masing.

'mari pak, duluan ya... ' ketiga mahasiswa dan mahasiswi itu berpamitan sembari melenggang keluar dari kab matematika,

'iya, Hati-hati... '

'Assalamualaikum... '

'waalaikumsalam Warahmatullah... '

sang dosen masih stay di sana, tatapan itu mengiringi hilang nya tubuh anak bimbing nya sampai ke pintu, untuk kemudian kembali menyibukkan netra dengan buku juga beberapa berkas telah tertumpuk di depan wajahnya. sepertinya akan sampai malam beliau bercengkrama dengan ruangan itu, bercumbu lalu saling merayu hingga menjelajah tiap baris kosakata...

Di Kooridor menuju keluar gedung laboratorium, obrolan hangat antara dua lelaki mulai terjalin, sedangkan Aila hanya menatap punggung keduanya.

'Semester berapa Fran...? '

'baru semester 6 kak... '

'owh..., baru semester 6 ya.. '

'iya kak, '

'kirain udah sama, semester 10'

Ujar nya sembari kemudian melirik ku yang berjalan gontai, aku menyadari tatapan itu, ada terlihat senyum tipis sedikit meringis, entah kenapa mata ini melotot ketika bersirobot. kami seperti punya telepati yang hanya di pahami kaum pecinta usia muda

Franz tiba tiba menyadari lirikan mata randi seketika ia menoleh kebelakang, dan aku sedikit terlambat menyadari tatapan Franz, dehaman nya membuat ku gelagapan dibuat 'yakin sampai kontrakan akan terjadi perang Dunia ke tujuh' bhatinku dongkol.

suasana kembali hening, seperti nya ada perang negara Api di dalam hati Franz saat ini, terlihat dia nampak tak suka dengan adegan yang dilihatnya tadi.

sampailah mereka di gedung E, dimana mushola sudah berdiri menyambut mereka.

'solat dulu yok Franz ' ajak Randi

'enggak kak silahkan kita solat di masjid depan lebih lapang, di sini kayaknya agak ramai ' tolak Franz langsung,

'oh iya, silahkan. saya juga habis ini mau ke BEM'

'okey, mari kak'

'monggo... '

setelah perpisahan diiringi lirik lirikan kembali, kami berpisah, aku tentunya mengekori Franz karena dia sama sekali tidak mau berjalan disamping ku, sebenarnya hubungan ini sangat toxid, menyakitkan, terkesan jomplang ingin berakhir namun apa daya. seandainya saja ada alasan kuat yang bisa membuat berakhir.

kami sudah berada di gedung C, saat dia menyuruh ku berdiri dekat pohon di depan kantin

'kamu tunggu disini, aku ambil motor dulu'

'hmmm... '

Yamaha hitam dengan potongan mirip bebek betina terlihat mundur dari parkiran, begitu mudah tanpa ada penghalang, aku mendekat saat Franz melambaikan tangannya

'kamu punya mata gak sih!! '

'kenapa sih? '

'harusnya aku gak perlu lambaikan tangan segala! '

'iya iya maaf! '

'cepetan, lelet banget sih!

'iyaaa'

aku sudah duduk di boncengan belakang, sepintas ku lihat di spion motor nampak wajahnya yang mengkerut, seperti origami yang di lipat lipat. "mungkin inilah resiko menjalin hubungan dengan bocah" pikirku dalam hati

Roda dua itu meninggalkan area parkir, melaju dengan seruan nya yg lumayan lembut mengantar kami ke jalan jaya indah lorong rukun dua, bedeng banteng itu masih belum berpindah ku harap, takutnya semut sudah menyicilnya duluan.

pas si motor terparkir di teras, aku turun dengan sedikit terburu buru. ngeri nanti si gorila ini marah marah lagi

'pelan pelan nanti jatuh aku pula yang di salah kan! '

ujar Franz, aku sedikit menoleh dan meringis

'sittt, bisa juga ni bocah perhatian' bisik ku dalam hati tentu nya

Pintu kontrakan sudah terbuka, dan aku segera menuju meja membuka isi tas dan semua berkas yg ku bawa, Franz tersenyum kecut

'tumben mendadak rajin'

'mumpung aku ingat, jadi mau segera ku kerja kan'

'oohh, bukan nya karena ada si poncolongok tadi'

'poncolongok??? '

'iya, si renda atau siapa itu tadi,. '

aku terdiam, berfikir sejenak, "ooooh, cemburu ni bocah " batin ku, sedikit mulai berbunga bunga lagi hati ini dibuat nya. mungkin dia mencintai ku dengan caranya sendiri, nggak umum seperti para pecinta lain,

'Ya Allah Abib, kamu masa gak hafal sama aku... '

Franz menatap ku dengan tatapan sendu, netranya berkaca kaca klau dia berujar

'kata ana aku ini cuma jembatan mu, setelah kamu dapatkan aku dan aku terluka maka kau akan mencari yang baru... '

'ana lagi ana lagi, bisa gak jangan selalu berhubungan dengan dia! kamu lihat aku lirikan sama cowok lain aja udah blingsatan, gimana aku yang selalu lihat kamu SMS an bahkan pulang bareng mantan mu itu? keliatan nya malah kamu yang akan memperlakukan aku seperti jembatan! '

'astaghfirullah, abib nggak gitu nduk! '

'kalau gak gitu, kenapa gak mikirin perasaan ku! '

cerca ku.

Franz terdiam, ditatap nya wajah pujaan hati, terlihat bulir bening mulai berjatuhan, dia segera bangkit dan segera memeluk Aila

'Abib minta maaf, maaf.... '

aila hanya menangis dalam peluang Franz, akhirnya dia bisa mengatakan apa yang dirasakan selama ini, mudah mudahan selanjutnya hubungan ini bisa hilang dari istilah toxid.

semoga.....