Chereads / Lembar Cahaya / Chapter 7 - Lembar VII

Chapter 7 - Lembar VII

Langkah itu menjejak hentakan nya kuat seakan gedung perpustakaan itu bergoyang akibat terkena gempa 6,5 skala Richter sontak semua penduduk yang kebetulan ada di ruang tersebut menoleh ke sumber keributan, Aila pun tak kalah, ikut andil mencari pencipta kehebohan, setelah netral nya bersitatap dengan si pembuat ricuh seketika ia menghela nafas kesal hati nya lalu spontan merutuk

'bikin malu aja ni orang, macam betul kali dia jalan gradak gruduk kayak dikejar hantu, perusak kenyamanan aja'

disambut nya pemilik langkah itu dengan senyum palsunya mengembang layaknya bunga raflesia arnoldi, sial nya yang di senyumi acuh tak acuh, sibuk mengambil ponsel ketak ketik lalu memasukkan ponsel kembali, ia lelah menebak, malas bertanya, tepatnya sudah tak perduli.

"nggak BBM dulu bib mau nyusul... " basa basi busuk nya

"kan kamu bebas Pustaka, pasti diperpus jadi gak perlu lah aku BBM... "

sahutnya sembari jelalatan menjelajah sekeliling.

Aila mengangguk takzim, Pura-pura setuju

"jadi mau ke lab matematika? "

"jadi.. "

"ya udah ayok, risih lama lama disini

" kok gitu, risih kenapa... "

"ya, perempuan disini kayak gak pernah liat laki-laki aja... "ujar nya sembari sedikit mengangkat bahu angkuh,

Franz berjalan lebih dahulu dan Aila mengekor dari belakang, sepintas dilirik nya bu Lastri penjaga perpus, sembari mengangguk ia berpamitan, bu Lastri tersenyum ditambah mencebik. untung bukan ibu yang satunya penjaga perpustakaan hari ini kalau tidak bisa dibayar kontan ucapan songong dari Franz tadi. sepintas dilihat nya penduduk perpustakaan pun ikut mencebik terdengar lamat lamat ada yang berkata

"kepedean banget sih, jadi laki, enak kalau cakep, sok kecakepan iya. ishh... "

Aila tertunduk malu, dilihat nya punggung Franz yang berjalan menjauh melalui koridor.

Bu Lastri cukup dekat dengan Aila beliau seperti merasakan keresahan di hati gadis desa itu, seakan ada yang disembunyikan nampak berat , apa lagi dari tatap mata gadis itu dilihat nya tidak ada cinta disana melainkan rasa takut yang tak wajar macam kerbau yang sudah di cucuk hidung nya, super manut tapi beliau tak mau terlalu ikut campur meski banyak dari kalangan dosen di Prodi matematika yang sudah berbisik supaya ia menasehati Aila agar segera berpisah dari Franz karena jelas terlihat kalau ia bukanlah laki-laki yang baik, tipe orang miskin tapi sombong...

langkah mereka tidak beriringan, Franz terlalu cepat berjalan sama sekali tidak berusaha berada di samping Aila, Laboratorium Matematika terletak bersebelahan dengan gedung perpustakaan hanya dipisahkan oleh dinding, jalanan masih tanah merah belum sepenuhnya di plaster, masih terlihat perbaikan disana sini, irama sepatu menjadi hiburan tersendiri bagi Aila, fikiran nya berkecamuk saat menatap punggung Franz ingin rasanya ia mengusir laki-laki menyebalkan itu dari hadapan nya, merusak pemandangan saja. tak terasa mereka sudah sampai di tempat tujuan, Franz memperlambat langkah kakinya untuk bisa mengiringi Aila

"lama sekali kalau jalan..."

"aku cewek, kamu cowok wajar kan kalau pelan, langkah mu lebar lebar macam dikejar setan...."

"hmm, kamu sama aja dengan ana, cerewet"

Aila tersentak, denyut di jantung nya seakan menerjang bebas, Franz seperti pemain bola dengan sengaja menendang tepat ke relung jiwanya... "ya Allah, semoga aku tidak gila jika ia harus menjadi jodohku" bisik hati Aila gusar

Ruangan itu serba putih dengan kursi serta meja yang tertata seperti keadaan kelas pada umumnya, didepan terdapat whiteboard yang menggantung didinding, tepat disebelah ada sebuah meja dan kursi diperuntukkan bagi dosen. Suasana nampak lengang, disudut terlihat seorang pemuda cukup tampan tengah memainkan Rubik, alis tebal dan rahang nya yang kuat melambangkan ketegasan, dadanya cukup bidang, rambut tertata rapi tidak kusam seperti Franz yang terlihat acak acakan. netra pemuda itu berserobot dengan gadis manis berkerudung putih yang baru masuk postur tubuh sedang, kulit putih langsat mata bulan sabit entah perasaan apa hingga membuat terasa hangat didadanya, senyum dan tatapan gadis itu cukup membuat nya tersipu disaat yang bersamaan pula pemuda itu harus kecewa karena disebelah nya ada laki-laki bertubuh sedikit gempal, muka lebar perut buncit berambut keriting, Laki-laki itu menatap nya tajam seperti hendak mengajak berperang, Ia menghela nafas jengah lalu kembali sibuk dengan mainan balok ditangan nya. Aila seperti paham dengan situasi, namun pura pura tak tau, ntah kenapa pak nurul memilih nya untuk diperbantukan di laboratorium bersama pemuda itu sejujurnya ada rasa senang karena tidak akan terlalu sering bertemu Franz.

Suasana hening tak ada pemecah suasana, Franz tengah sibuk dengan ponsel nya, pemuda itu yang entah siapa nama nya juga asik memainkan balok ajaib warna warni. aila menunduk jengah, dikacangin pacar yang seperti orang asing, dirinya bingung dengan keberadaan Franz, untuk apa ada disana? mengacau saja, waktu terasa sangat lama menunggu kedatangan pak nurul, jam bergerak lambat seolah hanya diam ditempat...

"Assalamualaikum warohmatulohi**wabarakatuh... "

terdengar suara lembut, tegas dan berwibawa memasuki ruangan laboratorium, nampak laki-laki berkulit putih,berkacamata, tubuh sedikit gempal, dengan tinggi tak sampai 2 meter, dengan baju koko putih namun tak berkopiah maupun sarung, menjinjing map dari bahan plastik melenggang gagah.

"waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh... "

sahut penghuni sementara laboratorium matematika kompak,

Pemilik suara lembut tersebut tersenyum, namun dahinya mengernyit seperti ada kejanggalan seketika tatapannya berubah sedikit dingin saat dilihat nya ada penghuni lain yang tidak diundang ikut hadir diruang itu, heran nampak tergambar di mimik mukanya saat mengetahui siapa gerangan tamu tak diundang, dadanya terlihat naik turun dengan ritme berat pupus sudah harapan nya menjadi pakcomblang.

"eeh, ada Franz rupanya.... "

"iya Pak, "

"dalam rangka apa, kok ke laboratorium? "

"ini pak, nemanin cewek ini... "

tanpa sopan santun juga tendeng aling-aling si jari telunjuk mengarah ke aila, sang dosen pun menatap jengah, rasa tak suka tersirat diwajahnya menyelidiki apakah benar tersangka sengaja membawa mafia ke ruang rahasia mereka, yang di tatap dengan was was menggeleng halus secara perlahan agar tak terlihat oleh pemilik jari, pahamlah beliau bahwa Franz datang memang tanpa di undang, semau maunya, muak sebenarnya tapi apa mau dikata karena jelas Franz berstatus kekasih Aila...

"okey, karena sudah pada datang ayok kita mulai... "

beliau mengambil tempat duduk tepat disamping papan tulis putih,

"Randi dan aila sini kalian berdua..."

Aila dan pemuda itu mendekat ke meja dimana dosen tersebut berada, tak lupa dia melirik Franz disamping nya sekedar meminta izin, Franz tersenyum dengan bibir kanan tertarik ke atas, seperti senyum nya orang mencemooh,

Franz kembali sibuk dengan ponsel nya, berkirim pesan dengan orang yang sama, yang katanya tengah menahan cemburu.

Pak nurul menatap Franz dari jauh, keningnya berkerut kecurigaan sangat besar menggantung di pundak nya, sesekali ia melirik Aila yang tengah duduk berhadapan dengan nya ada rasa iba menyelimuti raga gadis desa itu, ingin sekali diusir nya Franz dari ruangan agar Aila lebih fokus mempelajari hitung statistik dihadapan nya karena terlihat jelas ketidaknyamanan itu.

akhirnya beliau beranjak dari tempat duduk, dibiarkan nya dua insan berkutat dengan tugasnya

"bagaimana dengan kuliah mu Franz, "

Franz terlonjak kaget saat pak nurul sudah duduk disamping nya, entah pakai teleportasi apa beliau sehingga sudah nangkring di kursi sebelah nya

"alhamdulilah lancar pak"

" syukur lah kalau begitu"

"sekarang sudah Microteaching kan? "

"iya pak.... "

"alhamdulillah, segera wisuda biar cepat dapat kerja. nanti masa Aila kerja pontang panting eh kamunya masih kuliah aja...

" hehehe iya Pak, jangan sampai begitu biar Aila aja yang kuliah nya lama...

Beliau tersenyum sedikit terpaksa, niat hati mau menyindir tapi malah di skakmat oleh pemuda kurang ajar ini, padahal rumor yang beredar sudah cukup jelas bahwa Franz tidak bermodal, jangan kan makan diluar, nonton bioskop bahkan ongkos parkir saja Aila yang bayar benar-benar keterlaluan

"baiklah kalau begitu, semoga kamu orang yang bisa dipercaya dan bertanggung jawab... "

"siap pak...! "

"hmmm..... "

Pak nurul bangkit dari kursinya, beranjak menuju keluar kelas, meniti koridor laboratorium dan berdiri di dekat pintu masuk, sesekali dilihat nya jam tangan lalu melongok kan kepala seperti menanti seseorang....

nun dari jauh yang ditunggu menampakkan kelebatan bayangan nya, terseok-seok setengah berlari menghampiri nya, setelah jarak mereka dekat

"lama sekali, darimana? mereka sudah mau selesai

"maaf rul, tadi ini sempat tertinggal diatas lemari prodi... " sebotol air dalam kemasan digenggam nya ditangan kanan

"ya udah, ini penting kasian anak itu semakin mirip kerbau dibuat si sontoloyo... "

"iya, kasihan... "

"katanya kamu mau kasih coklatnya?

" nah masih belum selesai di jamui paman ku... "

"oh, Ya sudah, ini aja dulu...

" tapi memang coklatnya ndak boleh berbarengan dengan si air,

"owalah, ya wes nanti urusan coklat kamu yang atur...

" siap bro

"dah, ngajar lah nanti mahasiswa mu kabur...

si pemberi air segera berlalu, pak nurul menatap dua air mineral, yang kanan untuk seseorang di dalam sana dan satu nya untuk dia sendiri sebagai kamuflase, lalu ia segera membalikkan badan nya kembali menuju ruang lab yang mirip kelas, khawatir bimbingan nya keburu usai.

laboratorium itu belum sepenuhnya usai masih banyak yang harus diperbaiki, pintu ruang laboratorium sudah didepan hidungnya, entah apa yang dibaca yang jelas bibir nya tengah komat kamit sebelum memasuki ruangan...

"Assalamualaikum..."

"waalaikumsalam... "

dilihat nya Franz masih duduk di singgasana nya, dengan posisi yang masih sama.

"ini ai air, tadi bapak beli air tapi gak ada kembalian, " sembari tangan kanan nya menyodorkan air ,

"uwahh, alhamdulillah dapet minum, udah haus pak dari tadi... "

"lihat, kalau udah haus kenapa Franz nggak nyariin minum? pak Nurul melirik Franz, yg di lirik hanya tersenyum

" nanti kalau saya beli, air yang bapak bawa mubazir... "

pemuda yang sedari tadi diam menimpali,

"kan ada aku disini, jelas gak mubazir lah bisa adik oper, iya gak pak....

" naaa akur, betul kamu Randi hahaha

Franz terpojok, lalu ujar nya

"nah, harus nya bapak belikan kita berdua juga, kalau gini gak adil namanya cuma ngasih Aila saja, kalau kami beli sendiri Aila pun harus beli sendiri...

kening pak Nurul berkerut, " dasar tak mau rugi sontoloyo ini sangat perhitungan dan pelit" fikir nya dalam hati

"hey, kau laki-laki, Aila perempuan. masa kau gak kasian dia jalan keluar panas panas, katanya kau pacar nya, harus nya kau perhatian lah, kau sayangi, atau jangan jangan Aila ini hanya kau manfaatkan,

cecar dosen itu sembari menatap tajam ke arah Franz, Randi pun ikut memperhatikan.

aura wajah Franz berubah, terhenyak di cecar dosen pembimbing Aila. seketika ruangan hening, Aila diam seribu bahasa lamat lamat di teguk nya air mineral di dalam botol, ingin sekali ia tertawa sambil menunjuk wajah Franz yang membeku saat ini namun itu tidak mungkin dilakukan nya bisa bisa perangkat Bhatara Yuda. tiada jawab yang keluar dari bibir Franz, pak Nurul menghela nafas lega ini salah satu caranya untuk menyadarkan Aila.

Air mineral telah minum Aila semoga bisa membuka semua sifat buruk Franz juga membuang aura negatif sekalian magic yang entah siapa penanam nya, prihal jodoh hanya Allah SWT penentu nya.

Franz diam tak bergeming, gelisah menerjang rongga hati nya, ingin sekali segera berlalu dari tempat itu, namun jika ia tak menemani Aila, apa yang akan dikatakan teman teman nya masih, pasti dia akan dituduh playboy karena lebih sering menemani ana ketimbang aila.

sayang nya Franz tidak tau kalau pak nurul sudah membaca isi teks pesan yang telah dikirim tadi.

dosen itu menghela nafas, semakin minus nilai laki-laki itu dihadapan nya bertambah pula keinginan nya untuk menyadarkan Aila...

pantas semua dosen yang mengenali Aila berusaha ingin mereka berpisah atau dipisahkan intinya jangan sampai berjodoh...