Untuk Arthur aku pernah bertarung, terhadap dirinya pula aku pernah melawan.
Pada si picik, pada si buta. Aku kan menebas dengan hati menghitamku.
Bila tanganku masih menyambung pada badan,
maka, ku kan sibakan ular dari sarangnya.
Bila hatiku masih berdetak dengan hangatnya,
maka, ku kan kembali bangkit dari lelap kehampaan.
Kebenaranku lah kesalahanku, dan putihku lah pula hitamku.
Akulah ketakberpihakan suatu jiwa, akulah tegasnya sebuah pedang.
Tidaklah aku baik ataupun jahat, seperti juga tidaknya aku musuh ataupun kawan.
Untuk yang kuikuti yang kutahu, dan untuk yang kuketahui yang kulihat.
Dihadapanku, semuanya bukanlah salah atau benar.
Karena hitam dan putih hanyalah gradasi dari cahaya.
Ku kan bertarung...