Minggu.
Hari yang hampir semua pekerja longtrip nantikan. Libur satu hari dalam seminggu benar-benar sangat berarti bagi mereka, karena bisa melepas penat mencari hiburan di luar sana. Bisa dengan, bermain ke pantai, jalan-jalan ke mall atau menghabiskan waktu dengan orang tersayang.
"Sayang, kita jalan-jalan ke Tapak ya? Di sana, tempatnya bagus. Ada berbagai macam kuliner dengan pemandangan laut yang indah. Tunggu di depan Lavana, lima menit lagi aku jemput."
Pertama kali bertemu setelah lima bulan menjalani hubungan jarak jauh, menyimpan rindu yang mendalam di antara keduanya. Seperti biasa, tanpa riasan yang mencolok, hanya bedak dan lipstik aja sudah cukup untuk menambah kecantikan Kayla secara alami.
"Mau kemana, Kay?" tanya Jimmy saat bertemu Kayla yang terlihat sedang berjalan menuju pintu keluar mes.
"Anu, itu ketemu Rendi. Hehe," balasnya.
"Cie, mau ketemu bebeb. Have fun, Kay!" seru Dinda berteriak dari jauh ikut berkomentar.
"Eh, jangan lupa. Pak Adam bilang, jam enam harus sudah pulang ya, Kay?!" ujar Jimmy mengingatkan.
"Iya, Din, Jim. Aku pergi dulu, yaa!"
Gadis itu lantas segera meninggalkan mesnya. Beberapa menit menunggu, kekasihnya tak kunjung datang juga. Tak lama kemudian sebuah motor metik berhenti di hadapannya secara tiba-tiba hingga membuat Kayla terkejut.
"Butuh tumpangan, Neng?" tanya lelaki itu yang masih menggunakan helm di kepalanya.
"Lama banget sih, Yang!" gerutu Kayla kesal.
"Inikan motor pinjaman, jadi terpaksa aku menunggu sampai nggak di pakai lagi oleh pemiliknya. Ngomong-ngomong sekian lama tak bertemu, kamu semakin cantik," ucap Rendi menggoda kekasihnya.
"Nanti saja ngobrolnya, ayo pergi sekarang!" balas gadis itu.
Menikmati indahnya kota Ternate bersama pasangan memang sangat istimewa. Keduanya berbincang-bincang dengan hangat sambil menikmati es kelapa yang segar di pinggir jalan Tapak yang bersebelahan dengan laut Ternate.
"Kenapa rambutmu diwarnai coklat begitu? Lebih bagus hitam. Jadi terlihat lebih natural," ucap Rendi.
"Aku ingin mencoba gaya baru saja. Lagi pula, orang-orang bilang ini cocok dengan style-ku. Cuma kamu aja yang kasih komentar nggak bagus."
Kayla memperlihatkan gelagat kesal pada sang kekasih. Bagaimana tidak, ada saja hal-hal yang lelaki itu selalu komentari darinya. Bahkan, beberapa mungkin tidak terlalu penting. Namun tetap saja, Rendi tak pernah peka atau bahkan mencoba mengerti.
"Yang, mumpung masih jam dua siang. Aku mau mengajakmu ke suatu tempat yang lebih nyaman untuk kita melepas rindu berdua," ucap lelaki itu dengan wajah datar.
"Hmmm …. Di mana?"
Sepanjang jalan, Kayla merasakan sesuatu yang aneh. Ia yang harusnya senang, bahagia dan rindu yang memuncak, kini semua terasa dingin dan hampa sejak pertama kali bertemu kembali dengan Rendi. Yang lebih mengeherankan lagi, ia tak tahu kemana Rendi akan membawanya karena semakin lama, jalan yang ia tempuh semakin masuk ke daerah yang jalananya hanya cukup untuk satu motor.
"I-ini kemana sih, Yang?"
"Nanti juga kamu akan tahu."
Hampir menempuh setengah jam perjalanan, tibalah mereka di sebuah kos-kosan yang berada di gang sempit yang lumayan padat penduduk. Rendi menuju salah satu kamar kos tersebut dan mempersilahkan Kayla masuk.
"Ini kosan siapa?" tanya Kayla dengan pandangan yang menyebar ke setiap sudut ruangan berukuran lima kali enam meter itu.
"Aku pinjam motor ini dari salah satu waiter di club Musi. Aku cukup dekat dengannya. Dan kos ini juga miliknya. Aku pinjam satu hari untuk kita bersenang-senang dan melepas rindu berdua, lumayan kan? Gratis. Hehe."
Rendi lantas memeluk kekasihnya dari belakang dengan sangat agresif dan sesekali mengendus leher gadis itu dengan pelan. Kayla yang masih memerhatikan sekitar dengan kerutan di dahinya, merasa sangat risih atas keadaan yang ia alami ini.
"Tu-tunggu, kalau ada orang lain masuk, bagaimana? Yang, please. Jangan gila! Kita nggak mungkin melakukan itu di sini." Lagi pula, kamu kan bisa menyewa hotel?! Kenapa harus di sini sih?!"
"Tenang saja, Sayang. Aman, kok. Percayalah padaku," desis Rendi yang membuat Kayla spontan menghindari bisikan di telinganya karena terasa geli.
"Kamu kenapa, sih? Jangan sok-sok an menghindar begitu. Kamu juga pasti ingin melakukannya, kan? Bukankah nafsumu besar?" ujar Rendi yang kesal melihat gelagat Kayla.
"Maksudmu? Aku hanya tidak nyaman berada di tempat ini …."
"Oh, kamu mau di hotel? Ayo, mana uangnya? Kamu yang bayar, aku nggak punya uang."
"I-iya, di sini saja. Maafkan aku."
Melihat Rendi yang mulai bicara dengan nada tinggi membuat Kayla takut akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Ia terpaksa menganggukan kepalanya guna memberi tanda kalau ia setuju memenuhi nafsu kekasihnya di tempat yang asing ini. Terlebih lagi, ia pun tak memiliki uang yang cukup untuk menyewa sebuah kamar hotel. Karena, sawernya semalam sudah ia kirimkan penuh untuk ibunya di Bandung. Ia hanya menyisihkan setidaknya sekitar dua ratus ribu saja untuk berjaga-jaga apabila ada keperluan mendesak.
Tanpa basa basi, lelaki itu lantas membalikan tubuh Kayla dengan cengkraman kuat di bahunya seakan mengunci agar gadisnya tak bisa melawan. Tangan Rendi kini berpindah pelan ke dua gundukan milik Kayla seraya melumat habis bibir gadis yang tipis dan sangat menggairahkan itu. Kayla yang tak mau prianya kecewa membalas perlakuan Rendi walaupun dengan perasaan janggal dan batin yang menjerit.
"Minggu depan kita ke sini lagi, ya?" tanya Rendi seraya menghembuskan asap rokok yang ia hisap dan duduk di pintu kos.
"I-iya," jawab Kayla samar.
Gadis itu hanya bisa terdiam, masih duduk di atas kasur tempat ia dan pacaranya melakukan hubungan yang biasa suami istri lakukan tadi.
'Mengapa seperti ini? Ada apa denganku? Mengapa aku tidak bahagia?' ucapnya bertanya-tanya dalam hati.
Saking tulusnya mencintai Rendi, gadis itu rela memberikan apa pun demi menjaga hubungannya bahkan tubuhnya sekalipun. Tak terkecuali para mantan kekasihnya. Namun naas, semuanya berakhir buruk. Janji manis yang diberikan Rendi membuatnya yakin kalau dialah orangnya. Orang yang Tuhan pilih sebagai pria di masa depannya nanti. Oleh karena itu, ia tak segan-segan memberikan semua yang kekasihnya mau karena, pertengahan tahun ini Rendi berencana untuk melamar Kayla dan meminangnya dalam waktu dekat.
"Sayang, aku lumayan lapar. Bagaimana kalau kita makan siang? Cari warung nasi yang murah meriah saja."
"Boleh, aku juga lapar. Sekalian aku antar kamu pulang ke mes, ya," balas Rendi.
Keduanya keluar dari kos-kosan tersebut, tekanan demi tekanan Kayla rasakan karena banyak penghuni kos yang melihat keduanya dengan pandangan sinis. Kayla hanya bisa menunduk menahan malu dan merasa jijik lada dirinya sendiri. Lain halnya dengan Rendi, ia berjalan dengan wajah datar tanpa beban melewati orang-orang itu.
"Bagaimana pekerjaanmu? Lancar?" tanya Kayla guna mengetes respon sang kekasih atas kepekaannya. Lumayan, di Musi tamunya high class semua. Mungkin karena club bawaan hotel jadinya seperti itu. Kalau Lavana kan rata-rata tamunya anak-anak muda yang hanya minum bir, iya kan?"
"Ah, iya. Tapi, meskipun begitu sawerannya kencang kok. Buktinya, semalam aku dapat lumayan."
"Syukurlah kalau begitu. Aku hanya tak suka tempat kerjamu itu terlalu kumuh," jawab Rendi.
Kumuh? Mengapa Rendi berkata seperti itu? Padahal, Kayla bekerja di situ demi bisa satu kota dengannya. Namun, Kayla tak cukup memiliki nyali untuk bertanya langsung tentang hal itu pada Rendi. Saat berdebat, Kayla selalu kalah telak dari kekasihnya. Bahkan, tak jarang ia menerima jamahan dari Rendi seusai keduanya bertengkar demi hubungan yang kembali membaik.
"Tapi kamu sehat, kan? Kamu terlihat lebih berisi sekarang."
"Ya begitulah. Ngomong-ngomong, day off selanjutnya, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku!
Kayla mengangkat wajah dan memandang Rendi dengan tebakan yang membuatnya cukup resah.
"Aku ingin kamu lebih banyak belajar tentang hubungan intim agar bisa memuaskanku lebih dari biasanya," desis pria yang sangat Kayla cintai.
Entah kenapa Kayla merasa bergidik. Sampai kapan dirinya masuk ke dalam kungkungan Rendi?