Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Menikahi Pria Cerdik

Tati_Vanessa
--
chs / week
--
NOT RATINGS
10.8k
Views
Synopsis
Riri terpaksa menikahi pria yang sangat dibencinya karena kesalahan yang dilakukan kakaknya. Setiap malam dia rela menyediakan minuman hangat untuk sang suami demi menggagalkan kewajibannya sebagai seorang istri. Dia berharap kalau suaminya itu akan tidur nyenyak setelah meminumnya karena diam-diam dia memasukan obat tidur ke dalam minuman tersebut. Namun, siapa sangka jika suaminya itu sangat pintar dan cerdik. Ternyata, usahanya itu gagal total. Sebulan kemudian, tiba-tiba tubuhnya terasa lemas, pusing, dan mual. Kira-kira apa yang sedang terjadi dengan Riri selama satu bulan itu? Apakah Mahkota Riri benar-benar telah lenyap direnggut sang suami? Lalu, kira-kira gejala yang dirasakannya itu, apakah karena dia positif mengandung?
VIEW MORE

Chapter 1 - Gelisah

"Selamat Vel," ucap Andra mencoba tersenyum sambil menjabat tangan Marvel karena malam ini dia sudah kalah.

"Hemmm, ingat jangan lupa besok pukul tujuh malam, aku tunggu kedatangan adikmu di apartement pribadiku," balas Marvel dengan gaya angkuhnya.

"Iya, kamu tenang saja. Adikku pasti akan datang besok sesuai perjanjian yang tertera," ucap Andra mencoba tersenyum.

"Good, kalau begitu pulanglah!" perintah Marvel.

"Oke," balas Andra lalu pergi.

"Dasar Pria bodoh, mudah sekali tertipu. Ia pikir mudah mendapatkan uang tunai satu milliyard itu," ucap Marvel tersenyum sombong.

"Rasanya, aku sudah tidak sabar bergelut dengan wanita aneh itu. Baru kali ini ada wanita yang tak mau dekat-dekat denganku. Ketika ia mencoba untuk tak dekat-dekat denganku, kebodohan kakaknya lah yang mengantarkan dirinya untukku," imbuh Marvel dengan senyum liciknya.

***

Di perjalanan pulang, Andra terus mengumpati kebodohannya yang sudah tergoda dengan hadiah satu milliyard itu. Dia benar-benar frustrasi merenunginya. Menyesal pun tidak ada gunanya lagi. Ibarat nasi sudah menjadi bubur.

"Bodoh sekali aku, dengan mudahnya menandatangani kertas perjanjian itu tanpa membacanya secara detail. Aku tidak bisa membayangkan kalau besok Riri harus melayani Pria gila itu. Huhhh, bodoh-bodoh!" umpat Andra sambil memukul setang motornya kesal.

"Jika aku tak memberikan Riri padanya, tempat tinggal beserta bengkel milik ayah pasti akan direbut paksa sesuai isi perjanjian itu. Ri, maafkan Abang ya? Abang bukan sosok Abang yang baik. Abang yang baik akan berusaha melindungi adiknya bukan menjerumuskan adiknya ke lubang buaya seperti ini," gumam Andra menyesal. Tanpa disadari, setitik air runtuh dari pelupuk matanya.

***

Lima belas menit perjalanan sudah ditempuh Andra. Kini dia sudah sampai di rumah. Tanpa mengetuknya dulu, dia segera membuka pintu rumah dengan kunci cadangan. Dia paham betul kalau pukul segini keluarganya pasti tengah terlelap.

Dengan perasaan kacau, pelan-pelan dia memasukkan motor ke dalam rumah. kemudian, kembali menutup pintu dan menguncinya.

Dia segera melangkah menuju kamar adiknya. Pelan-pelan membuka pintunya. Terlihat jelas kalau adiknya itu tengah tidur pulas sambil memeluk boneka kesayangannya.

"Maafkan kakakmu ini, Ri?" ucap Andra lirih. Perasaan sedih dan menyesal semakin membuat dadanya sesak.

Setelah puas memandangi adiknya, dia segera menutup pintunya kembali. Lalu, bergegas ke kamarnya untuk tidur. Di dalam kamarnya,tubuhnya terus dibolak-balikan karena begitu gelisah. Sepertinya, dia tidak bisa tidur dalam kondisi serumit ini.

"Arrgggghhh!" ucap Andra kesal sambil menjambak rambutnya frutrasi.

"Sial! sial! sial!" imbuh Andra kesal beralih memukul-mukul kasurnya. Untungnya, alas tidurnya itu terbuat dari busa. Jadi, ketika dipukul tidak menimbulkan suara berisik yang bisa mengganggu orang rumah.

"Settt, bagaimana ini ... kalau Ibu sama Ayah sampai tahu? Bisa dipenggal kepalaku ini! Pasti mereka bakalan mengusirku dari rumah. Kalau aku sampai diusir? lalu, siapa yang akan membantu Ayah membayar hutang-hutangnya? Dasar, Andra bodoh!" umpat Andra lirih.

Dia benar-benar defresi. Otaknya benar-benar buntu. Dia sama sekali tak bisa mencari cara untuk menyelesaikan masalahnya. Lagi pula, tak ada ganti rugi berupa uang di surat perjanjian yang sudah ditanda-tanganinya itu.

"Semoga saja Riri mau menurutinya. Lalu, tutup mulut agar Ibu sama Ayah tidak tahu," gumam Andra penuh harap.

"Tapi, kalau aku bilang terang-terangan pasti Riri langsung menolak," imbuh Andra bingung.

"Aku besok tak boleh jujur dengan Riri. Dengan begitu, besok dia pasti mau ikut denganku. Aku akan jelaskan kalau aku dengan dia sudah berada di sana." Andra terus berbicara sendiri. Merancang sebuah rencana yang paling tepat.

***

Keesokkan harinya, keluarga kecil Pak Arman tengah asik menyantap sarapan. Hanya Andra saja yang terlihat tidak berselera makan. Dia hanya melamun sambil mengaduk-aduk nasi gorengnya di piringnya.

Tentu saja hal itu, membuat orang yang berada di meja makan bingung dengan sikap Andra.

"Ndra, kamu kenapa, Nak? Kok, makananmu hanya kamu aduk-aduk saja dari tadi?" tanya Bu Fitri heran.

"Aku lagi enggak mut makan Bu," jawab Andra dengan raut wajah muram.

"Hemmm, apa karena tidak ada telur mata sapinya hari ini? Jadi, kamu nggak berselera makan?" tanya Bu Fitri penasaran.

Biasanya, kalau membuat menu nasi goreng Bu Fitri tidak pernah melupakan hal itu. Sejak kecil Andra paling doyan nasi goreng plus telur ceplok.

"Tidak juga," jawab Andra datar.

Bu Fitri langsung mengkerutkan keningnya karena bingung sekali dengan sikap anaknya. Tidak biasanya Andra seperti ini. Biasanya, anak laki-lakinya itu paling lincah memasukkan sesuap demi sesuap nasi ke mulutnya di kala pagi hari.

Riri langsung menerka-nerka apa yang sebenarnya telah terjadi dengan kakaknya itu.

"Aku tahu kenapa Kak Andra enggak mut. Pasti semalam pacarnya ngambek lagi," sahut Riri lalu memasukan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Apa itu benar, Ndra?" Bu Fitri menatap Andra. Andra masih terdiam.

"Kamu tahu dari sapa, Ri?" tanya Ibu penasaran.

"Dari siapa lagi kalau bukan Kak Nadine. Kak Andra kan semalam enggak jadi jalan sama Kak Nadine," jawab Riri tersenyum.

"Oh, begitu." Bu Fitri tersenyum kikuk.

Sementara Pak Arman tak peduli sama sekali dengan pembahasan anak-anak dan istrinya itu. Dia terus fokus mengisi perutnya yang kosong.

"Tahu nggak Bu? Semalam itu, Kak Nadine nge-chat aku. Katanya Kak Andra ngebatalin hang out bareng dia. Kak Andra malah memilih jalan-jalan sama teman gang motornya. Kalau aku jadi Kak Nadine, mending cari yang lain saja," ucap Riri gemas.

Wajah Bu Fitri langsung cemberut. Dia tak suka dengan pergaulan Andra tersebut.

Sementara, Andra langsung was-was. Dia takut sekali kalau pacarnya menceritakan alasan sebenarnya pada Riri soal dia membatalkan kencannya semalam.

"Ya Allah, kira-kira Nadine bilang tidak ya soal balapan semalam sama Riri. Gawat ini, kalau Riri sampai keceplosan ngomong di depan Ibu sama Bapak bisa mati aku," batin Andra khawatir.

"Terus dia bilang apalagi?" tanya Andra gugup dan penasaran.

"Em, mau tahu aja? Apa mau tahu banget nih? Kalau mau tahu aja, cukup teraktir pulsa dua puluh lima ribu. Kalau mau tahu banget traktir pulsa lima puluh ribu," tantang Riri sambil mengedipkan matanya.

"Huh, dasar adik tak punya akhlak, kerjaannya morotin kakaknya mulu. Padahal seminggu yang lalu sudah dijatah uang buat beli kuota. Masa kuotamu sudah habis Ri? Makanya berhenti tuh jadi youtuber. Apalagi tuh main tik-tok ... ada faedahnya tidak," jawab Andra kesal. Akhirnya, dia memasukkan juga sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya karena gereget dengan sikap adiknya.

"Ya sudah. Kalau tak mau tak apa, tapi inget saja konsekuensinya," ancam Riri sambil mengangkat kedua alisnya.

Andra langsung meletakkan sendoknya di piring. Perasaan cemas dan takut kembali mengusik pikirannya.

"Kalian berdua ini ngomongin apa sih? Ibu sama Bapak tidak mengerti? Mana kamu pakai acara mengancam segala, Ri? Jangan bilang kalau Andra ikutan balapan liar lagi?" tanya Bu Fitri penasaran.

Degggg!

Andra semakin kebakaran jenggot mendengar pertanyaan ibunya.

"Itu loh Bu, Kak Nadine semalam ngadu sama aku kalau Kak Andra itu ...." ucap Riri melirik ke arah Andra sebagai kode ancaman.

"Nih!" Andra segera memberi Riri uang lima puluh ribu sebagai tutup mulut adiknya.

"Nah gitu dong, ini baru Kakak yang bisa membahagiakan adiknya," ucap Riri tersenyum puas.

"Dari cara kalian berdua bernegosiasi? Rasanya Ibu yakin kalau kamu ikutan balapan liar lagi?" Bu Fitri menatap tajam anak lelakinya itu.

"Tidak Bu. Kak Andra itu ikutan gang motornya merayakan parti di salah satu cafe kata Kak Nadine semalam," jawab Riri tak jujur alias bohong. Nadine semalam berkata kalau Andra ikutan lomba balap liar, merebutkan uang senilai satu milliyard.

"Oh, Ibu pikir kakakmu ikutan balap liar lagi. Kalau benar dia masih sering ikutan, siap-siap saja dia angkat kaki dari rumah ini. Benarkan Yah?" balas Bu Fitri.

"Hemmm." Ayah hanya berdeham sebagai wujud kalau kata-kata Ibu betul adanya.

"Enggak Bu. Aku benar-benar sudah taubat kok," sahut Andra berbohong.

"Baguslah," ucap Bu Fitri tersenyum.

Kini mereka kembali terdiam melanjutkan acara sarapannya. Dengan terburu-buru Andra segera menghabiskan makanan di piringnya. Terlalu lama di rumah membuat rasa bersalahnya semakin menjadi-jadi.

"Buruan Ri makannya, Kakak hari ini ada janji sama orang yang mau modifikasi motornya. Enggak enak kalau sampai dia nunggu lama di bengkel," perintah Andra setelah menghabiskan makanannya.

"Oke." Riri meletakkan sendok di piringnya.

"Yuk, berangkat sekarang!" balas Riri yang baru selesai makan. Dia segera bangkit dari kursi.

"Ingat hati-hati di jalan enggak usah ugal-ugalan(ngebut-ngebutan) bawa motornya?" peringati Bu Fitri.

"Iya Bu," balas Andra.

"Assalamualaikum," ucap Riri.

"Wa,alaikummussalam," balas Ibu sama Ayah.

Mereka berdua segera berlalu dari meja makan.

Setibanya di dekat motor kakaknya,

Riri segera nangkring di bagian jok belakang. Dia memasang helmnya untuk menghindari ditilang polisi. Begitu pula dengan Andra.

Setelah semuanya siap, Andra segera melajukan motornya ke tempat Riri bekerja dulu.

***

Di perjalanan Andra mencoba untuk mengajak ngobrol adiknya. Dia ingin memulai rencana yang semalam.

"Dek!" Andra membuka suara.

"Hemmm," jawab Riri sambil fokus mengutak-atik hpnya.

"Nanti malam kamu temani Kakak ya?" ucap Andra.

"Ke mana, Kak?" tanya Riri penasaran. Tidak biasanya kakaknya ini mengajak dirinya keluar.

"Ke apartemen teman kakak. Dia mau merayakan acara kemenangannya semalam," jawab Andra.

"What, berarti Kakak kalah dong?" tanya Riri kaget.

"Iya Ri," jawab Andra lirih.

"Aneh, biasanya Kakak selalu menang?" tanya Riri.

"Mungkin, ini teguran buat Kakak karena tak mau mendengarkan nasihat Ibu sama Ayah!" jawab Andra kecewa.

"Dengaren bijak gini jawabnya, biasanya juga kagak?" ceplos Riri enteng.

Andra diam saja tak menanggapi sindiran adiknya. Dia sedang tidak mut berdebat. Begitu sampai di tempat kerja Riri, Andra segera menepikan motornya di tepi jalan.

"Sudah sana buruan turun! Kakak harus segera ke bengkel!" perintah Andra sedikit ketus.

"Iya-iya sabar ngapa," balas Riri sambil memasukkan hp ke dalam tas cangklengnya lalu segera turun.

"Assalamualaikum," imbuh Riri sambil menyalami kakaknya.

"Wa,alaikummussalam," balas Andra lalu segera menyalakan mesin motornya lagi. Kemudian, melajukan motornya meninggalkan Riri.

"Aneh, biasanya kalau kusindir begitu langsung ngomel-ngomel. Pasti dia merasa sangat menyesal sudah membohongi Ayah sama Ibu," gumam Riri bingung.

Riri segera melangkah menuju toko tempatnya bekerja. Terlihat rekan kerjanya itu sedang sibuk di dalam. Baru saja akan masuk ke dalam toko, tiba-tiba dia dikagetkan dengan suara motor berhenti tepat di belakangnya.