Perlahan senyum dibibir Linggar hilang saat di hadapannya Yuandra sangat terlihat memaksa Jiraina ikut dengannya tak hanya itu bahkan ketika keduanya berjalan bersamaan juga Yuandra seperti mau melakukan sesuatu dan dengan cepat Linggar menahan lengannya, agak tersinggung pasalnya seharusnya itu jadi momen berdua saja. Tapi sudahlah lagian juga gak ada larangannya buat siapapun mendekati Jiraina saat ini selama gadis itu masih belum memiliki kekasih, namun bukan itu tujuan Yuandra datang menemui si perempuan ia hanya akan memberikan surat izin acara saja selebihnya tak akan bertemu lagi. Singkatnya Linggar gak mau ada yang ganggu dia apalagi ini taman cocok buat pacaran ya walaupun mereka gak pacaran tapikan apa salahnya berjuang, selagi janur kuning belum melengkung sah-sah saja dong buat dirinya ... perempuan yang lagi ada di tengah-tengah mereka tak sadar jika sedang menjadi bahan rebutan Jiraina malah asik membaca skrip. Vibe banget mereka seperti ada di film romansa, Yuandra langsung menepis tangan Linggar dan berjalan ke arah lain tanpa mengatakan apa-apa lagi. "Mana Yuan? Gue belum bilang kalo ada yang kurang, huft. Yaudah entar aja deh. Ouh ya, tadi elo mau ajak gue ke mana?" Linggar diam sembari memandangi wajah cantik Jiraina, "heh! Kok ngelamun? Gue tanya tadi!" Linggar langsung meraih tangannya dan menarik perempuan itu ke arah parkiran.
"Kenapa malah bicarain Yuandra si," keluh Linggar yang merasa bosan mendengar nama Yuandra terus saja disebutkan sama Jiraina padahal tak ada yang membicarakan lelaki itu secara jelas. Dan keduanya berakhir saling diam, sejujurnya suasana seperti sangat disukai Theo dan Linggar sebal dengan keadaan seperti, bagi Linggar hal seperti sangat membosankan.
"Yuan tuh tampan ya, tapi sayang banget gak punya pacar."
"Terus kenapa kalau gak punya pacar? Lo mau daftar?" ketus Linggar yang tak mau terlibat dalam obrolan mereka, tetapi Jiraina terus saja mengatakan hal yang tak diharapkan sama sekali oleh Linggar hingga sampai di depan rumahnya sendiripun tetap saja membicarakan hal yang baginya mustahil. Jiraina tak mengharapkan jawaban skeptis itu datang dari orang seperti Linggar, perempuan tersenyum menggoda lalu mencolek dagu sang lelaki dan membuat rona merah dipipi Linggar terasa panas ... padahal tak ada maksud membuat Linggar seperti itu padanya.
"Kalo mau daftar gimana?" goda perempuan itu pada pemuda yang berdiri teras rumahnya. "Bukannya gak masalah, gue jomblo dan dia juga jomblo," santai Jiraina yang masih gak menyadari perubahan sikap Linggar sejak beberapa menit lalu. Linggar mendengkus kesal lalu membuang mukanya ke arah lain bahkan pemuda tersebut sangat menunjukkan sikap tidak sukanya tetapi Jiraina masih tak mau menyadarinya, "kenapa si emang lo segitunya banget sama Yuan. Ada masalah ya kalo gue dekat sama dia?"
"Bukan begitu tapi lo gak tau siapa dia, gue gak mau lo salah pilih teman."
"Gak mau salah pilih teman apa emang lonya aja yang suka berprasangka jelek sama orang? Udah deh. Dia baik kok."
"Terserah," ujar pemuda yang gak mau mendengar apa pun lagi dari perempuan di depannya. Saat hendak pulang Domain datang dengan raut wajah tak sukanya lalu menghela panjang ketika mendapati adiknya mengobrol sama teman kampusnya itu, Theo pun dibuat kesal pada perempuan di depannya. Akan tetapi tak ada yang bisa dikatakan sama pikiran semu seperti dirinya, tapi sudahlah itu tidak penting lagipula untuk apa juga memikirkan kedatangan orang seperti Linggar ... pada saat Linggar pulang: Domain langsung mengajak adik perempuannya berbicara serius mengenai kematian Brisia. Jiraina hanya terpaku dengan pernyataan kakaknya, mereka yang berwenang hanya mampu mengungkap kasus itu sampai kala itu saja ketika pihak keluarga korban tidak mau diusut lagi, polisi tak mau ada konflik internal sama keluarga Brisia. Tak ada yang tau memang kalau sudah ajal siapa saja bisa mati tetap rasanya masih gak percaya kalau Brisia mati dalam keadaan seperti ini, dan orang yang menjadi alasan akan hal itu juga berasa gak punya beban. Domain mengembuskan pelan lalu dan menatap adiknya yang tampak santai memandang dirinya dan kemudian berjalan ke arah tangga seraya bersenandung kecil, pria yang saat ini duduk bersandar seraya menaruh tangannya tepat di atas kepalanya itu berpikir sejenak ketika ingat kejadian baku tembak tersebut.
Domain menoleh ke arah laci nakas yang terletak di sebelah sofa kamarnya, ponselnya tak mau diam terus mendesaknya agar segera melihat notifikasi tersebut. "Huft!" helaan nafas pemuda itu kian berat lalu ia meraih ponselnya dan menatap foto yang ada menjadi latar belakang wallpaper itu. Domain berjalan pelan lalu masuk ke dalam kamar mandi dan lekas mengganti pakaiannya sesudahnya ia bersih-bersih kamar pemuda yang kini mengenakan pakaian rumah itu berjalan ke arah kamar adik perempuannya, Domain bahkan tak sempat memeriksa kegiatan adiknya hari ini.
"Ada apa? Kok ke kamar?" tanya Jiraina yang tak lupa dengan laptopnya.
"Lagi ngapain?"
"Drakoran," sahut perempuan itu cepat hanya butuh beberapa saat ketika Domain masuk ke dalam kamar adiknya tak terlihat rapi. Sangat berantakan. Domain melirik adiknya yang masih ada di atas kasur, pria itu dengan cekatan membereskan kamar adiknya dan segera keluar dari ruangan itu walau demikian Jiraina akan tetap mengacaukan kamarnya lagi tapi itu bukan masalah bagi sulung dua bersaudara itu.
Domain seperti ingin mengatakan sesuatu pada Jiraina tetapi pemuda urungkan, "jangan kemaleman tidurnya," tukas pemuda yang langsung pergi begitu saja. Jujur ia sangat mencemaskan adiknya yang selalu dikeliling teman laki-laki karena bagaimanapun juga Domain tak tau seperti apa adiknya diperlakukan jika tak di awasi olehnya.
Theo melemparkan foto Yuandra dengan belati yang sudah di asahnya tak ada yang tau memang akan kehadirannya, penampilan berbeda tampak sangat kentara bagi keduanya gaya santai hanya untuk orang seperti Linggar ... Theo menggunakan topi dan langsung jalan mengawasi rumah Yuandra, ia tau jika orang yang sedang ia pantau itu memiliki maksud lain pada Jiraina. Tak heran banyak yang menjadikan Theo musuh saat melarang Linggar keluar dari dalam sana, Theo benar-benar tau bagaimana caranya menjadi seorang penguntit, Yuandra menoleh saat merasa ada yang mengikutinya ketika dirasa tak ada apa pun lelaki itu pun kembali berjalan. Jaraknya cukup jauh saat diikuti tak ada salahnya mengawasi orang seperti Yuandra begitu pikir Theo. "Lia?" Theo cukup terkejut saat melihat Lia ada di depannya tetapi pada belokan pertigaan Yuandra sudah menghilang, ia kehilangan jejaknya. "Hey— shit!" cukup terkejut saat Yuandra ada dibelakangnya dan memelintir tangannya dengan cepat. Rupanya Yuandra menyadarinya sejak tadi dan itu salah satu taktiknya.