Jiraina tak pernah mengharapkan ini dari teman-temannya perempuan itu meminta di jemput bukan malah jadi piknik keluarga seperti ini datang ke Kemang untuk apa sementara pekerjaannya banyak belum lagi perempuan tersebut harus kirim paket ke customernya, ide dari Bagas buruk banget mengajak orang lain ikut serta dalam perencanaan Porseni seperti ini, Jiraina melirik Bagas tak enak dipandang dan terkesan menusuk. Bagas terlihat sangat acuh akan tatapan tajam itu saat gadis itu merasa pusing akan kelakuan temannya tersebut di sisi lain ada Linggar yang juga memerhatikannya, sedari tadi pemuda tersebut tidak berkedip, teguran dari Bagas saja gak ia dengar. Sampai akhirnya semua menganga melihat sosok yang dipandangi oleh pemuda itu menjauh dari yang lain, perempuan tersebut menerima telepon dari Yuandra. "Halo, apaan cepetan kalo mau ngomong." Jiraina menghela panjang saat Yuandra selesai dengan keputusannya, Linggar terlihat tak begitu senang mendengar nama itu lalu melengos pergi meninggalkan mereka semua, berjalan ke arah kamar mandi.
"Gue gak bilang gitu," sahut laki-laki yang berdiri di seberang sana. Yuandra bisa saja mengatakan hal paling julid pada perempuan yang tengah bertelepon dengannya tak bisa berbuat apa-apa juga kalau Jiraina sudah bawel, padahalnya mereka baru saling mengenal kemarin sore tetapi keduanya seperti orang yang sudah kenal lama, terlalu dekat menurut Linggar api cemburu yang ada di dalam dada pemuda itu terus saja membuat manik hitamnya tak bisa mengkondisikannya lagi, Vibes mereka berdua seperti orang merajut cinta.
"Huhh, yaudah terserah." Jiraina mematikan panggilan telepon tersebut lalu menghela pendek ketika kembali semua sudah selesai dan dengan kata lain gadis tersebut bisa melanjutkan aktivitasnya sebagai seorang pedagang, perempuan yang kini berjalan ke arah luar cafetaria belakang gedung fakultas: perempuan tersebut langsung bergegas pergi meninggalkan mereka yang menganga lebar menatap kepergian sang perempuan. "Apaan gue udah di jalan elah! Sabar apa!!" Maki perempuan tersebut yang berjalan dengan cepat lalu kemudian mengernyitkan keningnya heran ketika memandang lurus ke depan ada seseorang menunggunya. Domain menuliskan sesuatu pada buku notepadnya lalu tersenyum manis saat mengingat adiknya, tak lama Komandan memanggilnya dengan lantang lalu melanjutkan aktivitasnya sebagai Intel dan mengemudi mobilnya perlahan.
"Ada apa, pak Komandan memanggil saya?"
"Tolong selidiki kasus penembakan yang dilakukan di Kepala Gading, awasi keadaan sekitarnya dan tetap berjaga-jaga laporkan terus pada saya."
"Siap pak!" Domain langsung berbalik arah dan berjalan keluar dari ruangan atasannya itu tampak berpikir sebentar lalu meraih ponsel dan memainkannya sebentar tak lama kemudian ia berjalan menuju parkiran mobil, si sulung itu tampak menghubungi nomor adiknya tetapi tidak terangkat dari tempat adiknya. Domain mengirimkan pesan kepada Bianca juga tak lama sama saat melewati jalan tikus, pria itu mencium bau busuk yang sangat menyengat dan tak enak ketika mendekat ke arah gang kecil itu, perasaannya mulai tak nyaman bahkan hanya untuk sekadar menyapa saja lelaki itu lagi tak benar-benar tenang. Jiraina tersentak ketika melihat kehadiran Yuandra dengan senyum tak biasanya, mereka belum saling mengenal dengan dekat akan tetapi pria itu sudah menunjukan maksudnya, perempuan itu memundurkan langkahnya sedikit kemudian disambut tawa hampa dari laki-laki di hadapannya.
"Heh! Gak usah takut." Jiraina agak terkekeh garing lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Dih! Gue gak syalan," hardik perempuan itu yang kembali berjalan dan menuruni tangga kelas. "Cuma terkejut je," Yuandra tergelak kecil lama-lama ia tak bisa menahan rasa yang hampir meledak di dalam dadanya; lelaki itu memandang seraya menopang satu tangannya sesampai keduanya di area kantin, Jiraina terus-menerus melirik jam yang berdentum tanpa henti. Perempuan itu mengerlingkan manik matanya mencari seseorang suatu ketika indra penglihatannya menangkap sosok yang dirinya cari lalu mengacungkan tangannya memanggil, "oi! Kemari!" Pekiknya kencang, pemuda yang ada di samping itu mendadak jadi kesal setelah itu melengos pergi. Yuandra menubruk pundak Linggar yang juga menatapnya tak paham, Bian mengikuti arah pandang temannya yang juga menatap pemuda Tamrin itu di belakang mereka, Bian menghela pendek tak lama menghampiri perempuan yang tersenyum simpul melihat kedatangannya. Linggar masih bersitatap pada pemuda yang tak jauh duduknya dari lokasi mereka saat ini, Jiraina tengah dilanda kepeningan tugas yang menumpuk, perlahan senyuman itu muncul di wajah Linggar lalu tak lama sebuah siulan menyambutnya dengan riang yang sehabis itu dibalas dengan satu gerakan tangan memukul pemuda itu memang tak melakukan apapun akan tetapi perempuan yang ada di sebelahnya yang melakukan hal tersebut karena terlalu jengkel terhadap sikap teman-temannya yang selalu membuatnya ingin memukul. Dirinya tak peduli jika orang-orang memandangi sebagai perempuan yang ringan tangan itu menandakan bahwa perempuan itu masih memiliki harga diri yang tinggi bahkan ia disanjung oleh ibu penjaga kantin karena bisa menjaga martabatnya. Jiraina menghela panjang lalu menyantap siomay yang sudah dibelinya para perempuan di sana duduk diam memandang sengit perempuan itu akan tetapi dengan cueknya Jiraina tak memedulikannya, sebenarnya butuh beberapa detik buat perempuan itu mencerna isyarat yang diberikan oleh Linggar kala itu akan tetapi Jiraina tetap mengusahakan usaha terbaik buat kampus, persetan dengan cibiran orang: gadis itu langsung masuk ke koridor seusainya jajan di kantin, Bianca merangkulnya karena siang ini ia ada kelas sore dan perempuan yang ada dirangkulannya itu hendak segera pulang.
"Muka kenapa tuh? Kok ditekuk?"
"Ah, lo kaya gak tau warga +62 aja gimana. Kesel banget hobi kok gibah kaya gak ada kesibukan aja, dasar warga kupu-kupu pantes nyari bahan yang bisa digibahin." Bianca tergelak namun langsung merubah raut wajahnya jadi agak badmood karena ucapan temannya itu, secara gak langsung Jiraina juga menyindirnya sebagai mahasiswa kupu-kupu dong kan dirinya juga gak ada kegiatan apa pun, "aneh banget gak sih. Lo dicibiran tanpa tau kesalahan lo? Sebel gila gue." Gerutu Jiraina yang menghentikan langkahnya dan menatap ekspresi temannya tersebut. "Kacrut! Malah baper!! Gue gak singgung elo Maimun!!"
"Ouch! You're the best bff!" Seru perempuan yang sontak saja membuat Jiraina mengerling sebal kemudian masuk ke dalam mobilnya dan lekas pergi dari area kampus, "kita nongkrong kuy? Kan udah lama gak nongkrong. Tongkrong kosong semenjak Brisia gak ada," helaan berat keduanya denguskan begitu saja suasana menjadi lebih melow dari sebelumnya dan Jiraina cuma diam tanpa mau berkomentar mengenai hal itu. "Kok sadgurl gini sih! Udah dong!" Ujar Bianca demikian namun Jiraina tetap memikirkan semua yang telah terjadi mungkin saja dirinya bisa sedikit memercayai sang kakak. Perempuan masih belum rela melepaskan kepergian dari teman baiknya yang secara mendadak dan berbanding terbalik sama Linggar yang mendoktrin Theo agar tidak menunjukkan dirinya di depan teman-temannya, namun Theo tetap tak mau mendengarkan lelaki itu merasa dirinya memiliki kendali atas tubuh Linggar.
Theo terus saja mendorongnya agar dapat menguasia tubuh itu lagi dengan cepat Linggar meminum obatnya dan langsung memberikan efek besar pada tubuhnya, atensi itu rupanya disadari oleh Bian sahabat baiknya yang tentu saja menegur pemuda tersebut. "Lo okay?" Linggar mengangguk agak keras meski Theo terus saja berulah di dalam sana, tetapi percayalah ini demi kebaikannya juga dan ia tak mau sisi gelapnya diketahui orang, "lo yakin gak apa-apa? Pucet gitu muka lo," sahut Bian tak yakin dengan jawaban yang diterimanya pada pemuda di hadapannya tersebut. Paham akan ke khawatiran temannya itu Linggar hanya mengulas senyum tipis seraya menggeleng pelan belum lagi Junior yang resenya minta ampun karena sudah tau tentang Theo, pemuda tersebut meminta kakak laki-lakinya untuk cepat pulang dan segera menanyakannya pada tante mereka, tante Dara: adiknya itu lebih berisik dari biasanya yang akan selalu bersikap cuek pada pemuda tersebut.