Chereads / Dorgante / Chapter 8 - 8

Chapter 8 - 8

²Berikan alter ego Anda kepribadian dan suara. Sifat alter ego yang paling penting adalah kepribadiannya – cara dia berbicara dan bertindak. Apakah alter ego ini hanya pengganti di Anda sendiri, dengan kata lain, apakah semuanya akan seperti Anda kecuali namanya? Atau apakah akan menjadi karakter unik dengan kepribadian yang berbeda dengan kepribadian Anda? Buat pilihan Anda berdasarkan tujuan Anda membuat alter ego. Bila Anda sedang menulis pekerjaan semi-autobigrafi, karakter yang Anda masukkan mungkin sebaiknya berbicara dan bertindak seperti Anda. Namun, bila Anda menciptakan alter ego superhero untuk Anda sendiri, Anda mungkin ingin karakter Anda tampil penuh aksi dan mengesankan dengan berlebihan – lebih dari seseorang yang normal.

Seringkali alter ego dilengkapi dengan sifat yang tidak dimiliki penciptanya. Dengan menjadi alter egonya, penciptanya bisa berusaha untuk mengatasi kesulitan yang disebabkan oleh kekurangan pada kepribadiannya. Misalnya, Anda biasanya kaku dan pemalu, Anda Anda bisa menjadi alter ego yang sombong, percaya diri ketika Anda berada di pesta penuh dengan orang-orang yang tidak Anda kenal. Jiraina mengelus kepala Theo yang gak tau sejak kapan merebut tubuh utama milik Linggar, perempuan itu hanya tau itu adalah Linggar bukan orang lain akan tetapi secara jelas-jelas keduanya tampak berbeda, Theo datang saat diruang kesehatan kemarin lalu. Perempuan cantik itu mengusap kepala lelaki di pangkuannya. Entahlah Linggar seberusaha mungkin agar Theo tidak hadir di kehidupan sehari-harinya, tetapi usahanya sia-sia saja walau bagaimanapun juga dirinya yang lain itu hanya satu orang yang sama dengan dua nama berbeda. "Sejak kapan lo di sana?" tegur Theo yang membuka matanya. Jiraina benar-benar tidak mengerti mengapa dirinya harus repot-repot melakukan hal ini, disebabkan adanya tekanan dalam dirinya pemuda bisa hadir kapanpun ia mau atau mungkinkah Theo juga merasakan hal yang sama dengan Linggar, karena bisa saja kedua menyukai satu orang yang sama.

"Eh! Ini rumah gue! Terserah gue dong!?" ketus perempuan itu yang terlihat begitu kesal dengan pemuda yang dengan sengaja menggodanya jauh dari pantau mereka Bianca dan lakinya memerhatikan tingkah keduanya yang seperti orang pendekatan bahkan jika dilihat-lihat lagi, perempuan itu sangat menyenangkan dimata Theo dan seharusnya perasaan bahagia ini dirasakan oleh Linggar, ponselnya berdering tertera nama Junior di sana. Bahkan pemuda ini tak mau mengangkat panggilan tersebut sontak saja membuat khawatir adiknya sendiri, Junior benar-benar tidak akan menyangka jika ia kembali, meski pun Theo menghilang bisa dipastikan dirinya akan kembali jika Linggar memiliki pasangan baru.

Tatapan Jiraina dalam seakan letih mencari keberadaan temannya, "lo habis ngapain?" Perempuan itu berdeham lalu menggaggu seketika dapat pertanyaan tembak seperti itu. Perempuan terlalu gagap saat menjawabnya karena wajah mereka sangat dekat membuat Jiraina memiliki debaran kencangan, perempuan itu hampir mau melepaskan jantungnya pada saat jarak diantara mereka sedang melonggar. "Jawab," suara dingin Theo sungguh memiliki sejuta efek pada jantungnya. Setiap kata mampu membuat dirinya berdebar; tak hanya itu lelaki itu juga sangat menjaga dirinya.

"Gue ... gue habis nyari Brisia," lirih Jiraina yang menatap langit rumahnya. Tak nyaman jika mengatakannya secara langsung ia juga tidak mau menyerah dengan usahanya, bahkan perempuan itu meminta bantuan pada Aruna.

"Kenapa lo harus repot-repot kalo sebenarnya elo itu punya gue yang buat direpotkan?" Jiraina? Ambyar. Perempuan itu hampir pingsan mendengar penuturan dari lelaki yang ada di depannya bahkan tidak cuma Jiraina, Bianca pun saat mendengar jadi melting karena itu terlalu cool baginya dan kemudian wanita itu melirik kekasihnya setelah itu membuang muka kasar, perempuan itu melengos pergi namun tangannya kembali dicekal. Empat yang lainnya menghampiri kedua insan itu ada salah satu ucapan teman-temannya membuat Jiraina merasa aneh akan tingkah dari pemuda di depannya, karena apa yang dibilang Diwangga benar adanya, akan tetapi keanehan itu tidak hanya dirinya yang turut merasakan.

Diwangga memang asal jeplak saja akan tetapi itu membuat sang perempuan malu bukan kepalang, anehnya lagi Theo cuma senyum.

"Kalean pdkt ya?" tuding Dinwangga yang mendesak Jiraina, perempuan itu justru mengerutkan keningnya aneh. "Udahlah kalean ngaku aja!" seru pemuda tersebut yang masih mengoceh sedangkan Bianca misuh-misuh sendiri atas kelakuan teman perempuannya itu, pelaku yang membuat semuanya menjadi lebih rumit itu tengah mengobrol dengan Bian, Jiraina menatap wajah Theo. Pemuda yang ditatap itu merasakan pandangan tersebut lalu menolehkan kepalanya sebentar dan mengulum bibirnya dalam, pandangan keduanya saling bertemu hingga obrolan keduanya tak begitu fokus pada teman-temannya sendiri, jika saja tatapan tersebut diberikan pada Linggar pasti sisinya itu sudah merasa hangat saat ini.

"Siapa yang bilang?!" seru Jiraina tak terima. Perempuan itu menoyor teman-temannya itu untuk lebih fokus pada pekerjaan mereka, "heh! Fokus aja sama kerkom ya!! Jangan pikirin yang lain. Lo gak mau kan nilai turun?" Diwangga menggeleng dan kemudian membagikan tugas pada teman satu kelompoknya, perempuan itu bahkan tak mau merasa susah dalam pekerjaan itu; pengin banget rasanya menampar mulut temannya itu karena terlalu sembarangan terhadap perasaannya, "eh Angga lo apaan sih, kerjain aja tugas lo!" kesal Jiraina yang selalu diganggu sama teman lelakinya itu.

"Dih kenapa marah? Kan lo juga cuma waketu doang!" balas Diwangga tak mau kalah pemuda itu mulai menciptakan keributan dan itu sontak saja membuat Jiraina merasa semakin kesal saja, tak kunjung mendapatkan balasan dari perempuan di depannya itu. "Eh jawab dong!"

"Buat apa gue jawab kalo pertanyaan lo itu gak ada faedahnya."

"Ya, ada faedahnya! Itu malah memperkuat dugaan gue," balas lelaki yang ada di depannya itu. Diwangga benar-benar mencecarnya akan hal tersebut, perempuan itu saja tak tau apa yang akan terjadi jika mereka berdua benaran sedekat itu. Helaan berat keluar begitu saja membuat Diwangga mengerutkan keningnya heran.

"Iya gue suka, kata itu kan yang mau lo dengar? Tapi sayangnya gak gitu konsepnya, oncom!" ketus Jiraina yang mengambil buku ekonomi lalu melanjutkan perjalanan menuju dapur, Theo memerhatikannya sedari tadi hanya saja perempuan itu tak tau, jika apa yang membuat Jiraina yakin bahwa Brisia tak mungkin pergi meninggalkan mereka adalah benar'. Yang harus dia pasti kan adalah bukti konkret dan memercayai itu semua nyata adanya, lalu menjaga perempuan itu tanpa sepengetahuan Linggar. Diwangga benar-benar mencecarnya hingga membuat Jiraina merasa marah dan langsung menggebrak meja lalu membuat sekitarnya kesal, pemuda di depannya itu kaget kalau perempuan itu tampak marah' besar terhadap teman laki-lakinya tersebut, Jiraina mencoba untuk tenang dan mengatur deru nafasnya yang memburu.

Diwangga benar-benar mencecarnya hingga membuat Jiraina merasa marah dan langsung menggebrak meja lalu membuat sekitarnya kesal, pemuda di depannya itu kaget kalau perempuan itu tampak marah' besar terhadap teman laki-lakinya tersebut, Jiraina mencoba untuk tenang dan mengatur deru nafasnya yang memburu.  "kenapa mesti marah kalo lo gak suka sama Linggar? Harusnya lo gak marah kan." Diwangga membuat perasaan Jiraina merasa menyesal memberikan kesempatan bagi pemuda itu masuk ke dalam rumahnya, perempuan itu menggeser duduknya lalu melangkahkan kakinya menuju kamar tidur dengan membanting pintu kamar dengan kencang dan sontak saja yang lain merasa tak enak. Theo bergerak ke dalam rumah lalu memeriksa apakah ada hal yang terjadi dengan perempuan di dalam kamar itu. Jiraina mencoba menghubungi seseorang yang menjadi penanggung jawab atas kegiatan kelompok ini, bahkan sudah mendiamkan sang teman satu kelompoknya itu tidak memudahkannya untuk menyulut emosinya. Theo memerhatikan pintu kamar Jiraina dan mencoba untuk menghampiri mereka cukup kaget saat mendengar ejekan dari Diwangga itu tidak memungkinkan bagi pemuda itu datang ke kamar perempuan tersebut, dirinya merasa tidak nyaman saat salah satu warga kampus mengatainya seperti ini. Bahkan obrolan yang membuat perasaannya pada Linggar tidak tumbuh— belum tumbuh untuk saat ini, perasaan ini pasti akan ada namun tidak untuk dalam waktu dekat hanya dalam beberapa detik perempuan yang ada di dalam kamar itu merasa tenang setelah mendengar solusi dari ketua kelompok mereka.