Kampusnya masih sama tapi orangnya yang berbeda kedua lelaki yang duduk di bangku fakultas itu tampak memerhatikan lorong dan menghela panjang merasa bosan karena terlalu lama duduk membuat sang pemuda hampir ambeien, entahlah kenapa Bagas mengajaknya melakukan hal yang benar-benar membuang energi seperti ini, alangkah baiknya bila pemuda itu mengerjakan tugas yang makin lama makin buat orang jadi gila, sejak beberapa menit lalu yang Bian lakukan hanya memandang wajah cewek-cewek berbadan montok saja, dan tak melakukan hal lain. Pria itu ingin memerotes tapi percuma saja itu cuma buang waktu dan tenaganya karena Bagas Aji bahkan tidak menggubris perkataan sama sekali, akan tetapi kalau pemuda tersebut pikir ulang lumayan untuk penyegaran mata, Bian tidak bisa bersikap seperti itu kalau ada Bianca namun demikian pemuda tersebut sama sekali tidak memikirkan hal-hal yang membuat hubungan mereka ada dititik ini sekarang, "lo tau? Sekar katanya habis diperkosa," ucap Bagas yang masih terlihat menarik perhatian pada lorong.
"Sekar anak tata rias?" Bagas mengangguk sambil mengulas senyum tipis pada salah penjaga kampus, "tau darimana? Bukannya itu jauh dari fakultas kita?"
"Yang ngomong bukan gue, tapi salah satu anak Hima, orangnya cewek juga. Lo tau ceweknya ada yang satu prodi sama Sekar, gue gak yakin lo gak kenal, pasti kenal sama anak dalam. Yang buat gue yakin bahwa itu Sekar adalah fakta dia ceweknya Aruna! Gila gak sih, Aruna mau sama modelan kaya gitu," cerocos Bagas melebih team gosip anak kampus yang hobi nongkrong di mbok Yayu kalau lagi jam istirahat. "Apalagi elo kan anak Hima juga sama kaya gue." Berita tentang Sekar memang lagi naik daun di kampus sore itu akan tetapi justru itu lebih membuat semuanya menjadi gelap ketika orang keduanya bicarakan tampak menguping percakapan itu dengan sangat ketakutan, Yuandra memang dalang di balik itu semua tetapi bukan berarti pemuda tersebut juga yang menyebarkan informasi terkait Sekar. Yuandra melangkahkan kakinya menuju pintu kamarnya lalu menghela kesal saat melihat Brisia hampir terkepar dilantai, pemuda tersebut mendengkus panjang lalu menendang kakinya walaupun tak kencang, membuat perempuan itu menggeser posisinya lalu tersenyum kecut pada lelaki di depannya.
"Lo kan yang sebar berita Sekar!" bentak lelaki itu marah. "Jangan macam-macam kalo lo masih mau bernafas dengan bebas!" desis Yuandra yang langsung berbalik arah dan berjalan keluar dengan membawa pisaunya, perempuan itu menangis' ia tidak kuat lagi akan perlakuan dari pria itu, Brisia menganggap dirinya tak pantas hidup. Tangisnya semakin kuat lalu tersenyum penuh pilu dari dalam dapur pemuda itu mendengar suara letusan pistol, Yuandra bukan tidak mau melihat tetapi justru itu membuatnya senang dan tak memedulikan yang terjadi di dalam kamarnya, "gue tau lo hamil Bris, makanya lo terus-menerus ada di sini karena kalo sampai lo keluar dari tempat itu semuanya akan membuat gue semakin gila." Terdengar suara pistol Yuandra mengulum bibirnya dalam lalu mengambil bunga' dan melanjutkan aktivitasnya semula, bahka lelaki itu saja tak mau menguburkan jenazah Brisia dan dibiarkan begitu saja hingga nanti membusuk bahkan menjadi bangkai mayit yang tidak bisa ditemukan. Jiraina menghela panjang merasa ada sesuatu yang membuat perasaannya tidak nyaman dan sangat sesak, entahlah jikalau wanita itu memikirkan hal-hal mengenai kuliah selama dirinya bisa membagi waktunya itu tak menjadi halangan, namun rasanya ada yang tidak enak.
"Lo kenapa? Gak enak body?" Bianca bertanya seakan perempuan tersebut mengerti arti dari pertanyaan yang diajukannya.
"Gak tau nih," pelan perempuan itu yang tampak pucat dan memikirkan sesuatu. Diwangga melihat Jiraina yang terlihat tidak sehat menyarankan agar perempuan itu beristirahat dalam kamarnya, lalu membantunya untuk berjalan menuju kamar tidurnya: perempuan itu agak sedikit takut karena dirinya cuma berdua dengan seorang pemuda. "Lo gak mau apa-apain gue kan?!"
"Ya kali gue doyan sama yang modelnya kaya lo!!" Jiraina agak bernafas lega lalu membaringkan tubuhnya perlahan-lahan, Diwangga lupa jika di kamarnya ada Linggar yang juga sedang beristirahat dalam suasana hening Jiraina memeluk tubuh kekar itu yang perempuan tersebut pikir adalah sebuah guling, perempuan itu bahkan tak sadar bahwa pelukannya semakin mengerat rengkuhannya itu, Linggar mulai merasa ada tidak benar dengan kondisi itu tampaknya lelaki itu mulai menyadari atmosfir tersebut: pemuda tersebut melepaskan rengkuhan itu akan tetapi justru perempuan yang ada di belakangnya malah kembali menautkan jarinya. Sumpah pemuda itu tidak bisa nafas berada di dekat perempuan yang ia taksir, bagaimana tidak? Berada satu jengkal dibelakangnya bahkan tak berjarak sama sekali hanya terhalang oleh selimut, pemuda tersebut menggenggam erat kerah kemeja yang kemudian mengatur nafasnya.
"Kok hangat ya," ceplos perempuan tersebut yang semakin mendekap tubuhnya. "Kaya kamu," sumpah ini perempuan kok koplak banget, benar-benar Linggar mau ketawa dengar perkataan itu kaya orang yang kurbel begitu loh. Pemuda itu merubah posisinya jadi menghadap ke arah Jiraina lalu menahan deru yang kian teratur itu, perempuan tersebut bahkan masih tidak sadar bahwa yang dipelukannya bukan benda mati tetapi makhluk hidup, Linggar membenarkan helai rambut panjang miliknya yang jatuh menjuntai ke bawah. Kemudian kembali memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya, karena dirinya tidak terlalu suka ruangan tertutup jadi Linggar membuka jendela kamar temannya itu sebelum Jiraina hadir bersamanya. Diwangga menaruh mangkuk kecil di atas meja nakas, pemuda tersebut hampir menjerit keras melihat adegan yang super sweet itu lalu menutup pintu kamarnya kembali pada saat ada diruang tamu ia menyesal telah pergi begitu saja karena tak mengabadikan momen itu.
"Ga! Ga! Lo kenapa sih? Kaya orang kesambat gitu? Ada apa?" tegur Bianca yang menatapnya tajam, perempuan tersebut agak curiga dengan tingkah Diwangga yang tiba-tiba menghalanginya pergi ke dalam kamar dan mengatakan bahwa tak ada apapun di sana, Bianca semakin lama semakin curiga lalu tersenyum jahil dan lari begitu saja saat perempuan banyak tingkah itu masuk di dalam kamar itu hanya ada Jiraina yang lagi tidur tanpa siapapun di sampingnya. "Ji, gimana kondisi lo udah enakan?" Jiraina menghela lalu mengangguk sambil tersenyum kecil.
"Yoksi, gue udah lumayan baik."
"Mau sampai kapan ngaso di sini! Udah jam berapa cuks!" Bianca mengambil tangannya lalu menariknya keluar dari kamar itu bahkan kedua tak merasa ada yang janggal dengan kamar tersebut, Jiraina menolehkan kepalanya pada pintu kamar mandi yang kemudian mengendikkan bahunya acuh tak mau memikirkan hal lain. Linggar keluar dari tempat persembunyiannya lalu menghampiri yang ada di ruang tengah, pemuda itu melakukan tos ala-ala pada sejumlah pria di depan sana.