"Kenapa rumah saya dirobohkan!"
Kedatangan mereka disambut dengan sebuah pemandangan yang sangat tidak mengenakan hati. Mesin penghancur yang begitu besar, sudah bersiap di depan rumah tersebut. Bahkan, sebagian sudah hancur.
Amira menemani keduanya yang masih kebingungan. Terutama ibunya Andra yang seolah terdiam, membeku, tanpa bisa berucap. Mereka menemui seorang lelaki bertubuh kekar, kemungkinan besar dia adalah pemimpin yang bertugas untuk mengawasi yang anak buahnya lakukan.
"Mohon maaf, silahkan menjauh dari area ini, karena kami sedang menjalan tugas dari atasan," suruhnya padahal mereka belum mendekatinya. Dari kejauhan memang raut wajah orang itu, sungguh tak enak dipandang oleh mata.
"Pak, saya pemilik rumah ini. Kenapa kalian seenaknya menghancurkan begitu saja tanpa konfirmasi terlebih dulu ke kami?"