"Papa gak nyangka, kamu bisa buka hati lagi." Tingkahnya seperti anak kecil, menggendong putranya, di depan Diana dan seorang satpam yang kini menahan tawa.
"Pa, jangan bikin malu!" Juna memukul-mukul dada papanya, seolah merengek untuk diturunkan.
"Maafkan saya, karena sikap yang tadi. Sekarang kalian berdua duduklah. Pelayan! Tolong buatkan jamuan yang istimewa untuk kekasih Juna!" teriaknya.
Diana tak tahu, mengapa jantungnya berdebar, dan merasa bahagia mendengar ucapan itu, meski dia paham, semua ini adalah sandiwara.
"Hem, maafkan aku ya, sudah melibatkan kamu dalam ...."
"Tak masalah, aku sudah tahu semuanya. Wanita seperti aku ini, hanyalah khayalan menggapai bintang di langit sepertimu," potongnya.
"Maksud kamu?"
Juna hampir mendapat jawaban, kedatangan papanya kembali merusak suasana.
"Ya ampun, kalian serius sekali ngobrol. Papa mau ke rumah calon mama baru kamu, kalian di sini dulu, atau mau ikut?"