Makin Mencurigakan
"Saamaan ih...pingin lihat deh, habisnya gemes banget dengar cerita kamu tentang suamimu, alias si *big bos* yang kaya raya itu, hehehe. Pasti kamu punya fotonya 'kan?" timpal Lisa.
Seketika entah kenapa wajah Sarah menjadi sedikit pucat, tapi aku juga tak tahu sih, itu karena kaget dengan permintaan kami, atau karena memang dia tiba-tiba pusing, hehehe.
Mungkin juga dia kecapekan, karena mengurus acara ini dan harus tetap memberi Asi pula pada Keisha. Tapi, itu cuma *mungkin* saja sih.
"Hemmm...percaya nggak sih, suamiku itu nggak seneng banget foto. Bahkan di handphoneku pun, tak ada foto dia, nggak boleh pokoknya nyimpen-nyimpen gitu. Katanya nggak baik, dan jika memang ada fotonya, aku tak boleh menunjukkan pada siapapun yang belum kenal dengannya," ucap Sarah.
Percaya? Nggak banget kan? Jika suaminya memang orang 'normal', pasti tak akan seperti itu. Eh iya, tapi tadi Sarah kan memang sudah bilang, jika suaminya itu sudah memiliki istri sebelumnya. Jadi, saat dia tak mau berfoto dengan Sarah, maka itu bukan suatu hal yang aneh sih kurasa.
Tapi, apa salahnya juga jika aku terus saja mengejarnya. Secara, dia tadi kan sudah menceritakannya pada kami. Dan, ceritanya itu membuat kami amat pemasaran. Jadi, rasanya wajib dia menjawab rasa penasaran kami.
"Oh...begitu! Tapi kok masih ada ya orang kayak gitu, di jaman seperti sekarang ini? Unik banget gitu loh...eh tapi, kamu pasti punya foto pernikahan 'kan? Kalau nggak di handphomu, pasti ada buku nikah, atau album foto, atau pigora gitu deh. Soalnya aku ini penasaran banget sama wajah pangeran berkudamu itu, Sar.
Ayo dong jangan pelit-pelit gitu sama kami, kita ini kan sudah berteman lama banget, masak iya sih kamu takut kalau kami bakal godain suamimu itu sih? Bener nggak nih, Lis?"
Aku terus saja mengejar Sarah, karena semakin dia menutupinya, justru hal itu membuatku makin penasaran, ditambah lagi dengan beberapa kejanggalan yang tadi baru saja kutemukan. Lisa pun kemudian mengangguk tanda setuju dengan apa yang tadi kukatakan.
"Ya ampun, bukan begitu. Kaliann ini ngertiin aku dikit dong, aku ini menjaga privacy suamiku. Lagian, mana mungkin sih suamiku itu kepincut pada wanita dengan wajah standart seperti kalian? Setelah punya istri yang cantiknya pari purna macam aku? Hahaha," seloroh Sarah sambil menepuk pahaku.
Lalu kami pun tertawa bersama mendengar ucapan Sarah itu. Hingga kemudian handphone dengan *softcase* cantik milik Sarah, yang diletakkan diatas meja berbunyi.
Dari tempat dudukku ini dapat kulihat panggilan itu datang dari sebuah kontak yang bernama "sweet target", hemmm...sebuah nama yang aneh, atau malah mungkin nama yang spesial?
Namun, foto profilnya sangat familiar sekali denganku, foto sebuah logo club sepakbola ternama, yang bernuansa biru, dan sama persis dengan koper berstiker yang ada di kamar ini.
'Kenapa foto profil itu sama persis dengan foto profil suamiku? Tunggu, sepertinya kali ini aku tak boleh negatif thingking lagi dulu. Lebih baik aku dengarkan dulu, siapa yang sedang menelepon Sarah itu,' gumamku dalam hati.
Mungkin saja sih, ada beberapa orang yang menggunakan logo club sepakbola favoritnya itu sebagai foto profil akun media sosialnya. Jadi mungkin saja itu bukan Mas Doddy.
"Tuh lihat, kini dia menelepon, jadi dia tahu kalau saat ini sedang kita gosipin, hehehe. Bentar ya," ucap Sarah sembari menaruh telunjuknya di depan bibir, isyarat agar kami tak bersuara.
"Ya Halo, Yank. Gimana?" ucap Sarah mengawali obrolan melalui sambungan telepon itu.
Kini, aku tak bisa lagi menahan pikiranku untuk tak berpetualang kemana-mana. Tiga kejanggalan kutemukan di kamar bernuansa pink ini. Mulai dari jaket, koper dan kini malah poto profil. Kesemuannya itu sama persis dengan yang dimiliki suamiku, Mas Doddy.
Aku tentu ingin segera meminta kejelasan tentang semua ini pada Sarah. Karena, kurasa tak mungkin suatu kebetulan terjadi hingga tiga kali seperti ini. Tapi, tentu aku akan membiarkan semua ini menjadi semakin nyata dahulu.
"Yah, kok bisa gitu sih? Rugi banyak dong kita! Pasti salah satu karyawan ada yang melakukan kesalahan, kamu harus cepat menyelidiki itu yank, satu persatu, jika nanti sudah ketemu, langsung penjarakan saja, kurang ajar sekali memang dia itu!"
ucap Sarah berapi-api dan wajahnya terlihat amat serius.
Tentu saja aku tahu kemana arah pembicaraan Sarah dan suaminya tersebut, pasti karena kebakaran kecil di salah satu cabang mini marketnya itu.
Karena masih semakin curiga, aku pun saat itu langsung mencoba menelepon mas Doddy, dan ternyata jawaban operator, 'nomor yang Anda tuju, sedang berada dalam panggilan lain'. Dua kali aku mencoba, jawabannya pun tetap sama.
"Duh, gimana ya Yank, kita nggak jadi buka cafe dulu dong kalau begitu? Kalau bukan karyawan, mungkin juga ini karena ada orang usil yang tak suka dengan keberuntungan kita. Aku punya kenalan dukun pintar sekali, besok ayo kita datang ke sana Yank!"
Mendengar ucapan Sarah tersebut, aku dan Lisa langsung saling berpandangan. Dukun? Ternyata temanku yang satu ini, masih percaya dengan hal mistik seperti ini.
"Ya sudah, kamu urus aja dulu semuanya di sana Yank, jangan sampai ada yang mengambil kesempatan dalam keadaan ini. Acaranya sukses kok, ini ada dua teman lamaku yang berkunjung," ucap Sarah sambil menoleh kepada kami.
"Oke. Jangan pulang malam-malam loh!"
"Luv you pake banget, Yank!"
Setelah mengatakan kata mesra itu, Sarah pun mengakhiri panggilannya. Kemudian Sarah terlihat kembali memainkan handphonenya, sepertinya dia sedang mengetikkan pesan pada seseorang.
Saat ini, kucoba lagi menelepon Mas Doddy, dan ternyata nomornya sudah tak lagi berada dalam panggilan lain. Jadi makin mencurigakan, dan makin jelas saja. Mas Doddy langsung menerima panggilanku kali ini.
"Assalamualaikum, ada apa Dek?" ucap mas Doddy di seberang memulai obrolan melalui sambungan telepon ini.
"Waalaikumsalam, lagi dimana nih, Mas?" tanyaku yang kemudian berdiri, agak menjauh dari Sarah.
Saat kupandang dari sudut mata, kulihat sorot tak suka dari Sarah kepadaku? Kenapa?
"Lagi di salah satu minimarket kita nih, Dek. Ada sedikit kendala, dan sepertinya hal ini membuatku akan lebih lama lagi berada di sini," jawab mas Doddy.
"Kendala apa sih? Kebakaran?" tanyaku langsung to the poiint.
"Eh...emm...nggak kok Dek, cuma warga aja masih sedikit protes. Ya sudah, nanti disambung lagi ya."
Tanpa menunggu jawabanku, mas Doddy mengakhiri panggilan sepihak lagi, seperti tadi pagi.
Saat itu juga, suatu hal mencurigakan ditunjukkan lagi oleh sahabat lamaku itu. Entah apa alasannya, Sarah langsung mendongakkan kepalanya kepadaku. Makin mencurigakan!