Leandra memasuki rumah perlahan. Perlahan agar derap langkahnya tak terdengar Rigel.
"Kenapa harus mengendap-endap?"
"Astaga, kamu ngagetin saja."
Rigel menghampiri Leandra mengamati lamat-lamat. Menyelipkan rambutnya melihat kening yang terluka.
"Pusing?"
Leandra menggelengkan kepalanya.
"Kamu diantar Rahman?"
"Maaf, aku sudah bilang jangan tapi tetap saja dia ikut di belakang."
"Enggak apa-apa, sedari kemarin yang menelponmu dia?"
"Iya, maaf."
"Dari tadi juga dia perhatian sama kamu."
"Ih Rigel jangan marah," rengek Leandra di depannya.
"Enggak."
"Itu pasti marah, janganlah. Lagian enggak sengaja."
"Sekarang pusing enggak? Lampu tadi besar."
"Sedikit," jawab Leandra menunduk.
Rigel ke dalam ruang kerjanya dan kembali membawa obat di tangannya. Ia meraih lengan Leandra menuju meja makan.
"Minum obat dulu," seraya menaruh obat dan air putih.
"Kamu marah ya?"
"Kamu sudah makan apa belum?"
Leandra mengangguk.
"Ya sudah minum saja obatnya dulu."