"Tenang saja Kania. Aku bukan cenayang."
Kania terkesiap dengan apa yang diucapkan oleh Devan. Tatapan yang sulit untuk diartikan dari Kania ditujukan kepada Devan yang masih fokus dengan berkas di hadapan Devan saat ini.
"Pak Devan ada yang ingin Kania bicarakan," ucap Kania dengan keraguan dalam dirinya saat ini.
Devan meletakan pena yang berada dalam genggaman tangannya di atas meja lalu mengalihkan perhatian ke arah Kania. Devan menatap Kania dengan tatapan penuh tanda tanya sembari menautkan kedua alisnya.
"Apa yang ingin kamu bicarakan Kania?" bukan menjawab pertanyaan Kania. Namun Devan melontarkan pertanyaan kepada Kania.
"Kania ingin membicarakan tentang tawaran Pak Devan dan orang tua Pak Devan tempo hari," jawab Kania dengan suara lirih.
"Apa yang ingin kamu bicarakan dengan aku, Kania?" lagi dan lagi Devan kembali bertanya kepada Kania tanpa menjawab atau menanggapi ucapan Kania.
"Kania setuju dengan tawaran Pak Devan dan keluarga tentang pernikahan." Kania dengan sengaja menjeda ucapannya untuk melihat ekpresi Devan yang sedang tersenyum tipis namun dapat dilihat oleh Kania. "Tapi dengan syarat Pak Devan."
Senyuman tipis di wajah tampan Devan seketika mengulang saat mendengarkan ucapan Kania. Devan menautkan kedua alis menatap ke arah Kania.
"Syarat? Apa syaratnya Kania?" Devan kembali mengajukan pertanyaan kepada Kania.
"Ada tiga syarat Pak Devan," sweu Kania.
"Tiga syarat?" Devan mengangkat hari membentuk angka tiga sembari menautkan kedua alisnya setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Kania kepada dirinya saat ini. "Apa saja tiga syarat itu Kania?"
"Syarat pertama tidak ada kontak fisik antara Kania dan Pak Devan. Kedua tidak tidur atau tinggal di dalam satu kamar setelah menikah. Ketiga tidak boleh ada yang tahu tentang pernikahan kita ini. Orang tua saya juga tidak boleh tahu tentang pernikahan ini," balas Kania.
"Tidak masalah untuk syarat pertama. Syarat kedua pengecualian jika orang tua saya berkunjung atau menginap di sini. Syarat ketiga kenapa orang tua kamu tidak boleh mengetahui tentang pernikahan kita, Kania? Pernikahan ini sah di mata hukum dan agama. Bukan pernikahan kontrak seperti yang ada dalam novel, Kania. Wali nikah kamu kan nanti papa kamu, Kania. Jika papa kamu masih hidup Kania. Maaf jika ada ucapan saya yang salah Kania," terang Devan.
Kania menghela nafas berat sebelum menanggapi ucapan Devan. Tak lama kemudian Kania menceritakan semua kepada Devan tentang kehidupannya. Jalan hidup Kania yang ditinggal oleh papa kandungnya akibat mamanya selingkuh dengan mantan pacarnya saat sekolah dulu sehingga papa Kania merasa sakit hati karena dikhianati dan pergi meninggalkan Kania untuk selamanya. Mama Kania telah menikah dengan mantan pacarnya dan memperlakukan Kania dengan semena-mena. Bahkan mama Kania membedakan perlakuan Kania dengan anak yang dibawa oleh mantan pacar mamanya yang kini telah menjadi suami mamanya sejak papanya meninggal belum genap satu bulan itu.
Buliran kristal bening mengalir di pipi Kania saat menceritakan tentang kehidupannya. Kania tidak dapat mencegah buliran kristal bening di pipinya karena kisah hidupnya memang sangat menyakitkan sejak Kania berusia dua belas tahun. Papanya meninggal dunia akibat perbuatan mamanya. Kania tinggal bersama mama dan papa tirinya. Kania memutuskan untuk rajin belajar demi mendapatkan beasiswa agar dapat menempuh pendidikan kuliah di ibu kota dan menjauh dari mama dan papa tirinya. Kukauh di luar kota menjadi satu-satunya alasan yang telat bagi Kania untuk meninggalkan rumah orang tuanya yang penuh kenangan bersama dengan mendiang papanya.
Devan menghapus buliran kristal bening yang mengalir di pipi Kania. Sungguh.. Devan tidak pernah menyangka jika kehidupan Kania menderita seperti itu. Kania wanita yang baik, cantik dan sederhana. Devan juga dapat melihat Kania wanita yang cerdas dan sopan. Devan ikut merasakan sedih dengan jalan hidup yang diceritakan oleh Kania saat ini.
"Kamu jangan bersedih lagi iya Kania. Aku tidak bisa janji ke kamu. Tapi aku akan berusaha untuk membahagiakan kamu selalu jika kita sudah menikah nanti. Aku tahu cinta itu belum ada di antara kita. Tapi aku pikir menikah lebih baik daripada timbul fitnah dari orang lain. Kita juga mengurangi dosa Kania." Devan berusaha menenangkan hati Kania yang kini masih mendung itu.
Kania menatap ke arah Devan dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Kania tidak ingin berharap banyak dengan semua ini. Kania hanya memiliki satu cita-cita yakni menyelesaikan kuliah tepat dan bekerja. Jika memang Allah menakdirkan Kania untuk menikah, Kania tidak akan bisa menolak hakan takdir dari Allah. Ah.. Rasanya Kania ingin pergi ke kutub utara saja agar tidak pusing dengan semua jalan hidupnya selama ini. Mungkin bertemu dengan pinguin di sana lebih baik daripada harus bertemu dengan Devan di ibu kota yang menawekan pernikahan dengan dirinya.
"Aku setuju dengan tiga syarat yang kamu inginkan Kania. Mari kita menikah Kania." Devan berucap dengan santai sembari mengulas senyuman kepada Kania.
Kania membulatkan kedua bola mata tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Devan dengan nada sangat santai. Ya. Kania tercengang saat Devan mengajak dirinya menikah dengan sikap yang tenang dan santai seperti saat ini. Apa Devan menganggap pernikahan itu main-maian atau lelucon? Apa Devan tidak serius dengan pernikahan ini? Banyak tanya dalam benak Kania setelah mendengar ucapan Devan beberapa saat yang lalu itu.
"Aku tahu apa yang sedang ada dalam pikiran kamu, Kania.."
Deg..
Detak jantung Kania bekerja dengan tidak normal setelah mendengar ucapan Devan. Kania menatap ke arah Devan dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
"Kamu sedang berpikir kenapa aku mengajak kamu menikah dengan sikap yang santai kan Kania?" tanya Devan.
Deg..
Lagi dan lagi jantung Kania bekerja dengan tidak normal saat Devan dapat membaca apa yang berada dalam pikiran Kania saat ini.
"Kamu tidak usah khawatir Kania. Aku bukan tipe orang yang suka mempermainkan pernikahan dan wanita. Aku tahu cinta itu belum ada di hati kita. Tapi aku berharap dengan kita yang sering bersama akan dapat menimbulkan rasa cinta itu di hati kita, Kania. Tapi itu semua terserah sama kami. Aku tidak akan melaksakan kehendak aku ke kamu, Kania. Satu hal yang harus kamu ingat Kania. Aku setuju dengan ketiga syarat yang kamu ajukan tadi." Devan memberikan penjelasan kepada Kania dengan detail agar Kania tidak merasa ragu.
Kania manatap manik mata Devan dengan lekat mencoba mencari kebohongan dari apa yang diucapkan oleh laki-laki yang kini ada di hadapan dirinya. Namun Kania tidak menemukan apa yang dicari oleh dirinya dari Devan. Pendaratan netra Devan tidak ada keraguan dari setiap ucapan yang terucap di bibir merah tanpa nikotin milik Devan itu.
Huft..
Kania menghela nafa berat sembari meyakinkan diri jika keputusan yang akan diambil tidak salah untuk jalan hidupnya ke depan. Masa depan kini ada di tangan Kania. Bukan di tangan orang lain. Kania tidak boleh menggantungkan diri kepada orang lain.
'Bismillah,' batin Kania.