Chereads / MAKE ME YOURS / Chapter 19 - Disha VS Saga

Chapter 19 - Disha VS Saga

"Satu hal yang harus kamu tau, Dis. Kita hidup di negeri di mana semakin banyak pemberitaan miring tentang kita, maka makin tinggi pula popularitas kita. Di sini aku tekankan bahwa, manusia-manusia sekarang rela merendahkan harga dirinya hanya untuk menaikkan pamor semata. So, what are you afraid of?"

Penjelasan Saga terdengar macam orang yang sudah melakukan analisis. Tak bisa dipungkiri, kedua wanita yang mendengarnya tertegun mendengar penuturan Saga.

Disha menangkap dengan baik apa maksud pria itu. Namun ia juga tak serta merta membenarkan kesimpulan tersebut.

"Ya, aku ngerti Mas maksud kamu. Aku ngerti kalo tujuan kamu membiarkan pemberitaan itu berlarut-larut adalah untuk menaikkan popularitas kalian berdua sebagai top model. Tapi apa kamu juga ndak mikir, seandainya suatu saat nanti saking buruknya kalian di mata publik, skandal semacam ini malah akan meluruhkan karir kalian di dunia modeling? Padahal berita itu cuma hoaks. Hanya karena kalian memilih bungkam tanpa klarifikasi apapun, hal itu malah bisa menjerumuskan kalian sendiri nantinya."

Nada bicara Disha sedikit lunak dari sebelumnya. Wanita itu kini mengerti bahwa, perangai orang seperti Saga memang tak seharusnya diajak bicara dengan nada tinggi apalagi saat beda argumen. Jelas Saga akan selalu mempertahankan pendapatnya dengan nada lebih tinggi pula.

Layaknya api yang akan padam bila disiram air. Api akan semakin menjadi bila bertemu api pula. Begitulah caranya menangani orang temperamental.

Disha menatap mata elang Saga dalam-dalam. "Nama baik di mata publik itu penting, Mas. Kita besar karena mereka menerima kita dengan baik. Kalau ada seorang artis yang terkenal jalur sensasi alias cari perkara, pasti pamornya akan seumur jagung. Ndak perlu aku sebutin, tapi artis lokal udah banyak contohnya. Beda kalo sama artis yang namanya besar karena kualitas. Publik pasti akan selalu mengagung-agungkan mereka bahkan hingga mereka tua. Kamu tau kenapa? Karena ingatan otak lebih kuat merekam mutunya dari pada kasusnya."

Pada dasarnya, seorang publik figur memang dituntut untuk memberi contoh di media tentang segala hal yang bersifat positif. Namun di sisi lain, bila ada artis yang terkenal lewat skandal negatif, itu tak serta merta menjadi salah artis tersebut. Sebab makin kesini, pemberitaan di media selalu memberi panggung untuk orang-orang yang unjuk sensasi dari pada yang unjuk kualitas diri.

Orang-orang yang punya value akan banting setir jadi menurunkan moral untuk menggapai kepopuleran. Dan orang-orang yang cuma punya sensasi akan sibuk diundang ke sana ke mari.

How funny this country?

Enough guys, back to previously debate.

Saga tersenyum remeh. Tampaknya pria itu masih belum mau untuk sependapat dengan Disha. Tunggu, kita melupakan satu nyawa di sana.

Ines tergagap mendengar dua orang yang sibuk baku argumen di depannya ini. Ia sungguh tak pernah membayangkan akan dihadapkan pada situasi menegangkan pada kedua sosok penting di hidupnya. Yang satu sahabat, yang satu asisten. Keduanya dari segi tampilan amat jauh beda, perangai keseharian pun berbeda. Tapi untuk urusan adu argumen sepertinya memang cocok jika diikutkan lomba debat nasional.

"Apa kamu beranggapan bahwa aku sama Ines dikenal publik karena cari sensasi melalui skandal? Apa kamu berpikir bahwa kami tak memiliki kualitas diri seperti yang kamu katakan?"

Disha menggeleng cepat. "Aku ndak bilang gitu."

"Tak perlu mengelak, Disha! Aku tau makna tersirat dari apa yang kamu bilang barusan." Ucap Saga menggelegar dengan suara baritonnya. "Dengar ya, kalau pun aku dan Ines naik pamor lewat skandal, hal itu takkan membuat kami jatuh drastis bila suatu hari kena kasus. Karena dari awal, aku sama Ines punya kualitas diri yang membuat publik mengidolakan kami. Dan kamu melupakan satu hal, kami punya fans lebih banyak ketimbang haters. Yang artinya, publik mengenal aku dan Ines sebagai model profesional dari pada sekedar making scandal."

"Aku tau, Mas. Aku tau. Tapi apa kamu ndak mau coba pertimbangkan argumenku? Setidaknya telan matang-matang, jangan melulu menonjolkan egomu yang ndak mau kalah itu!"

Kilatan kemarahan terlihat dari kedua mata Saga. Pria itu tampak sudah berapi-api, siap meledak kapan saja.

"Kamu nggak berhak mencampuri apapun antara aku sama Ines! Tugasmu cuma bikin schedule biar nggak berantakan, itu aja!"

Ines gelagapan sendiri menyaksikan keduanya. "Eh udah dong kenapa malah jadi berantem sih?! Kalian--" belum selesai ucapannya, sudah lebih dulu diserobot Disha.

"Hah?! Cuma bikin schedule kamu bilang? Jangan merendahkan profesiku ya, Mas! Aku berhak mengatur, memberitahu, menyarankan, mengarahkan, tentang segala sesuatu yang berhubungan sama kerjaan Mbak Ines. Jadi, kamu jelas salah kalo bilang aku ndak berhak mencampuri hal-hal yang berurusan dengan modeling. Itu jobdesk-ku sebagai asisten model, Mas. Aku kasih tau tugas asisten barangkali kamu ndak tau tentang itu. Kamu taunya cuma pose mesum doang tiap kali photoshoot, kan?"

Betapa sarkasnya omongan Disha bagi siapapun yang mendengarnya. Ia memang bawahan, tapi jangan anggap jika bawahan sepertinya lantas boleh direndahkan. Ia memang polos, tapi jangan pikir otaknya tak berbobot. Wanita itu menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Tak sepantasnya Saga mengatakan hal frontal seperti itu, atau Disha akan membalikkan ucapannya.

Sementara Saga memejamkan matanya. Seolah sedang meredam amarah yang sewaktu-waktu bisa ia semprotkan dan malah menyakiti lawan bicaranya. Ada Ines di sini, tak mungkin ia berkata atau bahkan bersikap yang berlebihan. Ingin rasanya menonjok muka Disha jika saja wanita itu adalah seorang pria.

Anti bagi Saga untuk memukul wanita. Bukankah banci itu namanya?

"Aku tekankan padamu, Disha. Jadi kacung nggak usah banyak gaya! Lakukan sesuai jobdesk, hal yang bukan ranahmu jangan ikut-ikutan termasuk semua hal dalam diriku. Kamu nggak perlu babibu mengajariku ini itu."

Saga bangkit dari duduknya lalu mengatur napas. Seulas senyum paksaan terbit di bibirnya yang tengah menatap Ines. Diusapnya puncak kepala wanita itu.

"Aku pulang."

Pria itu memilih pergi meninggalkan rumah ini. Sebelum pertengkarannya dengan Disha semakin menjadi.

"What the fuck?! Dia ngatain aku apa? Kacung? Mas Saga ngatain aku kacung? Mbak kamu dengar, kan? Pria sok cakep itu emang belagu banget mentang-mentang model terkenal se-Yogya!"

"Disha! Udah dong. Malah jadi diem-dieman kalo gini, ah! Aku nggak mau tau ya, besok kamu sama Saga harus baikan! Aku nggak suka lihat orang sekelilingku musuhan kayak gini. Imbasnya ke aku juga nanti."

"Bodo amat, Mbak. Aku juga ndak mau tau ya, pokoknya jangan sampai kamu jatuh ke pelukan pria sialan temperamental, sombong, sok cool, sok keren, sok kecakepan, dan sok segalanya itu. Dia aja ndak bisa menghargai pendapat orang lain, gimana mau menghargai wanita pas lagi emosi?"

Disha berdecih kemudian berlalu meninggalkan Ines yang masih cengo di tempat. Memasuki kamarnya, ia terus-terusan menggerutu bak sekawanan tawon yang berdengung.

"Awas aja! Aku bakal suruh Reinal mati-matian deketin Mbak Ines sampai klepek-klepek. Biar si Sagarong itu mohon-mohon dan berlutut ke aku buat minta bantuan lagi." Ultimatumnya tersenyum miring.

****

Semoga makna yg aku selipkan bisa diterima dg baik ya😫👍

Emg sosoan bgt aing🦭🤝🏻