William memutar kursi bersoda yang ia duduki, tempat duduknya sangat empuk. Ia memutar tubuhnya seperti anak kecil yang sedang bermain komedi putar. Permainan favoritnya ketika masih kecil. Sebelum semuanya berakhir ketika ayahnya lebih memilih bermain bersama teman-teman lainnya, terutama sering menghabiskan malam bermain bersaman 'teman-teman perempuan'.
Untuk sesaat William hanya duduk terpaku, menatap kertas-kertas yang menumpuk seperti gunung di atas meja kerja yang mengkilat. Cleaning servis pasti sudah membersihkan meja ini tadi pagi sebelum ia datang sehingga tidak ada sedikitpun sisa debu tersisa di atas meja.
Pandangannya beredar ke arah lain, pada lukisan yang menggantung di atas dinding bercat putih. Lukisan burung-burung berbulu yang sedang terbang di angkasa, langit biru terhampar luas sebagai latarnya.
William menghela napas berat, kepalanya terasa sakit. Bekerja di balik meja mengkilap dan bergelut dengan kertas dan angka bukan perkejaan yang ia inginkan. Ia bukan orang yang mudah bergaul dengan orang lain, apalagi bertindak sebagai atasan dari sekumpulan orang banyak. Ia suka hidup bebas, bekerja tanpa jam kerja, pergi ke manapun ia mau, dan melakukan apapun yang ia suka.
Akan tetapi semuanya tidak akan seperti itu lagi. Ia harus belajar bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Masa-masa menyenangkan telah usia, kini ia dituntut untuk membuktikan bahwa ia juga memiliki kemampuan yang sama dengan saudaranya. William bukanlah orang tidak berguna yang hanya bisa menghabiskan uang keluarga dengan berfoya-foya seperti yang selama ini selalu dituduhkan kepadanya. Ia bertekad untuk mendapatkan kembali apa yang menjadi haknya sekaligus membungkam orang-orang bermulut besar itu. Terutama Nathan- adik tirinya yang menyebalkan.
Pintu diketuk dengan halus, membuyarkan lamunan William. Seorang wanita berjalan pelan, bunyi langkah sepatu hak tingginya terdengar mengerikan. Wanita itu menghampirinya dengan langkah yang canggung, pakaian yang kurang rapi, dan rambut sedikit kusut.
"Selamat pagi, pak. maaf saya datang terlambat," kayanya.
Bibir wanita itu melengkung senyum kecil, wajahnya lebih pucat dari apa wanita yang berprofesi sebagai sekertaris ada umumnya yang selalu terlihat cantik dan tercium wangi. Namun, wanita yang sedang berdiri di depannya itu sangat jauh dari kata menawan.
Wajah wanita itu pucat, perona bibir dan pemulas pipi tidak dapat menyembunyikan wajah pucatnya. Rambut coklat yang tergerai sangat lepek dan hanya disisir seadanya. Setelan kerja yang ia kenakan sangat kusut seperti baru saja ditarik dari pengering dan belum sempat disetrika apalagi disemprot dengan pewangi, dan aroma yang menguat dari tubuh perempuan itu sangat memuaskan, bau minuman keras.
William menatap wanita di depannya itu untuk waktu yang cukup lama. Rasanya William mengenali wanita itu. Ya, tentu saja bagaimana mungkin William melupakan wanita 'istimewa' itu dengan cepat. Bukankah mereka memiliki kisah yang tidak mungkin terlupakan?
"Nama saya Batty La Nia. Untuk saat ini saya sekertaris anda, Pak. mohon maaf atas keterlambatan saya," katanya, suaranya tegas. Batty menunduk lebih rendah, memberikan sikap memberi hormat pada atasan dengan gestur tubuh.
William menyeringai, ia tidak menyangka akan bertemu wanita itu di sini, di kantornya. Rupanya takdir sedang ingin bercanda pada William dengan menghadirkan wanita 'Pemabuk' itu sebagai sekertarisnya.
"Oh, Kenapa saya harus memaklumi keterlambatan anda, Nona ...."
"Batty La Nia, Pak. Tapi anda bisa memanggil saya, Betty," jawab Batty dengan percaya diri.
William hampir saja tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban sekertarisnya mengenalkan namanya dengan penuh percaya diri. Nama itu mengingatkannya pada serial Colombia yang pernah populer pada tahun sembilan puluhan, tentang sekertaris lugu dan super jelek yang jatuh cinta pada bosnya sendiri. Namun, Betty di depannya itu jauh lebih jelek dari pada Betty la fea yang pernah ia tonton bersama ibunya.
"Ok, Nona Betty, saya tidak tahu mengapa Mr. Owen begitu bersikeras untuk mempertahankan anda sebagai sekertaris saya," Betty menatap William penuh tandanya dan membiarkan bosnya itu meneruskan ucapannya.
"Padahal menurut penilaian saya, anda tidak memiliki kualifikasi apapun yang dapat mencerminkan bahwa anda sekertaris yang dapat diandalkan oleh perusahaan terutama saya sebagai atasan langsung," kata William. Ucapannya sedingin es di kutub Utara, menohok ke dalam jantung Betty sekaligus.
"Apa maksud anda, Pak?" tanya Betty. Ia tidak percaya direktur baru itu meragukan kemampuannya, padahal Mr. Owen sendiri sangat puas dengan kinerjanya sebagai seorang sekertaris.
"Anda tidak bisa memecat seseorang tanpa alasan kuat, terlebih anda sama sekali belum mengetahui kemampuan yang saya miliki."
Betty tidak terima dihina begitu saja oleh direktur baru yang tidak berpengalaman itu. Bos didepannya memang memiliki segalanya, kaya, anak pengusaha ternama, lulusan luar negeri, dan juga memiliki wajah tampan, tetapi tidak ada satupun orang yang boleh meragukan kinerjanya.
"Tentu saja bisa. Anda tidak lebih dari seorang wanita murahan. Tdak peduli sebagus apapun kinerja anda kalau tidak bisa menjaga diri sendiri, bagi saya tidak ada harganya," kata William dengan intonasi ketus.
"Apa? Berani sekali anda berkata seperti it" Betty nyaris berteriak. Tuduhan demi tuduhan yang dialamatkan kepadanya sama sekali tidak masuk akal. Ia bahkan tidak mengerti ke mana arah tujuannya ucapan bos di depannya itu.
"Tentu saja, anda tidak akan mengingat apapun. Anda terlalu mabuk untuk menyadari apa yang sebenarnya terjadi." William tersenyum sinis ke arah Betty dengan tatapan merendahkan.
" Tunggu dulu!" Betty mengangkat tangannya.
Otaknya dipaksa berputar untuk mengingat kejadian aneh yang tadi pagi ia alami saat ia terbangun di tempat asing dengan tubuh nyaris telanjang dan kejadian-kejadian sebelumnya. Samar-samar Betty mulai mengingat seseorang memapahnya dari dalan mobil, lelaki yang sama dengan orang yang ia temui di pub itu. Wajah lelaki itu sangat mirip dengan direktur menyebalkan yang tengah duduk di depannya dengan wajah angkuh dan sombong.
"Kau? kau penculik itu?" Betty berteriak dan melemparkan dokumen ke arah William sekuat tenaga.
"Kau memang bedebah kurang ajar yang mengambil keuntungan dari wanita yang tidak berdaya." Belum puas, Betty melemparkan sepatutnya ke arah William.
"Hey, apa-apa ini? kau gila?" William berteriak sambil menghalangi wajahnya dari lemparan benda yang melayang ke arahnya.
Betty mengambil tongkat kayu yang berada di pojok ruangan dan memukulkannya ke arah William sekuat tenaga.
"Dasar penculik sialan! Rasakan kau!" Betty memukul William bertubi-tubi.
William menangkis serangan yang membabi buta ke arahnya dengan satu tangan, sementara satu tangan lagi mencengkram erat tongkat kayu itu, kemudian melemparkannya ke arah lantai.
Betty membelalak menatap ke arah William, wajahnya semakin pucat, ia sangat ketakutan. terlebih saat melihat wajah dingin William. Tatapan William sangat tajam dan sedingin es dan kutub Antariksa, seolah Lelaki itu hendak menerkam tubuhnya dan mengoyak isi perutnya.
...
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? jangan lupa baca part selanjutnya.
terima kasih