Syuuuuutttttttttt!!!!!!!
"Enyahlah kau siluman!!!!" teriak Rai lantang sambil terus melepaskan anak-anak busurnya.
Teman-teman Rai pun tak ikut tinggal diam. Mereka membombardir siluman Kelabang Raksasa itu dengan panah manteranya. Kemudian …
WUUUUSSSHHHHHHHH!!!!!!!
Sebelum panah-panah mantera itu mendekati tubuhnya, siluman kelabang yang mengerikan itu sudah lebih dahulu menghalau dengan menyemburkan angin dari mulutnya. Membuat panah-panah itu terpental dan jatuh ke tanah.
"KIKIKIKIKIKIKKKKKK." Suara tawa kelabang raksasa itu memekakkan telinga Rai dan semua yang mendengarnya. Ia nampak senang melihat kekesalan Rai karena panah-panahnya tak ada satu pun yang bisa menancap di tubuhnya.
"Hah! Kau pikir hanya itu yang ku punya? Kau salah besar monster!!!" Tiba-tiba Rai tersenyum menyeringai.
"Hurricane Boomeraaaanggggggg!!!!!!"
Dan …
WUUUSSSSSHHHHHHHHHHH!!!!!
Sebuah angin topan tiba-tiba muncul entah dari mana, menyerang kelabang raksasa itu hingga terkapar di tanah.
"Wakkkkkkkkk!!!!"
BRAAAAAAAKKKKKK!!!!!
Siluman kelabang raksasa itu membentur beberapa rumah warga desa. Namun ia sama sekali tak terlihat kesakitan. Sepertinya kulitnya yang tebal membuatnya tak merasakan apa-apa.
Rai mengernyitkan dahinya menyadari hal itu. Kemudian ia berteriak.
"KAAA-ZEEEEEE!!!!!!"
Wuussshhhhhh!!!!
Dua bumerang seputih tulang terbang saling menyalip membentuk lingkaran. Sekali tangkap, keduanya sudah ada di tangan Rai.
"Kalian serang siluman itu!!! Aku akan mencari celah untuk menyerangnya!" titah Rai pada teman-temannya yang lain. Rai berusaha mengatur strategi agar kelabang itu tak memperhatikan dirinya.
Sehingga panah-panah pun saling berterbangan menyerang si siluman kelabang. Walau sama seperti sebelumnya, si kelabang raksasa itu dapat menghalaunya.
Rai memfokuskan diri. Ia menyadari senjatanya saja tak akan mampu mengalahkan kelabang raksasa itu. Namun tak ada yang bisa ia lakukan selain mencobanya. Nyawa warga desa Nogyo adalah taruhannya.
"Double Boomeraaaanggg!!!"
SYUUUUUUUUUTTTTTTT!!!!!! SYUUUUTTTTTTT!!!!!
Hembusan angin muncul disekitar bumerang yang diterbangkan oleh Rai, namun hanya kecil sekali seakan tak terasa karena gerakan bumerang Rai yang begitu cepat.
Bumerang itu tanpa disadari oleh si siluman raksasa telah bergerak mendekat karena fokusnya sekarang adalah menyerang teman-teman Rai.
Lalu …
CRAAATTTT!!!!
"Waaaakkkkkkkkkkkk!!!!!!"
Tubuh kelabang itu tersobek karena sayatan bumerang Rai. Walau kelihatannya bumerang itu tumpul, namun ternyata dapat menembus kulit siluman kelabang itu. Darah hitamnya menyiprat membuat beberapa orang segera menghindarinya.
Siluman kelabang itu nampak sangat marah. Matanya yang tadinya sehitam arang, malah berubah menjadi semerah darah. "WAKK! BERANINYA KAU!!!!!!"
ROOOOAAAAARRRRRRRRRR
Semburan api keluar dengan sangat dahsyat dari mulut siluman kelabang itu. Api yang sangat besar itu membakar habis semua yang dilewatinya sebelum kemudian diarahkan pada Rai.
Para warga desa yang berada di sekitarnya terpanggang karena semburan dahsyat itu.
Rai yang sudah lebih dulu menyadari serangan itu segera menghindar dengan bantuan bumerang anginnya.
Sesaat sebelum semburan ganas itu menyerang teman-teman Rai dan penduduk desa yang lain, Rai mengerahkan salah satu bumerangnya.
"TAMA HURRICANE BOOMERANG!!!!"
Pelindung yang terbuat dari angin dahsyat bumerang Rai itu terbentuk seketika. Angin yang berbentuk bola itu melindungi orang-orang yang ada didalamnya. Sementara itu, siluman kelabang raksasa itu terus-terusan menyemburkan apinya ke pelindung bola angin yang dibuat oleh Rai.
Rai tahu jika bola pelindung itu tak dapat bertahan lebih lama jika terus-terusan dihantam seperti itu. Sehingga secepat kilat ia melepaskan anak panah mantranya ke arah siluman kelabang.
Namun sayang, siluman kelabang raksasa itu lebih dulu menyadari apa yang akan dilakukan Rai padanya. Sehingga segera ia memutar kepalanya dan membelokkan semburan apinya pada Rai.
"Arggghhhhhh!!!!!" Rai mencoba menahan sekuat tenaga semburan itu dengan Hurricane Boomerangnya.
"Aku bisa mati bodoh jika seperti ini," ucap Rai merasakan bumerangnya tak mampu menahan lebih banyak lagi sehingga ia pun mengerahkan seluruh kekuatannya mengeluarkan angin topan dahsyat dari Hurricane Boomerangnya.
Hal itu berhasil. Namun bukan hanya si siluman kelabang yang terlempar, melainkan Rai pun terlempar jauh pula.
"Arrrgghh!!! Uhuk! Uhuk! Uhuk!!"
Rai memuntahkan darah. Dadanya terasa begitu sakit seakan dihimpit oleh beban yang sangat berat.
"Si-si-al!" Rai mencoba mengatur napasnya. Terus saja ia memegangi dadanya yang sakit dan sesak.
"Kau bukan lawannya."
Sepontan Rai mengarahkan pandangannya ke cabang pohon disebelah kanannya. Terlihat siluman gagak yang sebelumnya hampir di panahnya sedang bertengger dengan tenang disana sambil menatapnya.
"Aku tahu! Kau tak perlu mengatakannya," balas Rai dengan rasa kecewanya.
"Aku tahu aku hanya manusia biasa, tapi aku tak bisa menyerah tanpa mencobanya." Rai membuang pandangannya lagi pada siluman kelabang yang perlahan-lahan bangkit.
"Sekarang lihatlah, Rai! Siluman itu bukan tandinganmu! Kau tak bisa menghancurkannya sendirian!"
Rai mengepalkan tangannya. Dalam hatinya pun, sangat membenarkan perkataan siluman gagak itu padanya. Hanya saja ia sudah tak tahu harus berbuat apa. Jika siluman kelabang itu menyerang lagi bola pelindungnya, maka sudah dapat dipastikan, kurang dari dua menit, pelindung bola anginnya itu akan hancur seketika.
Dan itu berarti, bukan hanya tak dapat menyelamatkan penduduk desa Nogyo, melainkan juga ia menyerahkan nyawa teman-temannya pada siluman kelabang itu.
"Kau butuh orang yang lebih kuat untuk mengalahkan siluman kelabang itu, Rai!!" ucap Kara dengan lantang. "Kau membutuhkan Heros!!!"
Dahi Rai langsung berkerut lebih dalam, "Tidak!!! Kau fikir aku bodoh??!!"
"Jika aku melepas Heros, tidak ada jaminan jika ia benar-benar akan membantuku! Bagaimana jika dia justru membantu siluman kelabang itu untuk menyerang kami semua. Kalian para siluman, tentunya berteman dengan baik, bukan?" tukas Rai lagi.
Tentu saja Rai sangat menentang ide Kara. Sekarang dirinya sedang berjuang melawan satu siluman yang sangat kuat dan merepotkan. Jika Heros pun lepas, ia harus berjuang lebih keras lagi untuk mengalahkan keduanya, sedangkan kekuatan Rai sekarang sudah terkuras habis.
"Lalu ..." Kara terbang mendekat.
"… bagaimana jika aku katakan jika Heros tak pernah membunuh manusia?"
Mata Rai membulat. Fakta jika Heros yang tak pernah membunuh manusia membuat Rai tercengang. Kini otaknya berpikir dua kali atas keputusannya kini.
"Tapi … dia tetap lah siluman. Apa aku bisa mempercayai mereka?" tanya Rai dalam hati. Dia nampak ragu-ragu.
"WAAAARRRGGGGHHHHHHH!!!!!"
Siluman kelabang itu telah bangkit kembali. Mata merahnya mengincar bola pelindung Rai.
"Tidak!!" teriak Rai panik.
"Kau tak punya pilihan! Lepaskan Heros atau kau dan seluruh desa ini akan lenyap!!"
"Haiisshhhhh!!!! Baiklah! Aku akan mempercayaimu kali ini saja!"
Segera Rai bangkit dan berlari ke hutan. Jalannya sempoyongan menahan segala rasa sakit pada dada dan tubuhnya. Meski begitu, ia berupaya sekuat tenaga agar tak terlambat.
Sesaat kemudian ia telah sampai di tempat Heros. Heros nampak memperhatikan pergerakan siluman kelabang yang terlihat dari tempatnya digantung.
Tanpa mengatakan ba bi bu lagi, Rai segera memotong tali jaring itu. Perangkap jaring besi itu pun langsung merosot ke bawah dan jatuh ke tanah.